Srikandi Golkar Inche Sayuna: Penetapan UU TPKS, Instrumen Penting Pembangunan Peradaban

304
Sekretaris DPD I Golkar NTT dan juga Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche Sayuna. Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kendati menyita waktu selama enam tahun dalam pembahasan yang berkepanjangan di kalangan DPR RI, akhirnya pada Selasa (12/4/2022), lembaga wakil rakyat itu resmi mengesahkan RUU TPKS menjadi Undang-Undang.

Lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disambut gembira oleh srikandi Golkar NTT yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Dr. Inche Sayuna. “Setelah melewati sebuah proses yang panjang, akhirnya RUU TPKS telah ditetapkan menjadi Undang-Undang TPKS tepat di hari ini,” sebut Inche Sayuna kepada SelatanIndonesia.com, Selasa (12/4/2022).

Politisi asal Kabupaten TTS ini mengatakan, sebagai seorang yang konsern terhadap isu perempuan dan anak, ia sangat bergembira kehadiran Undang-Undang TPKS ini. Pasalnya, sebagaimana diketahui bersama bahwa, tidak semua hal terkait kekerasan seksual diatur dalam Undang-Undang. Bahkan, masih terdapat kekosongan perlindungan hukum terhadap kekerasan seksual. “Kita memerlukan landasan hukum yang komperhensif dalam penanganan kasus kekerasan seksual terutama yang berpihak pada korban. Pada titik inilah negara perlu hadir untuk menjawab persoalan ini,” sebut Inche Sayuna.

Mnurut dia, UU PKS penting ada sebagai instrumen membangun peradaban bangsa yang berkemajuan dan berkeadilan bagi seluruh warga negara agar bebas dari segala bentuk ketidakadilan  termasuk kekerasan dan diskriminasi.

Inche Sayuna menguraikan, secara defacto, terjadi tren peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun. Data Komnas Perempuan menunjukkan, dalam 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792%, atau 8 kali lipat. Pada tahun 2019 tercatat 431.471 kasus. Sejak masa pandemi ini, angka kekerasan terhadap perempuan kenaikannya mencapai 75%, sebanyak 14.719 kasus, yaitu 75,4% di ranah personal (11.105 kasus), 24,4% di ranah komunitas (3.602 kasus), dan 0,08% dalam ranah negara (12 kasus). Dari 3.062 kasus terjadi di ranah publik sebanyak 58%.

Disebutkan Inche Sayuna, dalam konteks NTT menurut data yg dipublis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak NTT, juga menunjukkan tren yang sama. “Kasus kekerasan seksual paling banyak dialami oleh perempuan dan anak. Dengan hadirnya UU TPKS akan menjadi payung hukum yang komprehensif untuk melindungi perempuan dan anak terhadap kasus kekerasan  seksual dan akan meberi efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual,” ujarnya.

DPR RI Sahkan UU TPKS

Dilansir dari detikcom, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Selasa (12/4/2022).

Ada momen Ketua DPR RI Puan Maharani, yang memimpin sidang, terharu dan menitikkan air mata. Puan terharu saat menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya kepada berbagai pihak yang turut andil dalam proses pembuatan UU tersebut. Suara Puan terdengar menahan isak sebelum menitikkan air mata.

“Perkenankan pula kami atas nama pimpinan Dewan menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pimpinan dan anggota Baleg DPR RI yang telah menyelesaikan pembahasan RUU ini dengan lancar,” ujar Puan diiringi riuh tepuk tangan oleh peserta sidang dan koalisi LSM perempuan yang hadir di ruangan.

Puan mengatakan, pengesahan RUU TPKS menjadi UU merupakan hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia. “Pengesahan RUU TPKS menjadi UU adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia. Apalagi menjelang Hari Kartini,” kata Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu.

“Hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita, karena UU TPKS adalah hasil kerja sama bersama sekaligus komitmen bersama kita,” lanjutnya.

Dia berharap, implementasi RUU TPKS yang kini disahkan menjadi UU akan dapat menyelesaikan kasus kekerasan seksual dan perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia.

Rapat paripurna pengesahan RUU TPKS tersebut dihadiri oleh sejumlah koalisi LSM perempuan dan kalangan aktivis, antara lain LBH APIK, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

9 Jenis Kekerasan Seksual yang Diatur:

UU TPKS ini mengatur 9 jenis kekerasan seksual. Dalam draf UU TPKS yang diterima detikcom, Selasa (12/4/2022), UU TPKS itu memuat 9 jenis kekerasan seksual. Sebelumnya, dalam draf RUU TPKS dan DIM, ada 7 jenis kekerasan seksual.

Adapun 9 jenis kekerasan seksual ini diatur dalam Pasal 4 ayat 1. Berikut ini bunyi pasalnya:
Pasal 4 (1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik. ***/dtc) Laurens Leba Tukan

 

Center Align Buttons in Bootstrap