ADONARA,SELATANINDONESIA.COM – Memori publik seakan melupakan sebuah peristiwa alam yang terjadi di Desa Kolilanang, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, 14 tahun silam.
Peristiwa alam yang mengancam keselamatan warga desa Kolilanang serta tiga desa lain yaitu Koli Petung, Tikatukang dan Lamahoda itu belum ada tindak lanjut penanganan. Sempat ada proyek pembangunan talud dengan nilai Rp 2 miliar namun menurut warga terdampak, proyek tersebut tidak memberi dampak pada keselamatan warga.
Penjabat Bupati Flotim, Doris Alexander Rihi dipastikan akan meninjau bekas bencana tanah bergeser di Desa Kolilanang pada Selasa 2 Agustus 2022. “Besok saya ke Kolilanang untuk meninjau bekas bencana yang terjadi tahun 2008 lalu. Kita bersama Dinas Teknis melihat langsung kondisi di lapangan untuk selanjutnya kita ambil langkah – langkah penanganan,” sebut Penjabat Bupati Flotim Doris Alexander Rihi kepada SelatanIndonesia.com, Senin (1/8/2022).
Kepala Bagian Prokopim Setda Flotim Yohanes Ibi Hurint menginformasikan, Penjabat Bupati Flotim dijadwalkan melakukan kegiatan penyerahan kunci hunian tetap rumah korban bencana di Desa Narasosina, Kecamatan Adonara Timur pada Pkl. 08.20 Wita.
“Selanjutnya menuju Desa Kolilanang untuk meninjau lokasi bekas bencana tahun 2008 yang lalu di Desa Kolilanang pada Pkl. 09.50 Wita.
Untuk diingat, dilansir dari okeson.com, lebih dari 1.100 warga yang menetap di Kampung Kolilanang, Desa Kolilanang, Pulau Adonara Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur dievakuasi menyusul turunnya permukaan tanah yang kini mencapai dua meter lebih.
Turunnya permukaan tanah membuat warga semakin panik karena takut perkampungan padat penduduk itu tenggelam. Sebelum kondisi ini terjadi, desa tersebut tertimpa tanah longsor, setelah hujan lebat mengguyur wilayah tersebut. Malah hingga saat ini, hujan masih mengguyuri desa berpenduduk 1.137 jiwa atau 287 KK itu.
Wakil Bupati Flotim (saat itu) Yoseph Lagadoni Herin, yang dihubungi, Selasa (11/3/2008) mengatakan, telah melakukan peninjauan ke lokasi, pekan lalu.
Menurutnya, bencana tersebut terjadi sejak akhir Februari lalu setelah sebelumnya terjadi tanah longsor. “Sebelum musibah itu terjadi, daerah itu diguyuri hujan lebat. Curah hujan yang cukup tinggi ini diduga sebgai penyebab turunnya permukaan tanah,” kata Yusni.
Empat rumah penduduk milik Thomas Ola Rotok, Lodo Mean Tupen, Masan Ama dan Hada Make rusak berat dan puluhan lahan pertanian dan perkebunan yang dipadati kelapa, pinang, kakao, pisang, kemiri dan vanili tumbang dan sebagian hilang tertimbun tanah longsor.
“Tidak ada korban jiwa, tetapi terjadi patahan seluas seluas tiga hektar lebih, sehingga menyebabkan penurunan permukaan tanah. Kedalaman sudah mencapai dua meter lebih,” katanya.
Dia menambahkan, areal tanah di perkampungan itu terus bergeser ke arah barat. “Warga sudah dievakuasi lokasi yang lebih aman,” ujarnya.
Pemerintah setempat telah menyurati pimpinan Institut Teknologi Nasional Malang agar mengirim ahli geologi ke Desa Kolilanang untuk melihat dari dekat gejala alam yang sedang terjadi itu. “Kehadiran ahli geologi sangat penting untuk membantu pemerintah mencari solusi atas masalah tersebut,” katanya.
Masyarakat setempat telah dihimbau untuk waspada dengan tidak lagi menghuni lokasi tersebut. “Bantuan darurat berupa terpal dan makanan akan dikirim agar membantu warga yang kini mengungsi,” katanya.***Laurens Leba Tukan