KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Pengadilan Negeri dinilai tidak berwewenang mengadili gugatan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT Izhak Rihi. Pasalnya, banyak kejanggalan bahkan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang ada dalam gugata tersebut masih abstrak.
Kuasa Hukum pemegang saham Bank NTT Apolos Djara Bonga mengatakan itu kepada wartawan di Pengadilan Negeri Kupang, Rabu (5/4/2023). Apolos menilai, ada sejumlah kejanggalan dalam materi gugatan mantan Dirut Izhak Eduard Rihi. “Judul gugatan penguggat adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) namun dalam perkara ini, PMH yang dimaksudkan sangat abstrak,” katanya.
Tidak hanya itu, sebagian besar dalil dalam gugatan penggugat menyinggung tentang pemberhentian, sehingga bukan ranahnya Pengadilan Negeri untuk mengadili perkara tersebut, tapi seharusnya PTUN. “Kalau pemberhentiannya menggunakan Surat Keputusan, itu larinya ke TUN,” ujar Apolos.
Ia juga menilai, gugatan penggugat terkait pencemaran nama baik tidak bisa digabungkan dengan gugatan pemberhentian dirinya sebagai Dirut. Dijelaskannya, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung, penggabungan perkara dalam suatu gugatan tidak dapat dilakukan, apalagi dalam yuridiksi berbeda.
“Soal jawaban (tergugat) sebenarnya sederhana. Pemberhentian (Izhak Rihi) itu dengan hormat, dan ada lanjutannya karena dia direkomendasikan ke Direktur Kepatuhan. Untuk menuju Direktur Kepatuhan, ada syarat agar dia menjalankan assesment di KRN. Nyatanya dalam hasil tes KRN itu tidak memenuhi syarat, sehingga gagal duduk kembali di jajaran Direksi Bank NTT,” urainya.
Disebutkan Apolos Djara Bonga, Izhak Rihi telah diberikan waktu 3 kali untuk mengajukan keberatan terkait hasil tes KRN, namun kesempatan itu tidak digunakan. Mantan Dirut Izhak Rihi malah diam, dan mengurus pesangon serta hak-haknya sebagai Dirut sebesar Rp2,5 Miliar yang sudah dibayarkan oleh Bank NTT.
“Sampai sekarang dia masih menerima hak pensiunannya. Setelah itu baru dia ajukan gugatan sekarang. Menurut kami, apa yang disampaikan dalam gugatan, tidak ada unsur melawan hukumnya,” sebut Apolos.
Ia juga menjelaskan soal rekaman yang disertakan dalam materi gugatan, Apolos mengatakan, rekaman tersebut tidak bisa digunakan, karena rekaman diambil tanpa sepengetahuan orang yang direkam. Hal ini pun menurut Apolos, bisa dilaporkan oleh Gubernur NTT ke pihak Kepolisian, karena melanggar UU ITE.
“Dalilnya menurut kami tidak memenuhi syarat, dan hampir keseluruhan dari dalil tadi tidak memenuhi syarat. Karena dia menyinggung soal masalah pemberhentian yang tidak sah. Kalau berbicara soal sah atau tidak sah terkait prosedur dan surat, itu di TUN sana. Pengadilan Negeri tidak punya hak untuk mengkaji itu,” jelas Apolos.
Ditambahkan Apolos, dalam gugatannya, Izhak Rihi menuntut Bank NTT untuk membayar biaya ketakutan, dan biaya kebimbangan, serta statusnya sebagai gembala yang nilainya mencapai Rp54 Miliar lebih. “Ini fantastis dan ini tidak ada di pos anggarannya lembaga (Bank NTT). Kecuali sudah diatur. Beliau juga sudah menerima hak-haknya Rp2 Miliar lebih, karena dia diberhentikan dengan hormat,” pungkas Apolos.
Kuasa Hukum Izhak Eduard, Erwan Fanggidae, SH, MH enggan memberikan penjelasan terkait dalil, juga nilai gugatan yang dilayangkan kepada pemegang saham. Menurutnya, semuanya akan dibuktikan di dalam persidangan.
“Nanti kita lihat saja dibuktikan (di persidangan). Ini kan masih dalam proses. Saya sebagai pengacara tidak boleh masuk ke hal-hal yang menjadi boomerang bagi klien saya,” tegas Erwan Fanggidae. Sidang gugatan Izhak Rihi terhadap para pemegang saham Bank NTT terkait pemberhentian dirinya dari Dirut Bank NTT pada tahun 2019 silam, akan dilanjutkan pada Rabu 12 April 2023 mendatang. */)AditAdu
Editor: Laurens Leba Tukan