KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kajati NTT) Dr. Yulianto, SH,.MH mengaku sangat berhati-hati dalam menangani kasus MTN Bank NTT. Pasalnya, hingga kini belum ditemukan adanya unsur korupsi.
Bahkan, ia menyebut kerugian investasi MTN yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT dalam hasil audit pada 14 Januari 2020 silam, bisa menjadi risiko bisnis dari sebuah perusahaan.
“Apakah ini business judgement rule? Bisa terjadi. Karena kerugian negara dianggap sebagai risiko bisnis,” sebut Kajati Yulianto dalam jumpa pers bersama wartawan di Kantor Kajati NTT, Kamis (27/1/2022).
Yulianti yang pernah menjadi Ketua Penyidik dugaan korupsi Dirut Pertamina, Karen Agustiawan ini menjelaskan, kasus investasi MTN Bank NTT hampir sama dengan investasi yang dilakukan oleh PT. Pertamina pada tahun 2009 silam. Kala itu, Karen Agustiawan didakwa memutuskan investasi participating interest di blok BMG Australia, tanpa melakukan pembahasan atau kajian terlebih dahulu dan menyetujui PI blok BMG tanpa adanya due diligent. “Di putusan Mahkamah, PN kita menang, PT kita menang, Kasasi saya kalah. Dikatakan kerugian negara Rp 546 Miliar sebagai risiko bisnis,” sebut Kajati Yulianto.
Itu pasalnya, ia sangat berhati-hati dalam menangani kasus investasi MTN Bank NTT agar kejadian serupa jangan lagi terulang. Untuk pembanding, Yulianto membeberkan contoh kasus yang serupa tentang investasi MTN oleh Bank Daerah Sumatera Selatan. Menurut Yulianto, kasus yang terjadi di Sumatera Selatan merupakan tindak pidana korupsi, karena terbukti ada suap kepada oknum pegawai Bank.
Dijelaskan Kajati Yulianto, dalam kasus investasi MTN oleh Bank NTT, sampai saat ini Jaksa belum menemukan transaksi yang mengarah pada dugaan suap. “Ingat, di Sumsel itu ada feedbacknya maka bisa dikatakan korupsi,” tegas Yulianto yang mengaku bahwa NTT adalah rumah keduanya setelah Jawa Timur.
Ia menambahkan, sampai dengan kini, Kejaksaan Tinggi NTT belum menemukan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Kendati, sudah ada 17 transaksi yang berhasil diperoleh dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) namun dari total 17 transaksi tersebut, belum ada satupun yang mengarah ke dugaan suap maupun dugaan korupsi dalam investasi MTN oleh Bank NTT pada PT. SNP tahun 2018 dan 2019 silam. “Sudah ada 17 transaksi, tetapi belum ada yang saya pikir (korupsi,red) itu,” tegasnya.
Disebutkan Kajati Yulianto, proses penyelidikan semua berkas perkara di Kejaksan Tinggi Nusa Tenggara Timur dilaksanakan secara profesional. Bahkan, tidak ada niat dari Kajati NTT untuk memperlambat atau mempercepat sebuah perkara. “Semua perkara diselesaikan secara profesional dan transparan serta langsung diawasi publik,” katanya.
Pengamat Hukum Pidana Unika Widya Mandira Kupang, Mikael Feka mengatakan, jika ada tindak pidana dalam investasi MTN, maka jaksa berwenang menangani kasus tersebut. Namun, jika dalam proses penyelidikan ternyata bukan tindak pidana, maka penyelidikan perkara kasus MTN bisa dihentikan. “Kalau kasus MTN Bank NTT dalam penyelidikannya ternyata bukan tindak pidana tetapi kerugian bisnis perusahaan, maka penyelidikan bisa dihentikan,” katanya. ***/AB/Laurens Leba Tukan