Oleh: Dr. Ir. Godlief Fredrik Neonufa, MT (SDGs Center UKAW-Kupang)
Pandemi covid–19 telah muncul dan menyebar dengan cepat sejak akhir tahun 2019 hingga kini di hampir seluruh wilayah Nusantara dengan intensitas berbeda. Pemerintah Indonesia bersama berbagai elemen sosial kemasyarakatan terus berjuang melawan serangan cov-19 yang tidak pandang bulu.
Perjuangan kian berat saat ini, mana kala muncul varian Delta dengan laju penyebaran dan tingkat penularan lebih tinggi dari varian sebelumnya. Pandemi cov-19 menimbulkan kekacauan terhadap pilar-pilar ekosistem pendidikan konvensional yang telah mapan diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan.
Kekacauan tersebut timbul dan menyebabkan kepanikan aktor-aktor pendidikan akibat ketidaksiapan menghadapi hantaman cov-19 yang muncul tiba-tiba dan menimbulkan perubahan secara spontan. Kekacauan ekosistem pendidikan berlanjut dan kian gawat karena belum satu pun metode penanganan covid-19 ditemukan sebagai rujukan untuk mengatasi dan menghentikan pandemi ini sehingga memungkinkan proses pembelajaran kembali pulih.
Memang, situasi covid-19 tak dapat diperkirakan kapan berakhirnya oleh siapapun (only God knows that). Namun demikian, perubahan ekosistem pendidikan ke arah negatif tidak boleh dibiarkan untuk menentukan arahnya sendiri dan menjauh dari “garis kestabilan” mutu pendidikan yang diharapkan.
Itu sebabnya respon terhadap perubahan ekosistem pendidikan perlu diupayakan secara bersama-sama dengan giat oleh berbagai aktor (termasuk OKG) di dunia pendidikan agar mutu pendidikan, terutama proses pembelajaran tidak jauh meninggalkan garis kestabilan yang diharapkan.
Salah satu cara yang telah dilakukan oleh SDGs Center Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) kupang adalah membangun jejaring dengan Mitra (GIZ Jerman) dan aktor (state actors dan non-state actors) terkait bidang pendidikan untuk melalukan Workshop penguatan Kapasitas OKG dan Pengelola Sekolah Dasar di wilayah Timor Barat dalam menata manajemen persekolahan dan proses pembelajaran berbasis digital (online/daring).
Workshop tersebut dimaksudkan untuk memberikan pembekalan teknis dan non-teknis membangun model pembelajaran daring di sekolah dasar dan membangun ekosistem pendidikan digital yang kolaboratif dan inklusif. Suatu model sederhana untuk memulihkan ekosistem pembelajaran (versi komunitas SD berbasis OKG di Timor Barat) adalah meniru dan menerapkan secara selektif metode-metode pembelajaran daring yang terbukti (proven) berhasil diterapkan pada sekolah-sekolah dasar (lingkup ke-4 OKG) dan di daerah yang telah lebih dahulu diserang cov–19 untuk menjadi model pembelajaran rujukan, meskipun terdapat perbedaan tatanan sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan pada setiap daerah/sekolah tersebut.
Upaya akselerasi pemulihan ekosistem pendidikan ini menuntut pemangku kepentingan dan aktor terkait sektor pendidikan perlu membangun komitmen bersama untuk menemukan berbagai solusi dan terus bekerja keras mengarahkan kembali ekosistem sektor pendidikan.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa arah pemulihan dimaksud harus adaptatif, inklusif dan terbuka terhadap pergeseran dari ekosistem pendidikan konvensional ke ekosistem pendidikan digital. Langkah adaptasi dan berdamai (adaptation and peace)menjadi keputusan terbaik, karena pandemi masih berlangsung dan belum tahu sampai kapan akan berakhir. “Di tengah adaptasi kebiasaan baru ini, pendidikan di sekolah-sekolah pada berbagai level, dituntut untuk mampu berkreasi dan produktif agar tidak tertinggal oleh dinamika keadaan yang berjalan serba cepat. Hanya dengan kreasi, inovasi, transformasi, produktif kita bisa membuat lompatan sejarah dan menghadirkan pendidikan yang bermutu kini dan dan mendatang.
