WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Saat ini, Kabupaten Sumba Tengah menjadi satu-satunya kabupaten di Provinsi NTT yang jumlah kasus stunting paling rendah hingga mencapai angka satu gigit yaitu 8,8 persen. Bahkan, Kabupaten yang kini dipimpin oleh Paulus S. K. Limu itu bertekad untuk membawa Kabupaten Sumba Tengah pada tahun 2023 berada pada 5 persen angka stunting.
“Sesuai target RPJMD Kabupaten Sumba Tengah sampai pada akhir Tahun 2023, Kasus Stunting berada diangka 5 persen,” sebut Bupati Sumba Tengah Paulus S. K. Limu melalui Kepala Dinas Kesehatan Ridho DJ. Samani, M.Kes kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (27/3/2022).
Dijelaskan Kadis Samani, penanganan Stunting di Kabupaten Sumba Tengah dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 mengalami penurunan. “Terjadi penurunan jumlah kasus karena adanya konvergensi Program dan Kegiatan di berbagai Perangkat Daerah dalam Penanganan Stunting yang tertuang dalam Keputusan Bupati tentang Penanganan Stunting di Kabupaten Sumba Tengah,” sebutnya.
Dalam Keputusan Bupati Sumba Tengah tersebut dijabarkan beberapa aksi strategis penanganan stunting diantaranya penunjukan Bapa/Mama Asuh Stunting, Penguatan Kelembagaan dan Fungsi KPM, Kader Posyandu, Lembaga Keagamaan, dan PPA yang ada diwilayah Kabupaten Sumba Tengah. “Atas Perintah Bupati, setiap Bapa/Mama Asuh bertanggungjawab untuk mengawasi dan memantau perkembangan anak asuh Stunting di desa masing-masing melalui Pemberian Makanan tambahan, Susu, Telur, Vitamin, sesuai dengan Standar Gizi yang sudah ditetapkan,” jelasnya.
Kadis Samani menambahkan, kendala yang dihadapi dalam penanganan stunting di Sumba Tengah adalah bagaimana menjamin ketersediaan dan kecukupan pangan yang memenuhi standar gizi yang cukup di keluarga. “Untuk hal tersebut melalui Program Food Estate telah dikembangkan jenis Padi Inpari Nutri Zinc yang nantinya akan diberikan kepada keluarga yang memiliki anak stunting,” katanya.
Disebutkan, ada Kolaborasi Intervensi Sensitif dan Spesifik yang ditunjang oleh Pembangunan Rumah Mandiri, Penyediaan Sarana Air Bersih, Pengembangan Holtikultura dan Bantuan Pengembangan ternak kecil berupa bebek dan itik pada Kelompok Masyarakat yang diharapkan dapat menunjang perbaikan Ekonomi Masyarakat yang berdampak pada perbaikan gizi keluarga.
Terpisah, Ketua Pokja Penanganan Stunting Provinsi NTT, Ir. Sarah Lery Mobeik menyebutkan, seluruh Kota dan Kabupaten di NTT hanya Kabupaten Sumba Tengah yang saat ini (Februari 2022) berada pada prosentase terendah satu digit yaitu 8,8 persen. “Sumba Tengah total coverage (pencakupan)nya paling rendah seluruh NTT yaitu hanya 7.635 anak balita, dan posisi terakhir ada di 8,8 persen,” Sarah Lery Mboeik kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (27/3/2022).
Dua Kabupaten lain yang total coverage terendah adalah Kabupaten Nagekeo dengan jumlah 11.376 anak balita dengan posisi terakhir 10,4 persen. Dan, Kabupaten Ngada dengan jumlah 10.918 anak balita dengan posisi terakhir ada pada 10,6 persen. Sedangkan Kabupaten denga total coverage tertinggi ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sebanyak 41.707 anak balita dengan posisi stunting 29,8 persen (data Februari 2022).
Lery Mboeik menjelaskan, dari evaluasi hasil operasi timbang periode Februari 2022 yang dilakukan pada 18/3/2022 diperoleh sasaran balita tanhun 2022 sebanyak 548.249 balita. Dari data tersebut, balita ditimbang hingga priode Februari 2022 sebanyak 414.362 balita atau 75,6 persen. Sedangkan, sasaran balita yang telah diinput melalui ePPGBM periode Februari 2022 sebanyak 414.362 atau 100 persen.
“Hasil status gizi balita periode Februari 2022 adalah Stunting sebanyak 91.032 balita atau 22,0 persen, Wasting sebanyak 42.068 balita atau 10,2 persen dan Underweight sebanyak 95.179 balita atau 23,0 persen,” jelas Lerry Mboeik.***Laurens Leba Tukan