Aksi Mimbar Bebas Warnai HUT Sumpah Pemuda di TTS

502
Aksi Mimbar Bebas yang dilakukan Pospera di Halaman Kantor Kejari TTS, Kamis (28/10/2021). Foto: SelatanIndonesia.com/Paul Papa Resi

SOE,SELATANINDONESIA.COM – Memperingati Hari Ulang Tahun Sumpah Pemuda yang ke 93, 28 Oktober 2021 sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Peduli Rakyat (Ormas) diantaranya Pos Perjuangan (Porpera) TTS, Ikmaban TTS dan Stakas Arastamar Soe menggelar aksi mimbar bebas. Massa yang berjumlah kurang lebih 50 orang melakukan aksi dibeberapa titik di Kota Soe, Ibukota Kabupaten TTS, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Kamis (28/10/2021).

Yerim Yos Fallo koordinator Mimbar Bebas dalam orasinya menyoroti beberapa kasus korupsi yang ditangani Polri maupun pihak Kejaksaan yang terkesan mati suri. Daintaranya, kasus Rumah Sakit Pratama Boking, kasus internet desa yang dihentikan penyelidikannya oleh Kejaksaan Neberi TTS, kasus dugaan korupsi penyimpangan keuangan negara pekerjaan delapan unit Embung yang ditangani penyidik kejaksaan TTS. Juga warga lansia yang tidak mendapatkan bantuan pemerintah, asrama Pemda TTS yang kini sudah rusak parah dan sejumah masalah sosial lainnya tak luput dari sentilan pedas Yerim Fallo.

Yerim Yos Fallo lebih menukik tajam pada dihentikan kasus dugaan korupsi pengadaan internet desa yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Negeri TTS. Menurut Yerim Fallo, berdasarkan hasil investigasi singkat yang dilakukan oleh Posopera disebutkan, program internet desa dibiayai dari anggaran dana desa tahun 2020. Program ini bukan merupakan program usulan dari masyarakat desa melalui musrembang melainkan program yang dimunculkan Bupati TTS Egusem P. Tahun. “Internet seharga Rp 36.850.000 dengan total kouta 10 Gb kecepatan 6 Mbps, saat pasang Biaya 5 Juta Maintanance (Pemeliharaan) 2 Juta, biaya berlangganan satu tahun Rp 26.500.000,” sebutnya.

Awal terkuaknya kasus ini, dari adanya keluhan beberapa kepala desa tentang pemasangan layanan program internet desa yang bukannya membantu memperlancar kebutuhan pemerintah desa dalam penggunaan layanan internet tetapi justru mempersulit pemerintah desa karena program tersebut tidak optimal dan tidak sesuai kebutuhan pemerintah desa.

Mendasar pada keluhan tersebut maka DPC Pospera Kabupaten Timor Tengah Selatan terpanggil untuk mencari tau serta melakukan investigasi. Fakta yang diperoleh dalam kasus ini diantaranya, Program internet desa tidak melalui tahapan perencanaan dan penganggaran seperti tahapan Musdus, Musdes, Musrebang Kecamatan dan Musrenbang Kabupaten. Sehingga Program Layanan Internet Desa Bukan Menjadi Kebutuhan Masyarakat dan Pemerintah Desa.

Untuk Kabupaten TTS terdapat 77 Desa yang telah memasang perangkat layanan internet desa. Dari 77 Desa yang perangkat layanan internet desanya telah terpasang, baru 21 desa yang telah melakukan pembayaran kepada pihak ketiga yaitu Telkom.

Ditemukan juga, sesuai pengakuan beberapa kepala desa, membenarkan jika program ini dianggarakan sampai berhasil diasistensi atas instruksi dan perintah lisan Bupati TTS, Egusem P. Tahun saat Kegiatan Sosialisasi Program layanan Internet Desa oleh Telkom di aula Mutis Kantor Bupati TTS.

Juga, segala adminstrasi dan kepengurusan Surat Perintah Kerja bukan dikerjakan oleh pihak desa tetapi langsung dikerjakan oleh pihak ke tiga.
Bahwa adapun beberapa desa yang usai kegiatan Sosialisasi Program layanan internet desa langsung disodorkan SPK untuk ditanda tangani sebelum perangkat internet dipasang.

Ditemukan juga bahwa sesuai keterangan kepala desa Sopo, dirinya bersama beberapa teman kepala desa menandatangani SPK di Gedung Olaraga Oepoi Kupang usai kegiatan pertemuan seluruh kepada desa se-Provinsi NTT bersama Gubernur.

Dijelaskan, untuk kasus internet desa, Kepolisian Resort TTS dan Kejaksaan Negeri TTS telah melakukan tahapan penyelidikan namun karena alasan telah dikembalikannya kerugian negara dan beralaskan pada MoU antara POLRI, KEJAGUNG dan KEMENDAGRI maka Penyelidikan Kasus Interntet desa yang diduga telah terpenuhi beberapa unsure tindak pidan korupsi akhirnya di batalkan.

“Atas dasar-dasar tersebut di atas, maka Dewan Pimpinan Cabang Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kabupaten TTS melihat adanya kejanggalan dalam proses ini sehingga kami mengadukan hal ini agar menjadi pertimbangan dan dasar agar tahapan proses hukum terhadap kasus ini bisa kembali dilanjutkan demi keadilan dan penegakan supremasi hukum di kabupaten TTS,” sebut Yermi.

Berdasarkan kajian Pospera, kata Yerim Fallo, yang mendasari adanya keanehan dan kejanggalan yang telah dilakukan Penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten TTS, pengembalian kerugian negara, tidak menghapus tindak pidana.
“Jika aparat penegak hukum dalam upaya penyelidikan telah menemukan adanya indikasi bahwa negara telah dirugikan karena terdapat suatu perbuatan melawan hukum dalam hal ini adalah tindak pidana korupsi yang kemudian aparat penegak hukum berhasil mengembalikan kerugian negara berdasarkan pada alat bukti sebgai tolak ukur maka perlu diapresiasi yang sebesar-besarnya terhadap keberhasilan yang diraih. Namun aparat penegak hukum tidak serta merta menghentikan jalannya proses pidana/pemidanaan. Apabila tersangka/terdakwa berusaha mengembalikan uang hasil korupsi maka dapat dikatakan beretikad baik untuk mempebaiki kesalahan. Dengan demikian bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak mengurangi sifat melawan hukum,” katanya.

Ia menambahkan, dalam tindak pidana korupsi, ada atau tidak adanya pengembalian kerugian negara, sepanjang ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, maka delik itu terpenuhi. Hal tersebut diatur dalam UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana koruspi. “Kami mendesak agar kasus internet desa bisa dilanjutkan untuk mendapat keapstian hukum bagi para pihak yang dinilai bertanggungjawab,” seru Yerim Fallo.**)Paul Papa Resi

Editor: Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap