SOE,SELATANINDONESIA.COM – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten TTS didukung oleh World Agroforestry (ICRAF) melalui kegiatan Sustainable Landscapes for Climate Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) yang didanai oleh Global Affair Canada, menyelenggarakan Lokakarya Diseminasi Sistem Informasi Akses Lahan dalam Mendukung Perhutanan Sosial di Kabupaten TTS.
Kegiatan tersebut bertujuan untukĀ mendukung implementasi perhutanan sosial di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) serta memperkenalkan Sistem Informasi Akses Lahan untuk Perhutanan Sosial.
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Hotel Blessing, pada Jumat (13/10/2023) dihadiri olehĀ Pokja Perhutanan Sosial Provinsi NTT, jajaran OPD Kabupaten TTS, Unit KPH Kabupaten TTS, Perwakilan Kecamatan, Perwakilan beberapa desa di Kabupaten TTS, perwakilan kelompok tani, perwakilan NGO, dan ICRAF Indonesia.
Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda TTS, Seprianus K. Tualaka, ST, M.Eng, dalam sambutannya menyampaikan,Ā telah ada sekitar 400 orang di kabupaten TTS yang tergabung dalam kelompok tani untuk perhutanan sosial.
āSelama ini sudah ada sekitar 400 orang petani di Kabupaten TTS yang tergabung dalam kelompok tani untuk perhutanan sosial. Namun banyak yang bubar dan tidak berkelanjutan,” tuturnya.
“Oleh karenanya kami berharap adanya inovasi dalam implementasi program pertanian dan pengelolaan kawasan hutan, seperti adanya sistem informasi yang dibangun ini, dapat memberikan manfaat yang besar untuk pengelolaan perhutanan sosial,” tambahnya.
Tualaka menyebut kerja sama multi pihak adalah suatu kebutuhan karena dengan keterbatasan anggaran Pemda tidak dapat bekerja sendiri.
āKita membutuhkan kerjasama multipihak dengan rekan-rekan NGO/LSM karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, apalagi dengan anggaran yang terbatas. Semoga dengan kehadiran ICRAF di TTS dapat membantu para petani dalam mengakses pasar,ā kata Tualaka.
Lebih lanjut diijelaskan, Lokakarya diseminasi sistem informasi ini ditujukan untuk menguatkan pemahaman dan kapasitas para pihak terhadap penggunaan Sistem Informasi Akses Lahan (SiAlam) dan Sistem Informasi Pengelolaan Perhutanan Sosial (SIPOPS) dalam mendukung percepatan implementasi perhutanan sosial di Kabupaten TTS.
Pada lokakarya ini juga kata Tualaka, forum secara bersama-sama merumuskan rencana tindak lanjut bagi pengelolaan dan pemanfaatan sistem informasi akses lahan.
Secara khusus, pengembangan Sistem Informasi Akses Lahan dimaksudkan untuk mendukung Pemerintah Provinsi NTT dalam mewujudkan akses informasi kelola lahan yang baik untuk mendukung implementasi perhutanan sosial.
Sistem ini juga dapat meningkatkan penyebarluasan pengetahuan dan informasi terkini mengenai akses perhutanan sosial melalui penguatan kapasitas, dan memberikan kemudahan akses pengetahuan dan informasi kepada kelompok petani dan masyarakat yang belum memiliki akses terhadap skema legal pemanfaatan lahan dan pengembangan usaha melalui program Perhutanan Sosial.
“Sistem informasi tersebut dilengkapi dengan 2 (dua) modul teknis, pertama, modul rekomendasi skema PS dengan fitur analisa spasial, penapisan kriteria, dan penentuan preferensi skema. Kedua, modul persyaratan pengajuan PS dilengkapi fitur pendampingan dan konsultasi, pembelajaran mandiri berbasis elektronik mengenai pengajuan izin baru dan pendampingan izin yang telah berjalan, dan lainnya,” jelas Tualaka.
Sementara, Koordinator ICRAF Provinsi NTT, Yeni Fredik Nomeni, mengatakan bahwa Perhutanan Sosial (PS) dapat menjadi solusi dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dan perbaikan lingkungan, seperti akses ekonomi dan ekologi.
Menurutnya, program PS sejatinya sudah dimulai sejak 1995 oleh pemerintah dan terus berkembang hingga saat ini.
Namun dari data yang ada kata Yeni, hingga tahun 2022, di NTT baru sekitar 14 persen yang diberikan izin (277 persetujuan pengelolaan perhutanan sosial), dan dari yang sudah mendapat izin tersebut belum semuanya diimplementasikan di lapangan.
āHarapannya dengan adanya sistem informasi ini, perkembangan perhutanan sosial di NTT bisa terus dipantau dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak tentang perhutanan sosial, sebagai media diseminasi pengetahuan untuk peningkatan kapasitas masyarakat, serta sebagai bahan pengambilan keputusan ataupun kebijakan pengembangan PS,” ujarnya.
Dijelaskan, berdasarkan Permen LHK No. 9 Tahun 2021, skema perhutanan sosial diselenggarakan melalui pemberian akses kepada masyarakat (dalam bentuk Kelompok Perhutanan Sosial/KPS) terhadap lahan hutan atau yang lebih dikenal dengan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
“Pemberian akses legal pemanfaatan hutan dilakukan melalui beberapa bentuk skema, yakni Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan kemitraan kehutanan pada kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi atau Hutan Konservasi sesuai dengan fungsinya,” pungkas Yeni.*/)Paul Papa Resi
Editor: Laurens Leba Tukan