Tarian Pado’a di Panggung Festival Bale Nagi

392
Atas: Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi pose bersama para penari Pado'a dari Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua-Larantuka usai tampil di panggung Festival Bale Nagi, Jumat (14/4/2023). Bawah: Tarian Pado'a yang dibawakan oleh Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua-Larantuka usai tampil di panggung Festival Bale Nagi di Taman Kota Felix Fernandes, Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Foto: SI/ml

LARANTUKA,SELATANINDONESIA.COM – Festival Bale Nagi yang digelar di Taman Kota Felix Fernandez Larantuka memasuki hari keempat pada Jumat (14/4/2023). Malam ini, Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua tampil memukau dengan tarian Pado’a.

Warga Sabu Raijua Diaspora yang ada di Flores Timur ikut terlibat dalam ajang yang mengusung temah, “Kita Lamaholot, Engko Lamaholot, Torang Hatu Lamaholot”. Festival Bale Nagi dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur NTT, Josef A. Nae Soi pada Selasa (11/4/2023).

Usai tampil di panggung Festival Bale Nagi para penari dan anggota Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua-Larantuka bertemu Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi. “Saya bangga dengan seluruh anggota Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua di Flores Timur yang ikut terlibat dalam pembangunan di Flotim. Mari kita bergandengan tangan sebagai sesame keluarga Lamaholot dalam membangun Lewotanah Flores Timur,” ujar Doris Rihi.

Ketua Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua – Larantuka, Daud Mangngi usai penapilan tarian pado’a menyebut, keterlibatan Paguyuban Wini Rai Sabu Raijua – Larantuka sebagai wujud kekeluargaan dan saling mengasihi sebagai warga Lamaholot.

Ia menjelaskan, Tari Pado’a adalah tarian adat tradisional dari daerah  Sabu Raijua yang telah diwariskan turun temurun. “Tarian ini biasanya dilakukan secara masal, baik oleh pria maupun wanita dalam formasi melingkar,” sebut Daud.

Dijelaskan Daud, yang menjadi ciri khas dalam Tarian Pado’a adaah tarian tersebut diringi syair lagu yang dilantunkan oleh “Mone Pejo” yang berisi puja dan puji kepada Sang Pencipta alam semesta dan para leluhur yang telah memberikan kesuburan, kemakmuran serta kelimpahan hasil panen.

“Tarian ini dilakukan pada malam hari Bulan Purnama setelah musim panen. Sebelum dilakukan Tarian Pado’a diadakan ritual ritual adat suguhan sirih pinang dan kelapa wangi atau disebut kennana, kallala dan nyiu wau mangngi,” katanya.

Ia menambahkan, para penari menggunakan pakaian adat Sabu Raijua. “Kaki meraka mengenakan wadah anyaman dari daun lontar yang disebut kedu,e yang berisi hasil bumi misalnya kacang hijau, jagung, padi atau sorgumm” katanya.

Dijelaskan daud, penggunaan kacang hijau, jagung, padi atau sorgum mempunyai makna bahwa jika biji-bijian ersebut masih utuh sampai tarian selesai, maka kualitas biji-bijian itu dianggap bagus dan akan digunakan untuk bibit pada musim tanam tahun berikutnya.

Keunikan lain dari tarian Pado’a adalah tarian diiringi nyanyian khas suku Sabu Raijua tanpa menggunakan alat musik tertentu. “Mereka hanya mengandalkan bunyi-bunyian dari biji-bijian yang ada dalam wadah anyaman dikaki masing-masing. Ketika tubuh penari mulai bergerak, bunyi biji-bijian mulai terdengar bagai irama musik tertentu. Seiring gerakan mereka, bunyi biji-bijian terdengar bagai symponi musik yang enak didengar,” jelasnya.

Tarian Pado’a biasanya berlangsung selama tujuh hari sesudah acara ritual adat Hole yang dilaksanakan oleh tokoh adat. Di lokasi tempat Pado’a itu disiram dengan air gula Sabu sebagai tanda kegiatan Pado’a berakhir.*/)SI/ml

Editor: Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap