Catatan PGRI Flotim Tentang Kasus di SMK Bina Karya Larantuka

450
Ketua PGRI Flores Timur, Maksimus Masan Kian dan Gedung SMK Bina Karya Larantuka

LARANTUKA,SELATANINDONESIA.COM – Ketua PGRI Kabupaten Flores Timur, Maksimus Masan Kian angkat bicara soal kejadian di SMK Bina Karya Larantuka. Kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (6/8/2023) Maksimus mengatakan, pihak SMK Bina Karya Larantuka kiranya segera membangun komunikasi  dengan orang tua korban.

“Menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan bertangungjawab penuh atas perbuatan oknum kepada korban dalam proses pemulihan kesehatan dan pendampingan secara psikologi. Lakukan pendekatan secara humanis,” sebut Maksimus.

Disebutkan, pemberitaan di media sudah sangat luas dan menjadi konsumsi publik sehingga kiranya ada konferensi pers dari pihak sekolah untuk mendudukan sesuai kronologi atau fakta terkait persoalan ini.

“PGRI Flores Timur walau tidak medapat laporan resmi dari pihak lembaga, kami kemarin sudah berinisiatif membangun komunikasi dengan pihak SMK Bina Karya Larantuka. Dan mengarahkan mereka untuk terus intens membangun komunikasi dengan pihak keluarga agar persoalan ini segera diselesaiakan,” katanya.

Ia juga menanggapi pernyataan “ancaman” pencabutan Ijin Operasional, dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT. “Hemat kami tidak perlu dilakukan, sebab justru memunculkan persoalan baru karena di lembaga ini ada ratusan siswa lain, Anak Bangsa yang juga sedang menempuh pendidikan di  sekolah ini,” katanya.

Menurut Maksimus, peristiwa ini menjadi pembelajaran yang sangat penting bagi para guru dalam memilih cara mendidik peserta didik. “Guru kreatif adalah dia yang tidak kehabisan cara untuk mengatasi persoalan anak. Jika tidak bisa menyelesaikan sendiri, bisa berkolaborasi dengan rekan sejawat, membangun komunikasi dengan pimpinan lembaga, hingga bisa menemukan cara mendidik yang tepat dan tidak berpotensi mengorbankan peserta didik,” jelasnya.

“Harapan kami, korban lekas sembuh, sehat kembali dan melanjutkan pendidikan. Secara lembaga, membuka diri dan menerima anak untuk melanjutkan pendidikan diberi dampingan secara khusus,” sebut Maksimus.

Sebelumnya diberitakan, tindakan brutal yang dilakukan oknum guru pada siswa SMK Bina Karya Larantuka dengan memaksa mencelupkan tangan siswa dalam air panas berujung petaka. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT bakal menurunkan tim investigasi ke SMK Bina Karya Larantuka.

“Esok Senin, kami turunkan tim investigasi terhadap kasus ini,” sebut Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (6/8/2023).

“Ijin Operasional kami tinjau kembali. SMK Bina Karya Larantuka sebagai sekolah tua di Flores Timur mestinya memilki tradisi mendidik secara profesional bercirikan sekolah berbasis keagamaan nasionalis  dan nasionalis keagamaan yang memanusiakan manusia,” ujar Kadis Linus Lusi.

Ia menyebut, tindakan malpraktek pembelajaran yang dilakukan oknum guru tersebut dengan label apapun serta dalil apapun tidak dibenarkan dalam pendidikan. “Karena itu Yayasan tidak  boleh berdiam diri terhadap kasus ini, tetapi lakukan juga investigasi secara total untuk diambil keputusan demi menciptakan rasa nyaman buat para siswa serta orang tuanya,” ujar Kadis Linus Lusi.

Ditegaskan, pihak Dikbud NTT segera turunkan tim investigasi ke sekolah tersebut dan mengambil langkah tegas. “Kita melihat kembali ijin operasional yang dikeluarkan dan terburuk ijin operasionalnya dicabut,” tegas Linus Lusi.

Terpisah, Bruder Nelson, oknum guru sekaligus pembina asrama di SMK Bina Karya Larantuka, Kabupaten Flores Timur mengaku salah usai menyiksa muridnya dengan air panas.

Korbannya adalah YAP alias Fendi, siswa kelas XI pada sekolah tersebut. Tangan kanan remaja asal Desa Pandai, Kecamatan Wotan Ulumado itu melepuh dan bengkak akibat pembinaan tak wajar.

Dihubungi wartawan, Sabtu (5/8/2023), Nelson mengaku baru pertama menerapkan pembinaan kurang manusiawi. Cara itu ia ambil lantaran sering terjadi pencurian dalam lingkungan asrama.

“Ada 17 siswa yang celup, dan Fendi menjadi orang kedua. Pas saya cek, anak lain aman, tapi hanya dia yang luka,” ungkapya.

Nelson menggunakan ember sebagai wadah menampung air panas. Suhunya, jelasnya, tidak mendidih karena terjeda 20 menit pasca dijerang dengan kompor.

“Sekitar 20 menit, jadi mereka celup itu bukan sedang jerang di atas kompor,” sahutnya.

Ia meminta maaf kepada siswa dan keluarga besarnya atas apa yang sudah ia buat. Ia juga mematuhi konsekuensi hukum yang ditempuh keluarga korban.

Diberitakan sebelumnya, tangan siswa berinisial YAP alias Fendi melepuh akibat disiksa dengan air panas oleh gurunya sendiri di asrama pada Rabu 4 Agustus 2023.

Peristiwa ini terjadi selepas jam pelajaran sekolah. Ia dan sejumlah teman asrama dipanggil gurunya, Nelson sekitar pukul 19.00 Wita.

Neslon rupanya mencurigai Fendi dan beberapa teman melakukan pencurian. Mereka dituduh mencungkil lemari untuk mengambil minuman suchet kopi moka.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap