INFLASI DI NTT MASIH TINGGI !

197
Frits O Fanggidae

Oleh Frits O Fanggidae – Dosen FE – UKAW dan Local Expert Mitra Kanwil DJPb NTT

Pada awal Juli 2023, BPS merilis angka inflasi nasional periode Juni 2023 sebesar 3,52% (yoy) dan bulanan (mtm) sebesar 0,14%. Angka inflasi (yoy) sebesar 3,52% tersebut telah berada dalam rentang inflasi yang diinginkan pemerintah yaitu  3% ± 1%. Hal ini merupakan hasil pengendalian eskpektasi inflasi masyarakat oleh Bank Indonesia melalui penahanan suku bunga acuan (7DRR) pada 5,75 basis poin dan sejumlah kebijakan mitigasi inflasi yang sudah ditempuh.

Sementara itu di NTT, inflasi bulan Juni 2023 tercatat 4,58% (yoy) dan bulanan (mtm) 0,89%. Angka inflasi di NTT, baik tahunan (yoy) maupun bulanan (mtm), masih lebih tinggi dibanding inflasi nasional. Khusus inflasi tahunan (yoy), inflasi di NTT masih berada diluar rentang inflasi yang dipatok pemerintah.

Pada tingkat nasional, bila laju inflasi terus menurun, kemungkinan BI akan mereposnnya dengan menurunkan suku bunga acuan, yang kemudian akan direspons oleh bank-bank umum berupa penurunan suku bunga kredit untuk mendorong peningkatan kredit, sehingga berdampak ekspansif terhadap perekonomian. Jika ini yang ditempuh, maka di NTT, dalam kondisi dimana inflasi tahunan masih relatif tinggi, bank-bank umum akan kesulitan meresponnya dengan menurunkan suku bunga pinjaman. Dalam kondisi demikian, akan terjadi perbedaan arah perkembangan ekonomi nasional dan NTT. Secara nasional penurunan suku bunga acuan BI akan berdampak ekspansif; sementara di NTT cenderung stagnan. Karena itu, perhatian dan alokasi sumberdaya ekonomi di NTT masih harus difokuskan pada peningkatan sisi supply untuk menurunkan harga.

Sampai dengan Juni 2023, kelompok pengeluaran yang dominan menyumbang inflasi di NTT adalah kelompok pengeluaran untuk makanan, minuman dan tembakau, transportasi serta perawatan pribadi dan jasa lainnya. Selain itu, masih terdapat tiga kelompok pengeluaran yang cukup dominan menyumbang inflasi, yaitu penyediaan makanan dan minuman (restoran), kesehatan, serta perlengkapan, peralatan dan bahan bakar rumah tangga.

Kelompok pengeluaran transportasi adalah penyumbang inflasi terbesar. Akan tetapi kenaikan biaya transportasi dipicu oleh mekanisme paksa (kebijakan pemerintah/administred price) menaikan harga BBM,  sehingga tidak bisa dipecahkan melalui mekanisme pasar. Demikian pula kenaikan biaya kesehatan, disebabkan oleh permintaannya yang tidak elastis terhadap perubahan harga. Sementara untuk pengeluaran tembakau, walaupun pemerintah telah menaikan cukai tembakau/rokok untuk mengendalikan harga jual, tetapi permintaannya juga tidak elastis terhadap harga. Agak kontraversial, karena pengeluaran untuk kesehatan yang inelastis terhadap harga untuk kepentingan kesehatan; sementara untuk rokok sebaliknya.

Karena itu, dari 4 (empat) kelompok pengeluaran penyumbang inflasi yang tersisa, supply bahan makanan dan minuman adalah kelompok pengeluaran yang paling mungkin ditangani secepatnya, yang kemudian berdampak pada penurunan harga penyediaan makanan dan minuman (restoran). Dalam kaitan ini, BI Perwakilan NTT, bersama Pemerintah Provinsi NTT telah mengambil sejumlah langkah mitigasi, seperti penguatan klaster pangan, khsusnya peternakan ayam, mendorong perluasan urban farming, mapping produksi dan distribusi komoditas hortikultura, memberi subsidi biaya angkut komoditas hortikultura, dan memperluas kerjasama antar daerah dengan memanfaatkan BUMD.

Langkah-langkah tersebut baik dan bisa terus dilanjutkan. Untuk optimalisasinya, sejumlah bahan makanan dan minuman yang dapat dihasilkan di NTT perlu didukung dengan intervensi yang lebih terarah melalui pembiayaan pemerintah dan dunia usaha dan untuk sejumlah bahan makanan yang sebagian besar pasokannya berasal dari luar NTT dan berperan menyumbang inflasi, seperti daging dan telur ayam, dalam jangka menengah perlu mendapat perhatian.

Salah satu kesulitan peternak ayam (pedaging dan petelur) dalam pengembangan usahanya adalah biaya pakan yang relatif tinggi. Penyediaan pakan komposit hampir seluruhnya berasal dari luar NTT, dengan harga yang relatif tinggi. Pasar pakan ternak komposit di NTT dikuasai oleh lebih kurang 6 (enam) merek pakan, yang berasal dari Jawa Timur, Bali dan Makasar. Rantai distribusinya yang relatif panjang menjadikan harga pakan pada tingkat peternak relatif tinggi, sehingga margin keuntungan yang diperoleh sangat tipis. Sedikit saja terjadi penundaan penjaualan, resiko kerugian menjadi sangat besar.

Karena itu dalam jangka menengah, pembangunan industri pakan ternak di NTT, apakah melalui investasi pemerintah atau swasta, menjadi sangat penting. Ketersediaan bahan baku pakan ternak seperti jagung dan sebagainya sejatinya cukup memadai. Salah satu program prioritas Pemerintah Provinsi NTT adalah peningkatan luas tanam dan produksi jagung melalui program unggulan TJPS (Tanam Jagung Panen Sapi), yang saat ini telah dilaksanakan dengan pola kemitraan, dimana pembiayaannya telah melibatkan perbankan. Bila keberadaan program unggulan ini diikuti dengan pendirian pabrik pakan ternak, akan menciptakan multiplier effek yang luas bagi penciptaan kesempatan kerja dan lapangan usaha baru, dan dipandang effektif untuk meredam laju inflasi yang bersumber dari bahan makanan. Persoalannya terpulang pada political will Pemerintah Provinsi NTT saat ini; dapatkah direalisasi pada masa jabatan Gubernur NTT yang akan berakhir pada September 2023, ataukah menunggu kehadiran Pajabat atau Gubernur NTT yang baru?*/)

Center Align Buttons in Bootstrap