KUPANG,SELATANINDONESIA.COM-Sidang perkara keterangan palsu dengan terdakwa Ali Antonius, Zhulkarnain Djuje dan Fransiskus Harun, kembali digelar Jumat (13/8/2021) siang di Kantor Pengadilan Tinggi Negeri Kupang.
Sidang dengan agenda pemeriksaan pendapat saksi ahli menghadirkan akademisi asal Undana Kupang, Simpleksius Asa. Dalam persidangan, Saksi Ahli menjelaskan soal duduk perkara dugaan pelanggaran pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi dan keterangan palsu yang kini didakwakan bagi Antonius Ali, Cs dalam perkara pengalihan aset Pemda di Kabupaten Manggarai Barat.
“Kalau kita bicara KUHAP penuntutan dimulai pasal 140-an. Pemeriksaan di pasal 150-an, saya kalau ditanya pasal 174 KUHAP, seluruh tahapan itu sampai dengan tahap penetapan. Pasal 174 itu berbicara tentang keterangan yang diduga palsu atau dipalsukan,” jelas Simpleksius saat menjawab pertanyaan kuasa Hukum Ali Antonius, Yanto Ekon.
“Makanya kalau kita baca 191, jika pengadilan berpendapat, bukan hakim berpendapat itu menegaskan acara pidana itu berlangsung di pengadilan dipimpin oleh hakim,” ujarnya menjelaskan.
“Ada seorang saksi yang diduga memberikan keterangan palsu saat sidang praperadilan, ketentuan hukum manakah yang berlaku bagi dirinya?,” tanya kuasa hukum.
Atas pertanyaan itu, Simpleksius menjelaskan, “Mau memberikan keterangan dan memberikan keterangan tidak benar itu dua hal yang berbeda. Yang mau kita nilai adalah keterangan itu benar atau tidak. Dugaan tidak benar ini siapa yang tentukan itu yang wajib diketahui,” jawab Simpleksius tegas.
Menurutnya, keterangan yang diduga palsu itu disampaikan saat persidangan dan di depan majelis hakim. “Supaya orang tahu bahwa dia sedang berbohong dari dalam dirinya di depan pengadilan. Apakah ada ketentuan di situ, hakim sudah memberikan peringatan secara sungguh-sungguh? Sejauh yang dapat saya jelaskan di pasal 163 kalau berbeda harus ada pembandingnya,” ujarnya.
Dikatakan, jika keterangan itu diduga palsu agar dapat didakwa dengan pasal 22 tentang Keterangan Palsu, Majelis Hakim wajib punya alat bukti pembanding.
“Harus ada satu dokumen di depan hakim agar dapat menilai bahwa yang disampikan itu berbeda atau tidak,” sebutnya.
Untuk diketahui Majelis Hakim yang hadir terdiri dari Ketua Fransiska D. P. Nino dan anggota Lizbet Adelina, dan Y. Teddy Windiartono. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum diantaranya Ferry Franklin dan Hendrik Tiip.**)
Laurens Leba Tukan