
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM (BSK) menggelar kegiatan BSK KumHAM Cerdas melalui zoom meeting, Rabu (11/10/2023). Kegiatan ini turut diikuti jajaran Kanwil Kemenkumham NTT yang diwakili Kepala Bidang HAM, Mustafa Beleng, Kasubbid Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Hukum dan HAM, Novebriani S. Sarah, Kasubbid Pemajuan HAM, Jeanett Sunbanu, serta Staf Bidang HAM.
Sekretaris BSK, Jonny Pesta Simamora saat membuka kegiatan mengatakan, BSK KumHAM Cerdas dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas SDM di lingkungan Kemenkumham. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi keterbatasan dari sisi kelembagaan, tata laksana, dan SDM dalam upaya menata kembali proses kebijakan publik di Kemenkumham.
BSK KumHAM Cerdas menghadirkan Analis Pelindungan Hak-hak Sipil dan HAM, Sabrina Nadilla sebagai narasumber. Sabrina mengatakan, kebijakan publik secara umum diartikan sebagai tindakan pemerintah untuk melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu, yang pada akhirnya bertujuan untuk kemaslahatan atau mencapai tujuan yang disepakati oleh masyarakat secara bersama-sama.
“Di kebijakan publik ada begitu banyak kepentingan dan cara dalam melihat sesuatu. Kita harus mengintegrasikan dan mensintesiskan itu semua secara bersama-sama,” ujarnya.
Menurut Sabrina, kebijakan publik mengandung 6 komponen dasar yakni tujuan kebijakan, aktor kebijakan, strategi implementasi kebijakan, sumber daya kebijakan, model komunikasi kebijakan, dan penilaian keberhasilan kebijakan. Penentuan tujuan kebijakan menjadi penting sebagai salah satu dasar untuk melakukan evaluasi. Minimal terdapat dua aktor kebijakan, yaitu pemrakarsa kebijakan (Unit Eselon I) dan pelaksana kebijakan (Unit Eselon I dan Kantor Wilayah).
“Strategi implementasi kebijakan penting untuk menjadi peta jalan kita apa yang harus dan tidak boleh dilakukan,” imbuhnya.
Sabrina menambahkan, sumber daya kebijakan meliputi sumber daya manusia dan sumber daya finansial atau alokasi anggaran. Setiap kebijakan publik juga harus dipastikan telah diambil dengan cara partisipatif dan inklusif melalui model komunikasi kebijakan. Terakhir, penilaian keberhasilan kebijakan atau evaluasi dilakukan untuk melihat apakah suatu kebijakan telah berhasil mengubah perilaku seseorang ataupun berdampak terhadap pemecahan masalah yang ada.
“Analisis kebijakan menjadi titik sentral dalam tata kelola kebijakan di setiap siklus kebijakan yang meliputi agenda setting, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan,” jelasnya.
Kedepan, lanjut Sabrina, BSK secara paralel memiliki tantangan untuk bisa mengarusutamakan siklus kebijakan sebagai pondasi tata kelola kebijakan publik Kemenkumham. Begitu juga dalam meningkatkan kapasitas aktor kunci dalam analisis kebijakan, baik di level Pusat (Unit Eselon I) maupun Kantor Wilayah. Terlebih, Kantor Wilayah akan memiliki peran ganda sebagai pelaksana kebijakan sekaligus sub-unit analisis kebijakan yang salah satunya harus bisa mengartikulasikan karakteristik lokal daerah dalam implementasi kebijakan. Termasuk harus bisa menyuarakan tantangan ataupun hambatan pelaksanaan kebijakan kementerian di level daerah.
“Tantangan berikutnya, kita juga perlu memikirkan bersama grand design/master plan atau peta jalan untuk mengimplementasikan kebijakan publik kedepan,” pungkasnya.*/)Humas/rin
Editor: Laurens Leba Tukan