
Oleh Dominikus Mini Temaluru (Desainer Gereja Reinah Rorasi)
Pertengahan 2001, ada beberapa ” baba” dari pertokoan di Nagi meminta saya untuk mendesain kapela Tuan Ma. Adalah baba Suleng, baba Sui dan baba Kim Tanay. Baba Kim yang bertemu saya pertama di rumah mungil saya waktu itu. Di jelang sore yang agak mendung.
Saya tidak langsung mengiyakan. Saya bertemu Romo Goris Kedang yang waktu itu deken Larantuka di dekenat. Setelah lama berdiskusi dengan pemilik suara lembut itu, satu kalimat yang saya masih ingat baik adalah, “No Mini, Tuan Ma itu bukan saja milik gereja atau agama, tapi milik kebudayaan, adat dan masyarakat majemuk Lamaholot. Buatlah gambar yang mewakili itu sekaligus berarsitektur gothic. Nagi ni serambi Vatican No..!”
Saya bekerja dari pagi hingga malam, gunakan peralatan gambar seadanya, selesailah desain itu. Hasilnya saya bawa dan tunjuk beliau lengkap dengan tulisan tentang arti simbolik dari desain itu. Gambar yang sama saya konsultasikan dengan bapa Kobus Resiona, sepupu kandung mama saya, di Pante Kebis. Dari bapa Kobu, saya diberitahu bahwa rumah rumput tempat merek berdiam sekarang adalah gambaran tentang rumah yang dulu pertama Tuan Ma diletakan di atas bukit Tuan Eyang setelah ditemukan oleh nenek mereka, Nene Resiona.
Sebuah bahasa kiasan yang saya tangkap darinya dengan tatapan tajam di balik kacamatanya. Seorang mantan guru yang sangat paham tentang sejarah Tuan Ma. Banyak yang beliau tuturkan.
Selepas bertemu dengan Om saya itu, saya kembali ke rumah untuk perbaiki gambar.. Dan, puji Tuhan, jam 5 sore gambar selesai. Saya menggambar di atas kertas kalkir saja. Belum ada autocat komputer waktu itu, jadi gambar manual dan saya lebih suka gambar manual.
Seminggu lewat, gambar itu masuk ke meja bapa Uskup Larantuka saat itu, Yang Mulia Mgr. Darius Nggawa yang cuma mengatakan kapada baba Suleng, “Ok kita perindah kapel sekaligus perluas.”
Akhirnya setelah melewati beberapa hal yang menakjubkan, kapel selesai dan diberkati Mgr. Darius Nggawa sebelum Paskah tahun 2002.
Saya menerjemahkan keinginan Romo Goris, Om Kobus dan bapa Uskup dalam bentuk desain yang terlihat dalam hasil karya yang entah kenapa dan alasan apa sekarang dilenyapkan itu. Padahal itu hasil masukan, sumbangan banyak pihak dengan tulus dan rembukan banyak orang yang jadi petinggi gereja termasuk uskup Darius.

- Kapel itu terdiri dari 3 candi sebagai bagian dari tampilan arsitektur gothic. Ada ornamen berbentuk seperti candi kecil lambang penyembahan pada wujud tertinggi yang dipengaruhi Hindu seperti beri sesajen pada Tuan Ma saman dulu sebelum Katolik menjadi agama resmi kerajaan Larantuka.
- Ada 2 candi yang berbentuk miniatur Korke sebagai memori atas ditahktakan Tuan Ma pertama kali di bukit Tuan Eyang, sebelah utara Keuskupan Larantuka sekarang.
- Bagian tengah melambangkan Lango Belen, Rumah Besar atau Mayor Domus (Mardomu) sebagai manifestasi kekerabatan suku-suku Semana dan suku-suku besar keluarga Lamaholot dalam mengabdi Tuan Ma yang diketuai oleh Raja Larantuka (ada lambang tongkat disetiap sudut).
- Pintu tunggal bagian depan dulunya sudah menjadi 3 pintu untuk memudahkan keluar masuk pesiarah. Setiap daun pintu dibuat model berbentuk huruf M.
Banyak peristiwa unik yang masih harus diceritakan selama membangun bersama Baba Suleng Arif yang tunjukan keajaiban Tuan Ma…(bersambung)