Penulis Novel “Polisi Sampah” Sebut Randi Bajideh Juga Jadi Target Pembunuhan

552
Aksi 1000 Lilin Duka untuk Astrid dan Lael yang digelar Aliansi Peduli Kemanusiaan di Taman Nostalgia, Kota Kupang, Minggu (16/1/2022). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Tim Pencari Fakta Independent (TPFI) kasus pembunuhan terhadap Astrid Manafe dan anaknya Lael Maccabe, menemukan sejumlah fakta menakjubkan. Anggota TPFI yang juga penulis novel Polisi Sampah, Buang Sine mengungkapkan sebelum Randi Bajideh menyerahkan diri ke Polda NTT dan mengaku sebagai tersangka, Randi juga menjadi terget pembunuhan.

Ketika hendak menyerahkan diri di Polda NTT, ada upaya untuk membunuh Randi. Upaya untuk membunuh Randi telah terencana oleh oknum-oknum yang telah menawarkan diri untuk menghabiskan Randi, karena Randi adalah saksi kunci dari pembunuhan ini”, sebut Buang Sine dalam tayangan video yang diputar ketika Aliansi Peduli Kemanusiaan menggelar Aksi Damai Jilid V dan Panggung Rakyat di Taman Nosatalgia, Kota Kupang, (16/1/2022) sore hingga malam.

Diisebutkan Buang Sine, pernyataan oknum yang menawarkan diri untuk menghabisi Randi itu ada dalam inbox yang diperoleh TPFI dalam hasil penyelidikan. “Dan, sudah kami sampaikan dalam laporan TPFI kepada Bapak Kapolda NTT sehingga harapan kami Bapak Kapolda bisa menindaklanjuti temuan kami ini, agar bisa menemukan pelaku-pelaku lain dari pembunhan Astrid dan Lael,” ujar Buang Sine.

Dialog yang berisi tawaran dari oknum yang hendak membunuh Randi itu ditayang dalam pemutaran video Buang Sine. Mantan penyidik Polda NTT ini mengatakan, orang yang menawarkan diri untuk menghabisi Randi juga bukan dilakukan sekali melainkan dua kali upaya pendekatan dengan orang-orang tertentu untuk menghabisi Randi, karena Randi adalah saksi kunci.

TPFI menemukan fakta-fakta bahwa bukan Randy pelaku pembunuhan Astri dan Lael. Randy hanya membantu menguburkan kedua jenazah. Yang membunuh kedua korban adalah orang lain dan berjumlah lebih dari 2 orang. Ada juga percakapan antara dua orang berinisial F dan Q. Dalam percakapan tersebut, mereka menyebutkan kronologi sebenarnya dari kasus pembunuhan Astri dan Lael. Dalam pernyataan disebutkan bahwa Randy tidak terlibat dalam pembunuhan ini. Randi hanya berperan menguburkan mayat kedua korban. Kronologi dan pernyataan dari F dan Q sudah kami berikan kepada bapak Kapolda NTT,” ujar Buang Sine.

Tidak hanya itu, ia juga membeberkan, fakta penting yang ditemukannya bahwa pembunuh Astri dan Lael bukan R, tetapi ada orang lain. Hal ini diperkuat dengan keterangan SM, dan F, juga pernyataan Randy kepada orangtuanya dan keluarganya bahwa dia bukan pembunuh dan adanya upaya orang yang ingin membunuh Randi.

TPFI juga menemukan fakta lain, yakni adanya pernyataan dari keluarga Randy yang menyebut bahwa ketika Randy hendak menyerahkan diri ke Polda NTT, ia menyampaikan kepada keluarganya bahwa dia bukan pelaku pembunuhan. “Tangan Randy bersih. Hal ini dikuatkan dengan rekaman suara dari mama besar Randy. Fakta ini menunjukkan bahwa Randy bukan pembunuh Astri. Karena dia sendiri yang menyampaikan kepada keluarganya. Lantas siapa pembunuh sebenarnya? Mungkin penyidik dapat mendalami Randy dan menanyakan hal itu,” ujar Buang Sine.

Dalam Aksi Damai Jilid V itu turut hadir pakar hukum dari Undana Kupang, Dr. Dedy Manafe yang membedah dari aspek praktisi hukum dan Pdt. Emy Sahertian yang mengulas dari aspek perlindungan terhadap perempuan dan anak. Tampil dan berorasi dalam panggung rakyat itu sejumlah pimpinan ormas dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Peduli Kemanusiaan. Aksi damai itu ditutup dengan pembakaran 1000 lilin sebagai tanda duka terhadap matinya keadilan di NTT. ***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap