EBAN-TTU,SELATANINDONESIA.COM – Usianya sudah mendekati senja. Kerutan di wajahnya seolah mengisahkan perjuangannya menghidupi keluarga kecilnya. Gerakannya gesit, dan sangat komunikatif saat diajak berdiskusi. Dia adalah seorang warga Desa Lemun, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang punya kisah sukses.
Tanpa sungkan dia mengisahkan perjuangannya membina usahanya dari skala kecil, hingga kini. “Saya mulai usaha saya di tahun 2012. Saat itu saya produksi dan memasarkan dalam bentuk tradisional. Satu tahun kemudian, saya diajak Bank NTT mengikuti study banding di Malang,” ujarnya memulai diskusi, Sabtu (19/11/2022) siang, di pusat penjualan UMKM Fularosa, Desa Eban.
Saat itu, juri Festival Desa Binaan Bank NTT dan Festival PAD Tahun 2022, Stenly Boymau sedang berkunjung ke sana untuk melakukan penjurian tahap kedua dan terakhir. Eban adalah satu dari empat desa lainnya di TTU yang menjadi peserta festival.
Bersama ibu-ibu lainnya, Mama Yuliana yang saat itu berkebaya biru tua dengan bawahan tais Timor, tanpa sungkan menyampaikan pengalamannya berusaha. “Saya buat berbagai macam kue, keripik pisang, keripik ubi dan lainnya. Suatu saat saya dibawa oleh Pak Berty (Berty Nope, staf Bank NTT Cabang Kefamenanu) ke Malang untuk belajar tentang cara membuat keripik dan aneka usaha lain yang berkualitas,” jelasnya.
Ternyata itu adalah kali pertama dalam hidupnya bepergian dengan pesawat terbang. Di Malang-lah, dia belajar tentang kelebihan orang lain, lalu merombak cara kerjanya. “Kami bertemu dengan beberapa pelaku UMKM disana yang juga buat keripik, mereka sudah pakai alat yang modern, irisan pisangnya sama dan pisang mereka pun besar-besar. Saya belajar disana, sehingga sampai Eban, saya buat keripik yang kualitasnya sama. Tapi saya mau jujur, pisang di Timor sini enak-enak,” ujarnya tulus. Dia kesana melakukan study banding mengenai pengolahan keripik, keripik talas, kacang telur, dan berbagai produk lainnya.
Bekal dari sanalah modal baginya sehingga kini usahanya semakin maju. “Usaha saya lebih berkembang, karena Bank NTT membantu kami dalam diklat, study banding, lalu packaging yang baik, bahkan Bank NTT memfasilitasi pembeli untuk datang dan belanja di kami,” jelas mama Yuliana lagi. Tanpa malu-malu, dia menambahkan “Bank NTT sudah banyak bantu kami. Kami sangat senang, terlalu enak, karena mereka cari kasi kami pembeli,” tambahya tulus.
Kini usahanya sudah semakin berkembang, keripiknya diorder oleh banyak kalangan, begitu pula aneka kue. “Kami selalu puas karena jualan kami pasti laku. Bermitra dengan Bank NTT ini bagus karena setiap kali kalau ada pameran, kami dilibatkan. Barang-barang yang kami bawa selalu habis. Pokoknya habis semua,” ungkapnya.
Namun jangan dikira keberhasilannya saat ini datang dari proses yang mudah. Tidak. Dia memulainya dari bawah. Beberapa tahun lalu, dia memiliki seorang anak yang kuliah di Jogjakarta, dan sudah tiga tahun tidak pulang ke kampung. Karena memang mereka tidak punya uang. Dan, tiga tahun pula mereka tidak pernah bertemu muka.
“Kami baru bisa bertemu saat saya dibawa ke Malang. Dibantu Bank NTT, anak saya datang dari Jogja, dan kami bertemu. Saya senang sekali.” Mama Yuliana sosok yang tidak pernah lupa sejarah. Dia membukanya satu persatu, sembari berharap ada orang lain yang juga sukses melebihinya. Saat ini anaknya sudah menamatkan kuliahnya, dengan jurusan yang diambilnya bagus, tentang perbankan.
“Dia sudah pulang, belum dapat kerja sehingga bantu-bantu kami. Adik-adiknya yang lain juga sudah tamat sekolah, dan kami sudah agak ringan,” urainya masih dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya. Jika dulu, dia sering membuat kue, keripik dan aneka cemilan lainnya yang dibawa suaminya untuk jualan keliling kampung, kini Bank NTT sudah menyiapkan sebuah pusat penjualan produk UMKM, namanya UMKM Fularosa, yang dibangun diatas tanah paroki setempat, tepatnya di Desa Eban, Miomafo Barat-TTU. Di lokasi inilah, ada harapan baru bagi mereka untuk menatap hari esok.*/)HumasBankNTT/Boy
Edito: Laurens Leba Tukan