Tilikan ini (berdasarkan workshop tersebut di atas) secara khusus mengulas dinamika pembelajaran pada sekolah-sekolah dasar di Timor Barat yang dikelola oleh OKG (Yayasan persekolahan milik: Gereja Masehi Injili di Timor, Gereja Katolik, Muhammadiyah dan Parisada Hindu Dharma Indonesia), sebagai bagian dari segmen pendidikan selama masa pandemi Covid-19 yang mengacuh pada fenomena yang dirangkum melalui Brainstorming ide, wawancara dan sharing best practice terkait pelaksanaan pembelajaran berbasis daring pada sekolah dasar masing-masing peserta. Penyelenggaraan sistem pendidikan selama cov-19 tampaknya telah mengalami transformasi dalam berbagai lini kegiatan, termasuk kegiatan pembelajaran yang seluruhnya terpaksa berlangsung daring atau secara online.
Pelaksanan sistem pembelajaran pada satuan pendidikan dasar berbasis OKG di wilayah Timor Barat turut mengalami perubahan bentuk operasional yang digeneralisasi melalui kebijakan pembelajaran dan beradaptasi dengan kebijakan sosial, yaitu instruksi social distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Hasil kajian dan wawancara yang dilakukan terhadap 8 Ketua Yayasan (dari 4 OKG yaitu Protestan, Katolik, Islam (Muhamadiyah) dan PHDI) dan 10 Kepala Sekolah terpilih untuk mewakili yayasan-yayasan tersebut menunjukkan bahwa respon pengelola sekolah terhadap kebijakan tersebut sangat variatif, pada awalnya terbatas pada kondisi sensitisasi.
Menurut Hebb kondisi ini dapat membuat setiap individu akan lebih responsif terhadap aspek tertentu pada lingkungan. Aspek tersebut adalah perubahan yang dilahirkan oleh pembatasan sosial tersebut. Menilik teori generalisasi dan diskriminasi maka respon tersebut terpetakan secara alami (Wahyuni, 2019).
PSBB, PPKM dan Social distancing telah turut memberi pembatasan ruang dan waktu terhadap seluruh kesatuan kegiatan rutin dalam sistem pembelajaran pada sekolah-sekolah dasar berbasis OKG di Timor Barat. Banyak hal terkait perubahan sistem pembelajaran pada sekolah dasar berbasis OKG di Timor Batar terlihat jelas setelah mengikuti brainstorming ide dan sharing best practice dengan saksama. Pembelajaran lazimnya berlangsung di ruang kelas dengan jadwal tertentu dan berpedoman pada kurikulum tertentu berubah menjadi pembelajaran di rumah/tempat masing-masing dengan waktu yang tidak tentu dan berpedoman pada kurikulum situasional (transisi) untuk tetap memelihara kelancaran proses pembelajaran meskipun tidak berorientasi pada pencapaian target ideal (100%). Praktek pembelajaran tersebut di atas lahir sebagai dampak dari PSBB dan PPKM, selanjutnya menciptakan pembatasan operasional pendidikan. Kondisi ini lebih popular dengan istilah pembelajaran “daring” (pembelajaran dalam jaringan) yang sebelumnya tidak populer diimplementasikan.
Pembelajaran “daring” sebagai pilihan utama dalam kondisi pencegahan penyebaran cov–19 telah memberi corak spesifik pada masa perjuangan melawan virus ini. Kendati demikian, bentuk pembelajaran ini juga dapat dimaknai sebagai pembatasan akses pendidikan. Pendidikan yang lazim terjadi melalui interaksi langsung (direct interaction) antar unsur (pendidik/tenaga kependidikan dan peserta didik) beralih menjadi pembelajaran interaksi vitual (dalam jaringan). Memang, pembatasan interaksi langsung dalam pendidikan terkadang terjadi pada situasi tertentu, namun tidak dalam rangka pembatasan sosial seperti yang dialami oleh masyarakat saat ini, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus. Penelusuran mendalam menunjukkan bahwa pembatasan ini dapat menimbulkan dampak positif dan atau negatif dalam praktek pencapaian tujuan pembelajaran. Pembatasan sosial memberi dampak pada kebijakan penyelenggaraan pendidikan, dimana pembelajaran dituntut tetap berlangsung dengan berbagai konsekuensi yang ditimbulkan. Tuntutan ini sangat berpengaruh pada masa adaptasi akibat perubahan mekanisme dan sistem pembelajaran atau ekosistem pendidikan.
Dampak positif covid-19 terhadap ekosistem pendidikan dapat dimaknai dari kondisi aktor pendidikan (terutama guru dan murid) melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan bekerja dari rumah (work from home, WFH). WFH membuat setiap individu yang melakukan aktivitasnya menjadi lebih mandiri dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi dan informasi. Sebelumnya, tidak semua guru apalagi murid sekolah dasar memiliki kebiasaan bekerja berbasis IT.
Akan tetapi, situasi dan kondisi selama masa covid-19 membuat guru dan murid menjadi bisa dan lebih terbiasa serta terampil melakukan pembelajaran dengan teknologi IT. Betapa tidak, guru dan murid diperhadapkan pada kondisi yang memaksa dan mengharuskan mereka menjadi mahir secara autodidak. Beberapa pengakuan bersahaja dari guru peserta workshop menunjukkan moment PSBB, PPKM dan social distancing telah membangkitkan inovasi dan membuahkan hasil peningkatan kreativitas dan kompetensi dalam pelaksanaan pembelajaran daring.
Guru SD yang berasal dari OKG yang berbeda, bisa melebur diri untuk mengenal kemudahan dalam mengajar berbasis IT. Tenaga kependidikan menuntaskan dan merapikan urusan administrasi dengan bantuan IT. Para murid yang pada umumnya adalah generasi milineal semakin termotivasi dengan kemahiran mereka menyelesaikan kegiatan dan tugas belajar berbasis IT. Kepandaian ini menjadi rahmat tidak terencana dan di luar dugaan sebagai upaya pengembangan keterampilan dan pengetahuan setiap guru dan murid yang relevan dengan zaman.
Dampak negatif terdeteksi pada keterbatasan guru/tenaga kependidikan dalam tanggap kondisi, kesiapan personal membutuhkan pendampingan bahkan pedoman khusus untuk memahami IT sebagai jalur pilihan pembelajaran. Apesnya, kapasitas dan kompetensi dasar dari guru/tenaga kependidikan sangat beragam sehingga melahirkan respon yang tidak seragam dan potensial menciptakan kesenjangan pencapaian tujuan atau target pembelajaran.
Respon pro-kontra terhadap bentuk pembelajaran “daring” ditemukan dalam varian komentar beberapa unsur, yaitu; siswa, para orang tua dan guru pada ruang obrolan di berbagai media sosial (facebook Whatsapp dan Instagram). Komentar setiap unsur tersebut memiliki pesan kuat yang mewakili pendapat mereka dalam menyikapi aktivitas belajar berbasis sistem pembelajaran daring selama masa pandemi. Siswa SD berekspresi pada tatanan teknis pelaksanaan kegiatan belajar dan penyelesaian tugas pembelajaran yang beralih seluruhnya di rumah, terasa telah menjadi Pekerjaan Rumah (PR) karena seluruh kegiatan belajar dan pembelajaran berlangsung lebih lama dan bahkan bisa lebih intens berinteraksi dengan komunitas kecil (keluarga) dalam situasi belajar lebih bermakna. Selain itu, terungkap pula ekspresi perasaan kejenuhan dan kebosanan yang ditengarai oleh keinginan untuk berinteraksi dengan komunitas belajar di sekolah, di antaranya dituangkan dalam bentuk puisi dan video berdurasi pendek untuk menyampaikan perasaan kerinduan mereka kembali bersua di sekolah.
