HUT Kota Kupang dan Gagasan Cerdas Arsitek Urban Designer Don Arakian

385
Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore didampingi Don Arakian saat pengresmian nama Jalan Frans Lebu Raya di Kelurahan TDM Kota Kupang, Jumat (22/4/2022) Foto:Dokumen DonArakian

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM –  Hari ini 25 April 2022, Kota Kupang genap berusia 26 tahun sebagai Daerah Otonomi dan genap 136 tahun usianya sebagai Kota Kupang. Tidak bisa dipungkiri, secara fisik perkembangan Kota Kupang beberapa tahun belakang ini menunjukan perkembangan yang signifikan.

Meski demikian, dari aspek aristektur maupun penataan ruang,  sebenarnya masih menyisahkan pekerjaan rumah yang lumayan untuk dibereskan. “Sebagai contoh dari aspek arsitektur, kita sesunguhnya sudah punya Perda Bangunan Gedung yang mensyaratkan bagaimana implementasi arsitektur setempat pada setiap desain bangunan gedung. Salah satu alat kendali sesungguhnya ada pad Tim Profesi Ahli (TPA) yang bertugas memberikan advis pada saat Proses Perijinan Bangunan Gedung (PGB) sebelumnya IMB. Tugas TPA ini sekaligus mengendalikan Tata Ruang, sehingga orang/para pihak tidak boleh membangun diatas ruang yang bukan peruntukanya,” sebut Arsitek dan Perancang Kota/Urban Designer dari Unwira Kupang, Ar. Don Ara Kian, ST, MT, IAI kepada SelatanIndonesia.com, Senin (25/4/2022).

Don Arakian juga punya pandangan tersendiri tentang Kota Kupang yang harus punya ikon, layaknya dengan kota-kota lain di Indonesia dan dunia. Disebutkan, secara teori ikon sama maknanya dengan citra yakni rata-rata pandangan orang akan elemen fisik sebuah kota ketika berkunjung ke sebuah kota. “Dan itu akan terus hidup di imaji orang tersebut, dan ini itu harus direncanakan dan dirancang. Bagi saya, menobatkan salah satu elemen fisik di Kota Kupang untuk menjadi ikon/citra saat ini secara teori belum ada, yang ada saat ini adalah klaim orang-orang,” sebut Don Arakian.

Pria kelahiran Sandosi, Adonara ini menyebut, elemen citra yang sesungguhnya harus direncanakan dan dirancang agar terintegrasi dengan tata ruang dan secara fisik arsitekural  mencirikan karakter  sosial budaya masyarakat Kota Kupang yang heterogen. “Menurut saya, tentang ikon Kota Kupang, sebaiknya disayembarakan saja desainya,” ujar dia.

Tentang kebutuhan warga Kota Kupang terhdap ruang terbuka hijau, Don Arakian mengatakan, dari aspek regulasi menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, alokasi ruang terbuka hijau perkotaan itu berkisar antara 20-30 % luasan kota.

“Untuk mendeteksi kepincangan/devasi ini perlu survey yang benar. Namun dari kondisi eksisting RTH  yang ada saat ini dan oleh Pemkot suda mulai melakukan upaya penataan, menurut saya baik adanya. Namun yang mesti diberi catatan adalah pentingnya Masterplan Ruang Terbuka Hijau ini untuk mengidentifikasi potensi, masalah dan peluang pengembangan dalam sebua kerangka masterplan pengembangan yang terintegrasi. Karena setiap ruang pasti memiliki makna ruang yang berbeda-beda,” jelasnya.

Kota Kupang yang beranda depannya langsung berhadapan dengan laut, sesungguhnya punya potensi besar. Pasalnya, berdasarkan sejarah perkembangan Kota Kupang dari masa  ke masa, Kota Kupang dikenal sebagai salah satu kota Bandar terbersar oleh karena garis pantainya yang sangat panjang sekaligus menjadi tempat berdagang cendana di jamannya.

Don Arakian punya gagasan cemerlang akan potensi yang dimiliki Kota Kupang sebagai kota yang beranda depanya berhadapan dengan laut. “Fungsi ini mesti dikembalikan dengan menjadikan pantai Kota Kupang sebagai beranda kota atau lebih dikenal dengan Watter Front City. Kota pantai yang wajib memberi akses untuk semua warga kota boleh melakukan aktivitas di ruang tersebut, bukan malah privatisasai ruang pantai,” sebut Don Arakian.

Soal Drainase Kota Kupang yang saban tahun menjadi petaka bagi warga Kota Kupang dikala musim hujan, Don Arakian berpendapat, drainase akan selalu dan terus menjadi momok jika tidak diantisipasi sumber masalanya. “Menurut saya sumber masalahnya ada pada sistem drainase, dimana sejatinya mesti dibuat dalam sebuah studi masterplan drainase yang out putnya adalah sistem atau tata kelolah pembuangan sumber air permukaan. Tentu akan banyak fariabel yang akan dipertimbangkan dalam proses studi tersebut, diantaranya tingkat kepadatan, kondisi eksisting drainase buatan maupun drainase alam yang suda ada,” sebut Don Arakian.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap