KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Mungkin Judul di atas tak berlebihan untuk menggambarkan sekilas tentang eksistensi Organisasi Masyarakat (Ormas) Garda Triple X Flobamora, yang akhir – akhir ini menyita perhatian masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya Kota Kupang.
Kehadirannya di Kota Kupang sejak didirikan (21 Agustus 2021) Garda Triple X memberi warna tersendiri dalam setiap dinamika kehidupan sosial Kota Kupang.
Keaktifannya dalam memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan bagi orang – orang kecil atau kaum yang terpinggirkan di Kota ini, berhasil menyita perhatian publik, khususnya warga NTT, termasuk warga diaspora.
Beragam aktivitas sosial telah mereka torehkan di Kota yang kerap dicap sebagai Kota Kasih ini. Semua itu mereka lakukan dalam spirit keadilan dan kemanusiaan bagi semua orang tanpa terkecuali. Terutama masyarakat tertindas.
Spirit ‘Memanusiakan Manusia’ sebagaimana moto dari Ormas ini telah mereka tunjukan dalam setiap aksi yang mereka lakukan selama setahun terakhir. Sejak berdiri, mereka memberi diri kepada sesama.
Sejauh pengamatan penulis, selama berada di antara mereka, mereka boleh dikatakan begitu sensitif terhadap isu – isu kemanusiaan.
Tanpa diminta, mereka senantiasa hadir di tengah – tengah warga masyarakat yang membutuhkan, termasuk warga yang menjadi korban ketidakadilan secara multisektor.
Belakangan, bersama ormas yang lain, mereka aktif bahkan menjadi garda terdepan dalam mengadvokasi kasus pembunuhan Ibu dan Anak (Astrit Manafe dan Lael Maccabe) di Kota Kupang yang viral selama kurang lebih setahun belakangan.
Mereka bersinergi dengan keluarga dan Pengacara mengawal kasus ini sampai pada tahap putusan pengadilan. Tak hanya itu, saat ini mereka juga tengah bekerja sama dengan komunitas lain, mendampingi korban perdagangan manusia di Kota Kupang.
Sejarah Garda
Mengikuti perkembangan organisasi ini, dalam benak anda mungkin membayangkan kalau organisasi ini didirikan atau perkumpulan bekas mahasiswa, bekas aktivisi beken di Kota ini, yang pandai bicara tentang isu – isu kemanusiaan di media.
Atau yang lihai membangun narasi tentang kebijakan – kebijakan pemerintah yang diduga tak berakibat pada kesejahteraan rakyat. Yang kerap bicara tentang nasib sesame di balik ruangan ber- AC.
Mungkin juga sempat membayangkan kalau Garda Triple X Flobamora sebagai organisasi bentukan politisi, yang tugasnya membangun pencitraan demi mengais simpaty publik menjelang hajatan – hajatan politik itu tiba.
Bukan, Garda Triple X bukan kumpulan orang – orang seperti itu. Mereka merupakan eks warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang pernah tersandung kasus hukum, lalu keluar dengan suatu kesadaran baru, yang melihat kemanusiaan di atas segalanya.
Mereka memang tidak pandai bicara tentang isu kemanusiaan. Mereka hanya bisa berbicara dengan melakukan aksi nyata membela kemanusiaan sesama tanpa sekat apapun.
Bagi mereka kemanusiaan tak punya suku dan agama. Karena itu ketika berbicara kemanusiaan tak ada sekat selain kemanusiaan itu sendiri. Dalam berbagai aksi kemaunisaan yang berhasil mereka lakukan, mereka membantu dengan mengandalkan swadaya bukan dengan proposal.
Yosep Polce Kosad salah satu penggagas Garda Triple X dalam suatu kesempatan menyampaikan bahwa tujuan berdirinya Garda Triple X ialah untuk menepis stigma buruk yang selama ini kerap dilekatkan pada warga eks binaan atau napi.
Bahwa Napi itu kumpulan orang – orang jahat, tukang kriminal dan tidak bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Padahal menurut Polce, seseorang dipenjara tak selamanya karena dia orang jahat, tetapi kondisi yang memaksa dia harus melakukan kejahatan, misalnya karena ditekan, dikriminalisasi atau diperlakukan secara tidak adil.
Namun, Polce juga tak menampik bahwa kebanyakan yang masuk penjara, juga karena kekhilafan sendiri. Jadi motif orang masuk penjara itu beragam.
“Pertama kotong (kami) bakumpul (berkumpul) itu supaya orang jangan anggap remeh kotong, bahwa karena kotong nakal, jadi kotong sonde (tidak) bisa. Jadi waktu kotong berdiri pertama, kotong menjaga keamanan Gereja dan Masjid setiap hari raya, bersih Gereja, dengan segala keterbatasan kotong,” ujar Polce.
Mengenai nama Garda Triple X, Polce menjelaskan bahwa Garda itu berarti terdepan, sementara X itu bisa dimaknai, pertama diartikan sebagai symbol stop. Bahwa ketika sudah di luar atau sudah bergabung dalam Garda Triple X, harus mempunyai komitmen untuk stop membuat criminal, stop masuk penjara. Harus bertobat. Sementara Triple X, ingin menjelaskan kumpulan orang – orang yang datang dari beragam atau berbagai latar belakang kasus.
“Intinya bahwa yang tergabung dalam Garda itu bukan hanya terlibat dalam satu kasus saja,” ujar Polce.
Adapun yang dilakukan Garda agar anggotanya tidak lagi terjerumus dalam perbuatan – perbuatan yang melanggar hukum ialah dengan memperbanyak agenda kegiatan sosial.
“Garda selalu melakukan aksi – aksi sosial. Aksi – aksi kemanusiaan, sehingga pandangan publik tentang warga eks napi itu bisa berubah dari buruk menjadi lebih poitif dengan melihat kegiatan – kegiatan yang dilakukan,” kata Wakil Ketua Garda Triple X Flobamora ini.
“Prinsip Kami sederhana, kotong akan mengisi dengan berbagai aksi sosial. Menjadi manusia yang baik. Kita ini kan diibaratkan sebagai kertas yang kusam. Jadi agar kertas yang kusam ini bernilai atau berharga di mata orang lain, maka harus diisi dengan tulisan – tulisan yang berguna, yang bermanfaat dan berkualitas,” tegas Polce.
Di akhir obrolan, Polce menyarankan kepada seluruh masyarakat Flobamora agar jangan pernah masuk penjara.
“Masuk penjara itu sangat tidak enak. Pikiran Anda boleh ke mana – mana tetapi badan anda dikurung di tempat. Lu punya badan itu tidak pernah dihargai oleh manusia yang ada di Penjara. Semua yang rusak di muka bumi ini ada di dalam penjara. Yang paling jahat, ada di penjara tetapi orang paling baik yang jadi korban pemfitnaan juga ada di dalam penjara. Jadi, sebaiknya jangan pernah masuk penjara,” katanya.
Senada dengan Polce, Ketua Umum Garda, Narki Hari juga mengimbau kepada seluruh masyarakat NTT agar menjaga diri dan keluarga dengan baik, jangan sampai melakukan hal – hal yang melanggar hukum.
Kepada warga binaan yang saat ini sedang menjalani hukuman, Narki mengimbau agar keluar dan bertobat serta menjalani kehidupan yang normal. Berguna bagi orang lain.
“Kalau dulu kita dianggap orang buangan, saatnya kita tunujukan kalau orang buangan itu bisa diandalkan sebagai batu penjuru,” tandasnya.*/)OesTanaGe