Berkembang dalam diskusi bahwa selama masa 4 (empat) bulan pertama (Februari-Mei 2020) menjadi masa adaptasi yang terkontaminasi dengan kondisi kesiapan mental dan fisik setiap orang tua yang harus mengisi kegiatan belajar dan pembelajaran dalam keterbatasan. Meskipun kegiatan belajar dan pembelajaran tersebut telah dibantu dengan adanya kebijakan pemerintah melalui tayangan pembelajaran di media televisi yang dikemas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan agar lebih menarik dan memudahkan proses pendampingan siswa (Pra sekolah hingga sekolah menengah) oleh orang tua di rumah masing-masing. Ekspresi lain yang juga ditunjukkan adalah postingan video durasi pendek para orang tua yang sedang mendampingi anak belajar, baik dalam kesan positif maupun yang negatif.
Para tenaga pendidik (guru) sekolah dasar berbasis OKG telah mengembangkan dan memiliki ruang komunikasi yang dimanfaatkan untuk mengekspresikan dan mendeskripsikan kesiapan mereka dalam mengawal program dan sistem penyelenggaraan pendidikan tetap berlangsung dan terpelihara baik. Komitmen mengajar ditunjukkan dengan aktivitas berbasis digital, mereka melakukan pembelajaran dengan tetap melakukan persiapan, melaksanakan pembelajaran dan menyelesaiakan evaluasi sesuai kondisi pandemi.
Aplikasi pembelajaran digital menjadi ruang belajar baru bagi para tenaga pengajar sekolah dasar berbasis OKG telah menjadikan mereka lebih maksimal menguasai gaya komunikasi dan interaksi berbasis media. Pengakuan mereka juga dipublikasikan melalui media sosial terkait kerinduan ingin bertemu langsung dengan para peserta didik di ruang pembelajaran. Para tenaga pengajar tetap dalam koridor pencapaian pembelajaran berbasis tiga ranah pendidikan; yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik, kerapkali para peserta didik dibekali dengan penugasan yang mengasah produktivitas mereka untuk tetap berkarya di masa yang berbatas ini.
Cerita terkait respon dan tanggapan guru/tenaga kependidikan, orang tua dan murid yang disampaikan oleh peserta workshop mengindikasikan bahwa perubahan itu adalah keniscayaan, setiap individu harus dapat menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan. Perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi ini adalah wujud transformasi tidak terduga dan selanjutnya akan mewarnai perkembangan dinamika pembelajaran pada jenjang sekolah dasar di masa mendatang saat badai Covid 19 telah berlalu. Pada akhirnya, setiap individu akan terbiasa dengan kondisi ini dan bahkan menjadikan momentum pandemi ini sebagai titik permulaan untuk membudayakan kebiasaan baru dan bernilai positif dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Bentuk pendidikan di lingkungan keluarga lebih bermakna dari kondisi bermakna sebelumnya karena setiap anggota inti keluarga dapat memediasi kebutuhan belajar dan interaksi personal, intrapersonal dan interpersonal lebih terwujud dalam suasana pendidikan keluarga.
Merawat mutu pembelajaran sambil memulihkan ekosistem pendidikan pada sekolah dasar berbasis OKG di Timor Barat selama masa pandemi harus dapat dipertahankan dengan perubahan pola berpikir, pola belajar, pola inteksi ilmiah yang lebih bermakna dan berbasis digital sehingga kekakuan dalam menyikapi masa cov–19 dapat direduksi dengan mendorong produktivitas yang mencirikan kebermaknaan.
Perasaan pobia diminimalisir dengan optimis bahwa seluruh aktivitas pembelajaran tetap berlangsung dengan protokol kesehatan tatanan baru (new normal), khususnya dalam segmen penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar. Setiap individu harus tanggap terhadap keterbatasan di masa pandemi untuk tetap produktif dalam bidangnya dan memaknai kondisi pandemi ini sebagai bagian dari perubahan yang tetap harus mengedepankan sikap dan prilaku representatif pada tatanan baru untuk menciptakan ruang belajar bervariasi.
Pada akhirnya, tilikan ini mengerucut pada kesimpulan bahwa pergeseran paradigma pendidikan sekolah dasar karena adanya perubahan dalam sistem pembelajaran dapat menimbulkan desain baru ekosistem pendidikan yang memiliki disparitas dengan kondisi sebelum. Oleh karena itu, setiap aktor terkait pendidikan dituntuk untuk dapat beradaptasi dengan perubahan paradigma tersebut untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran secara komprehensif.**)gfn