Bank NTT Pernah Untung Rp 1 Triliun di Transaksi Surat Berharga, 50 M Itu Risiko Bisnis

1933
Kuasa Hukum Bank NTT, Apolos Djara Bonga, SH (tengah) didampingi Kepala Devisi Rencorsec dan Legal Bank NTT, Endri Wardono dan Konsultan Media Bank NTT Stenly Boimau ketika memberikan keterangan kepada wartawan di Kedai Kopi Petir, Kota Kupang, Selasa (14/6/2022) Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – PT Bank Pembangunan Daerah atau Bank NTT secara gamblang menjelaskan tentang transaksi Surat Berharga. Penjelasan itu untuk menjawab berbagai presepsi miring tentang Bank NTT.

Melalui Kuasa Hukumnya, Apolos Djara Bonga, SH dijelaskan, PT. BPD NTT sejak Tahun 2011 telah melakukan transaksi Surat Berharga sesuai dengan ketentuan yang ada pada PT. BPD NTT. “Sama halnya transaksi dengan PT. SNP Finance sesuai prosedur, metode dan cara yang sama PT. BPD NTT telah mendapatkan keuntungan kurang lebih Rp 1.000.000.000.000, (satu Triliun rupiah). Dan pada tahun 2018 baru terjadi resiko bisnis dengan PT. SNP Finance senilai Rp 50.000.000.000,” sebut Apolos kepada wartawan di Kedai Kopi Petir Kupang, Selasa (14/6/2022).

Apolos juga menjelaskan, sebelum melakukan transaksi Medium Term Notes (MTN), PT. BPD NTT sudah melakukan uji tuntas atau Due Diligence  terhadap PT. SNP Finance sesuai Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-412/BL/2010 Tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang.

“Bahwa kedudukan hukum PT. SNP Finance adalah Legal, maka dalam proses pengembalian uang Rp 53.120.833.333, tercatat di Bundel Pailit yang ada pada Tim Kurator,” sebutnya.

Ia menambahkan, transaksi MTN senilai Rp 50.000.000.000, tidak saja terjadi pada PT. BPD NTT tetapi terjadi juga pada Bank umum lainnya dalam jumlah yang cukup besar, hal ini dianggap sebagai resiko bisnis.

“Dari Rapat Umum Pemegang Saham PT. BPD NTT menyatakan bahwa transaksi MTN senilai Rp 50.000.000.000, dianggap resiko bisnis,” ujarnya.

Apolos menegaska, ada interpretasi, anggapan atau asumsi subyektif yang berlebihan dari oknum atau kelompok tertentu dalam menanggapi persoalan MTN tersebut dengan tujuan mendiskreditkan kredibilitas PT. BPD NTT. “Bahkan cenderung menyerang kehormatan Dirut PT. BPD NTT. Hal ini dapat berimplikasi hukum terhadap oknum atau kelompok yang memberikan pendapat dan atau pernyataan yang tidak berdasarkan hukum,” ujarnya.

Apolos yang juga Sekjen Kongres Advokad Indonesia ini mengatakan, transaksi pembelian Medium Term Notes (MTN) pada Tanggal 22 Maret 2018 sebesar Rp 50.000.000.000,(Lima Puluh Miliar) atas MTN VI PT. Semprima Nasamtara Pembiayaan (SNP) Finance Tahap I dengan Pengikatan Fiducia dengam Bank BNI sebagai Wali Amanat, dengan Akta Pemberian Jaminan secara Fiducia MTN VI SNP Tahap 1 dengan Sertifikat Fiducia Nomor W.10.00239768 AH05.01 Tahum 2018 Tanggal 20 April 2018 di Kantor Wilayah DKI Jakarta.

“Bahwa transksi pembelian MTN tersebut diatas dilakukan dengan mengirum dana via RTGS Tanggal 22 Maret 2018 sudah sesuai dengan mekamsme dan ketentuan yang diatur atau berlakan pada PT. BPD NTT,” katanya.

Ia menambahkan, pada awal Mei 2013 PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance mengajakan Permohonan Pengajuan Penundaan Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadidan Ncgeri Jakarta Pusat dengan Nomor 52/Pdt.Sus.PKPU/2018, selama 36 Hari, dilanjutkan dengan Permohonan PKPU 90 Hari, maka pada tanggal 27 Oktober 2018 PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan Fimance dinyatakan Pain okeh Pengadilan Niaga:

“Bahwa selain Keputusan Pengadilan Niaga tersebut OJK telah membekukan kegatan PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance, Surat tersebut dikeluarkan OJK pada Tanegal 14 Mei 2018, 21 Juni 2018 dan 9 Juli 2018. Pada tanggal 25 November 2019, Tim Kurator yang menangam PKPU PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance, mengundang Kreditur ermasak Kuasa Hukum PT. Bank Pembangunan Daerah NTT untuk mengajukan Tagihan pada tanggal 13 November s.d. 23 November 2019,” sebutnya.

Dijelaskan lagi, pada tanggal 9 November 2018 PT. Bank Pembangunan Daerah NTT mengajukan Surat Perihal Tagihan Piutang terhadap PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance dengan Total Rp 53.120.833.333, dengan rincian tagihan pokok senilai Rp 50.000.000.000, dan bunga senilai Rp 3.120.833.333.

“Tagihan yang diajukan oleh PT. BPD NTT tersebut telah diterima dan dicatat oleh Tim Kurator, selanjutnya Tim Kurator memberikan daftar list dokumen yang berfungsi sebagai Tanda Terima. Proses penyelesaisn oleh Tim Kurator masih terkendala oleh karena proses penyidikan oleh Bureskrim Mabes Polri dimana atas harta PT. SNP Finance dalam sitaan berupa uang senilai Rp 52.000.000.000, pada rekening Bank Mandiri,” ujarnya yang didampingi Kepala Devisi Rencorsec dan Legal Bank NTT, Endri Wardono  dan Konsultan Media Bank NTT Stenly Boimau.***Laurens Leba Tukan

 

Center Align Buttons in Bootstrap