KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Sejumlah tokoh Nusa Tenggara Timur mendeklarasikan diri sebagai Komite Referendum Konstitusi. Komite yang dipimpin oleh Pius Rengka itu pada Senin (21/6/2021) silam melakukan deklarasi di Kupang dan menyatakan dukungan agar masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang menjadi tiga periode.
Meski menuai kontroversi, namun gelora perjuangan Komite Referendum Konstitusi itu kini menyentuh sampai ke pusat kekuatan Partai Politik. Sebagaimana kini hangat diperbincangkan, Ketua Umum DPP PKB dan Golkar mulai mengkaji secara serius usulan publik tentang perpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.
“Saya kira, fenomena ini hanya mempertegas bahwa gagasan yang kita ajukan dari NTT itu kian meluas dan melebar ke mana-mana, sekurang-kurangnya telah menyentuh sampai ke beberapa pusat kekuatan Partai Politik,” sebut Ketua Komite Referendum Konstitusi, Pius Rengka kepada SelatanIndonesia.com, Senin (28/2/2022).
Kendati ia enggan menyebutnya sebagai legitimasi atas semangat yang digelorakan para tokoh NTT setahun silam, namun gagasan dari NTT telah meluas memberi warna diskursus demokrasi di tanah air. “Tentu saja blocking politik selalu menjadi implikasi yang niscaya, tetapi saya kira gagasan Komite Referendum Konstitusi itu sebagai tema diskursus politik yang tidak berhenti. Saya tahu, di sebagian besar rakyat di tanah air menyambut gagasan ini. Saya mengikutinya melalui aneka group sosial media dari beragam group yang saya ikuti. Di kawasan Timur Indonesia, tampaknya gagasan itu terus menguat,” ujar Pius Rengka.
Langkah strategis lanjutan yang bakal dilakukan Komite Referendum Konstitusi yang dipimpinnya adalah tetap melakukan konsolidasi gagasan. “Saya kira pernyataan Pak Melky Mekeng, Wakil Ketua Umum DPP Golkar itu menarik ketika dikatakannya, hanya kitab suci yang tidak perlu diubah. Itu artinya, secara substantif, beliau mau mengatakan konstitusi pun dapat diubah jika masyarakat umumnya mau mengubahnya,” kata Pius.
Ia berpesan kepada para Ketua Umum Parpol agar mencermati seluruh perkembangan politik dan berkembanglah dalam seluruh cermatan opini rakyat. “Para pengurus partai politik itu adalah kumpulan orang yang memiliki kepedulian terhadap opini rakyat yang diwakilinya. Dan, dinamika politik sedang berjalan sangat dinamis di tahun padat politik ini, meski saya sendiri selalu berpikir amandemen konstitusi itu penting sebagai dasar pijak gerakan politik selanjutnya agar segala sesuatu yang mengikutinya ikut berubah sesuai tuntutan amandemen,” jelasnya.
Disebutkan Pius Rengka, Komite Referendum Konstitusi akan tetap terus berlangkah, dan akibatnya langkah yang diambil sebagaimana kini sedang fenomenal terjadi. “Saya melihat semua gejala ini adalah fenomena permukaan dari sebuah gunung es dari bangunan struktur dinamika pemikiran di arus bawah. Organisasi partai politik sekaliber Golkar saja sudah membahas tema ini secara sangat serius. Begitu pun PKB. Saya lihat partai lain masih membuat kalkulasi politik di tengah arus pendapat yang berbeda arah. Tak mengapa, fenomena dan dinamika politik memang tidak selalu berjalan linear, kecuali jika kita hanya suka berpikir sederhana seturut logika formal di dalam kelas-kelas kecil,” katanya.
Menurut Pius, dinamika diskursus perpanjang masa jabatan Presiden dan atau masa jabatan Presiden Jokowi tiga periode, akan mendapatkan formasi legitimasi dan legalitasnya seturut hukum dinamika politik itu sendiri. “Kita tidak perlu menjadi ekstrimis sempit dan radikal dangkal hanya karena bertolak dari cara berpikir berbeda. Partai-partai politik besar sedang berdinamika dan sedang berhitung dengan cermat,” sebutnya.
Jangan Ganti Nakhoda Saat Kapal Sedang Berlaju Kencang
Diberitakan sebelumnya, Gelora Referendum terhadap perubahan pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang pembatasan masa jabatan Presiden kian menggema. Sejumlah tokoh di Provinsi NTT diantaranya Pius Rengka, Dr. Imanuel Blegur, Caroline Noge, Hadi Djawas, Clarita R. Lino dan para aktivis peduli demokrasi lain membentuk Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT.
