Keadilan yang Mahal Di Balik Meninggalnya Arkin Ana Bira, Tahanan Polsek Katikutana

568
Ibunda Alm. Arkin Ana Bira ketika meratapi kepergian anaknya yang masih misterius di Rumah Duka Perkampungan adat Waikawolu, Desa Malinjak, Kecamatan Katiku Tana Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Minggu (12/12/2021) Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

Oleh Laurens Leba Tukan

Hari menjelang malam, mendung tebal menyelimuti perkampungan adat Waikawolu, Desa Malinjak, Kecamatan Katiku Tana Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Minggu (12/12/2021). Raut wajah duka masih tergambar di setiap kerabat, keluarga dan handaitaulan yang melayat di rumah duka yang letaknya di sisi Barat perkampungan adat Waikawolu.

Seisi Kampung Adat Waikawolu dirundung duka atas meninggalnya Arkin Ana Bira. Pria 30 tahun itu adalah tahanan Polsek Katikutana, Polres Sumba Barat pada Jumat (9/12/2021) lalu. Sebab kematian pria berusia 30 tahun ini masih menjadi misteri bagi keluarga. Saya disambut dengan rangkulan hangat oleh Lius Magawali Sakak, ayah dari almahrum Arkin Ana Bira. Meski masih dalam selimut duka, Lius nampak tegar menyambut dan membimbingku masuk ke rumah panggung di sisi kiri perkampungan adat itu. Di sana sudah menanti sanak keluarga lain, termasuk Kepala Desa Malinjak, Antonius Galla yang juga kerabat dekat almahrum Arkin

Rupanya kabar tentang kedatanganku telah disampaikan kepada keluarga duka oleh seorang sahabat aktivis pemberdayaan desa yang selama ini menjadi teman diskusi tentang berbagai topik pembangunan desa. Segelas kopi Sumba disuguhkan untukku ketika duduk bersilah di rumah panggung Kampung Adat Waikawolu.

Kepala Desa Malinjak Antonius Galla yang juga kerabat dekat almahrum Arkin membuka pembicaraan kami sore itu, bahwa pihak keluarga hingga kini masih bertanya-tanya tentang sebab meninggalnya Arkin. “Kami rasa keadilan terhadap kami rakyat biasa ini sangat mahal di mata aparat Kepolisian. Sampai saat ini keluarga bingung dengan keterangan yang disampaikan aparat Kepolisian, bahwa menurut Kapolsek Katikutana yang saat ini telah dilantik menjadi Wakapolres Sumba Barat, ketika pertama kali datang menyamaikan kabara duka, bahwa anak kami Arkin meninggal ketika bercekcok dengan sesama tahanan saat dibawa ke Polres Sumba Barat. Sedangkan menurut Kabag Ops Polres Sumba Barat, anak kami meninggal di Tahanan Polsek Katikutana. Dua versi yang berbada dari Kepolisian ini yang membuat kami bingung,” sebut Antonius Galla yang saat itu berbicara dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga yang berduka.

Antonius Galla didampingi ayahanda Alm. Arkin mengisahkan, pada malam kejadian Kamis 8/12/2021, para aparat Kepolisian dari Polsek Katikutana berpakian preman dengan senjata lengkap mendatangi rumah pamannya Arkin sambil marah-marah mencari Arkin. “Saat itu mereka melakukan penangkapan sekitar jam 11 malam. Mereka juga tidak menyebutkan identitas, apalagi surat penangkapan, sama sekali tidak ada. Mereka tanya Arkin dengan marah-marah. Lalu mereka cari Arkin dan membawanya malam itu, bahkan Arkin diikat tangannya,” sebut Antonius.

Keesokan harinya, Jumat 9/12/2021, kabar duka menyelinap datang kepada keluarga, bahwa Arkin yang ditangkap semalam telah meninggal dunia. “Pak Kapolsek datang bersama Kasat Pol PP Sumba Tengah, Pak Camat Katiku Tanah Selatan, serta Pak Asisten I dan termasuk saya juga diundang untuk bertemu keluarga, menyampikan informasi ke omnya Arkin, bahwa Arkin telah meninggal dunia. Pak Kapolsek yang menjelaskan ke keluarga bahwa Arkin yang ditangkap itu dalam perjalanan ke Waikabubak sampai di sana di tahanan, tejadilah percekcokan bersama tahanan lain, dan dalam percekcokan itu dia mengalami sesak napas lalu dibawa ke Rumah Sakit, lalu meninggal,” sebut Antonius.

Setelah mendapat penjelasan itu, sontak seluruh aggota keluarga kaget dan panik. “Setelah itu, Kasat Pol PP berkoordinasi dengan kepolisian dan menjaga agar situasi tetap kondusif maka jenasah Arkin harus dibawa ke keluarga. Keluarga sempat menolak dan terus berontak, namun setelah dilakukan negosiasi, Kasat Pol PP dan keluarga bersepakat untuk urus dulu jenasahnya, lalu kemudian proses hukum yang berkaitan dengan sebab kematian diurus kemudian,” jelas Antonius.

Ketika jenasah tiba di rumah, seluruh keluarga masih bisa terkendalikan sehingga tidak terjadi perlawanan. “Kita beri kesempatan kepada polisi untuk memberikan penjelasan dan Kabag Ops Polres Sumba Barat menyampaikan bahwa almahrum meninggal di tahanan Polsek Katikutana. Kedua pernyatan ini bertentangan. Ini yang membuat keluarga bingung dan muncul protes dan minta agar jenasah harus dibuka. Saat dibuka, apa yang dicurigai oleh keluarga benar adanya, bahwa Arkin meninggal bukan sesak napas, tetapi meninggal karena dianiaya. Buktinya ada benturan penganiayaan leher patah, tangan kanan patah, kakai kanan patah, pingang bekas tusuk, dan dibawa kemaluan ada bekas tembakan. Juga bagian belakng ada bekas luka. Tentang kondisi jenasah ini semua dokumentasi ada dan lengkap. Situasi saat itu hampir ricuh oleh keluarga karena kondisi mayat beda dengan penuturan polisi. Kita juga minta hasil visum namun lagi-lagi Polisi berdalil bahwa hasil visum belum ada,” sebut Antonius.

Keluarga mengaharapkan, kasus kematian Arkin ini terlepas sesuai versi polisi bahwa almahrum adalah penjahat, namun tindakan yang terjadi hingga ia meninggal itu yang dipersoalkan keluarga. “Cara matinya yang kami protes. Ternyata dalam konteks negara hukum ada aparat hukum dalam penagakkan hukum melakukan tindakan melanggar hukum. Dan bagi kami ini pelanggaran hukum. Kami harapakan jangan lagi ada kejadian serupa kepada sesama kami. Kami butuh keadilan, dan harus segera diusut sampai tuntas, dan disampaikan kepada publik untuk diketahui secara umum,” kata ayah Arkin, Lius Magawali Sakak.

Ada harapan keluarga yang terpancar dari kampung adat itu bahwa institusi kepolisian harus melakukan pembenahan secara total dan menyeluruh karena masih terjadi kekerasan dalam penegakkan hukum. “Harapan kami Pak Kapolri dan Kapolda agar segera melakukan pembinaan terhadap anggota polisi dalam melakukan pengakakan hukum. Kami sepakat bahwa kejahatan harus dimusnahkan, namun cara matinya ini yang kami tuntut untuk disampaikan secara terang bederang,” sebutnya.

Rumah duka Alm, Arkin Ana Bira di Perkampungan adat Waikawolu, Desa Malinjak, Kecamatan Katiku Tana Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Minggu (12/12/2021) Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

Pengacara Jakarta asal Sumba, Adv. Rudi Kabunang, SH. MH, meminta Kapolres Sumba Barat memberikan tindak tegas semua anggota Polsek Katikutana yang diduga terlibat penganiayaan sehingga meningggalnya tahanan Arkin Ana Bira alias Arkin.

Peristiwa ini agar menjadi perhatian Kapolri dan Kapolda NTT agar ke depan tidak terjadi hal-hal di luar hukum dalam penanganan perkara. Apalagi dengan program Pak Kapolri yaitu Polri yang presisi. Polisi yang lebih humanis mengedapankan prinsip pra duga tak bersalah dan menghormati hak asasi manusia dalam menjalankan tugas,” sebut Rudy kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (12/12/2021).

Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen Lotharia Latif berjanji akan transparan terkait kasus tewasnya tahanan di sel Polsek Katikutana, Sumba Barat bernama Arkin. Dia menegaskan akan memberi sanksi tegas bila anggota kepolisian setempat terbukti terlibat penganiayaan.

“Polri akan transparan dan berikan sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku bagi anggota yang terbukti melanggar,” kata Latif seperti dikutip dari detikcom, Minggu (12/12/2021).

Latif juga meminta agar kepolisian dan masyarakat setempat dapat bersama-sama menjaga situasi agar tetap kondusif. “Kepada Polres Sumba Barat dan jajaran, serta masyarakat setempat, saya mohon tetap jaga situasi dan kondisi kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) kondusif,” sambung dia.

Latif menyatakan juga, seluruh anggota yang terlibat baik saat proses penangkapan, pemeriksaan maupun penjagaan tahanan telah ditarik ke Polres Sumba Barat. Mereka ditahan selama proses pemeriksaan internal oleh Propam. “Anggota yang diduga terlibat kasus tersebut saat ini sudah ditarik dan diamankan di Polres untuk pemeriksaan internal,” jelas Latif.

Dia menekankan setiap tindakan kepolisian, baik teguran, imbauan, pembinaan, penyelidikan hingga penyidikan harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Dia pun menyampaikan dukacita atas tewasnya tahanan tersebut.

“Kami tidak mentolerir kekerasan dalam penanganan kasus. Setiap tindakan kepolisian harus humanis dan menjunjung tinggi HAM. Saya menyampaikan keprihatinan dan turut duka cita serta menyesalkan adanya kejadian tersebut,” imbuh Latif.

Arkin yang merupakan tahanan kasus pencurian ternak dan penganiayaan meninggal dunia, diduga karena dianiaya saat menjalani proses hukum. Dilansir Antara hari ini, Arkin meninggal pada Kamis (9/12) atau sehari setelah ditangkap, Rabu (8/12).

“Seksi Profesi dan Pengamanan (Sipropam) Polres Sumba Barat akan melakukan penyelidikan dan proses hukum terkait adanya dugaan anggota Polres Sumba Barat yang melakukan tindak penganiayaan terhadap salah seorang tersangka dan meninggal di ruang tahanan Polsek Katikutana,” kata Kapolres Sumba Barat AKBP FX Irwan Arianto.

Irwan mengatakan Seksi Propam Polres Sumba Barat telat memeriksa petugas piket yang menjaga sel saat Arkin ditahan pada Rabu (8/12) lalu. Irwan menegaskan Propam Polres Sumba Barat juga memeriksa anggota yang menginterogasi Arkin seusai penangkapan.

“Dari hasil pemeriksaan nantinya akan dilihat apabila ditemukan adanya tindakan anggota yang tidak sesuai prosedur, maka akan dilakukan proses hukum sesuai aturan yang berlaku,” imbuh Irwan.***Penulis adalah Pemred SelatanIndonesia.com

Center Align Buttons in Bootstrap