Gerakan itu digelorakan setelah mencermati rumusan Pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia hasil amandemen, yang menyebutkan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”, pada hakekatnya merupakan wujud pembatasan kedaulatan rakyat.
“Rakyat tidak diberikan kebebasan untuk menentukan Pemimpin Bangsa menurut hati nuraninya yang murni. Pada frase “dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”, jelas merupakan kungkungan konstitusi terhadap kehendak bebas rakyat untuk mewujudkan kedaulatannya dalam memilih pemimpin melalui pemilihan umum. Azas kedaulatan rakyat sejatinya memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih siapapun menjadi Pemimpin mereka sepanjang diyakini mampu mewujudkan pembaharuan dan kemajuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” sebut Wakil Ketua Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT, Dr. Imanuel Blegur di Kupang, Minggu (20/6/2021).
Ima Blegur mengatakan, semangat penegakkan kedaulatan rakyat, dan sebagai perwujudan kecintaan dan kepercayaan rakyat terhadap kinerja, karakter dan kompetensi kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Komite Referendum Rakyat NTT bertekad menggelar referendum secara langsung, terbuka dan bebas untuk mengetahui pendapat rakyat NTT.
Menurut Ima Blegur, sejumlah prestasi gemilang telah ditorehkan Presiden Joko Widodo tujuh tahun terakhir diantaranya, politik dan keamanan nasional semakin terjamin, pemulihan ekonomi dan pemulihan Covid-19 semakin membaik. “Prestasi-prestasi Pak Jokowi dalam memimpin Indonesia ini dengan karakter kepemimpinannya yang begitu unggul, kemudian Pak Jokowi juga sudah membawa Indonesia muncul sebagai salah satu kekuatan raksasa dalam pentas politik dan ekonomi dunia, juga beliau masih kuat, maka pantaslah kita mempertahankan beliau memimpin kembali,” katanya.
Dijelaskan Ima Blegur, referendum itu adalah mekanisme untuk mengetahui pendapat rakyat. “Kita dalam konteks ini berusaha untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Jadi kedaulatan rakyat itu sebaiknya ditentukan oleh pemilihan umum, karena itulah ekspresi paling dasar dalam kedaulatan rakyat. Jadi jangan kedaulatan rakyat itu dibatasi oleh konstitusi,” tegasnya.
Ia menambahkan, untuk mengetahui apa pendapat rakyat tentang kedaulatannya maka harus dibiarkan, jangan kemudian membatasi orang untuk tidak ikut pemilu dan biarlah rakyat yang memutuskan kalau memang rakyat tidak setuju pada pemimpin itu. “Kita harapkan adanya dampak positif, lewat Komite Referendum Rakyat NTT ini bisa tercipta kultur politik baru dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Kalau pemimpinnya masih kuat, masih sehat, berprestasi, karakternya bagus, jujur, demokratis kemudian memiliki kepribadian yang bagus dan cinta rakyat serta mampu membangun keadilan, mewujudkan pemerataan pembangunan, terus kita batasi dia menjadi pemimpin maka itu kan tidak logis dan itu bertentangan dengan hakikat kedaulatan rakyat,” jelas Ima Blegur.
Ia juga mengharapkan, gerakan referendum dari NTT ini bisa memantik pemikiran secara nasional untuk menyadari bahwa dalam kondisi seperti saat ini, ketika kepemimpinan masih sangat kredibel untuk melanjutkan pembangunan dengan mengukir prestasi prestasi seperti gemilang patut dipertahankan. “Ibarat kata, jangan kita mengganti nakhoda di saat kapal ini sedang berlayar kencang dan sudah melewati badai-badai yang besar dan sedang menuju kepada dermaga kesejahteraan rakyat. Kalau kita mengganti nakhoda di tengah jalan, bagi saya itu tidak rasional,” ujar Ima Blegur.
Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT, menggelar Deklarasi pada Senin (21/6/2021) di Lapangan Holywood, depan Rujab Bupati Kupang, Jalan, R. A. Kartini, Kelapa Lima Kota Kupang. Kabar tentang digelarnya deklarasi Referendum tentang masa jabatan presiden di Kupang, mendapat banyak perhatian dari kelompok masyarakat, bahkan kini menjadi topik diskusi paling hangat di Republik ini.***Laurens Leba Tukan