KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Pernyataan Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe yang mengandung rasis, yang sempat meresahkan publik, mendapat respons dari Ketua Komda Pemuda Katolik NTT, Agus Payong Boli, SH. MH.
“Pernyataan provokasi SARA yang berpotensi membuat radikalisme agama, kerusuhan sosial umat Khatolik dan Protestan dan kecemasan publik beberapa waktu lalu yang telah beredar luas di media sosial sudah masuk kategori pidana. Hal ini diperkuat dengan pernyataan klarifikasi ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudue hari ini,” sebut Agus Boli dalam keterangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com, Minggu (30/5/2021) malam.
Agus Boli mengatakan, provokasi SARA adalah musuh terbesar bangsa Indonesia dan pengalaman buruk kerusuhan bermotif Agama di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur tahun 1998 yang sangat berbahaya. Itu pasalnya, Komda Pemuda Katolik NTT meminta partai tempat yang bersangkutan berasal mengevaluasi posisi dan kedudukan yang bersangkutan.
“Kami meminta Badan Kehormatan DPRD Kota Kupang agar segerah menyelidik yang bersangkutan karena telah melanggar sumpah jabatan dan kewajiban yang bersangkutan untuk menjaga keutuhan Nasional dan daerah sesuai UU No 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD,” sebutnya.
Selain itu, Pemuda Katolik juga mendesak pihak Kepolisian Republik Indonesia melalui Kapolda NTT dan Kapolres Kupang Kota menyelidik dan menyidik yang bersangkutan sesuai Surat Edaran Kapolri No.SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian karena ucapan provokasi SARA yang bersangkutan melanggar KUHP, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 28 dan pasal 45.
Tidak hanya itu, secara moril dan materiil, yang bersangkutan sebagai pejabat publik mesti menjaga toleransi dan keutuhan wilayah, bukannya mengadu domba politik dengan ucapan SARA Agama Katolik dan Protestan serta Flores dan wilayah lain.
“Pemuda Khatolik Nusa Tenggara Timur akan mempertimbangkan mendatangi Kapolda dan Kapolresta beberapa waktu ke depan untuk hal di maksud,” sebut Agus Boli.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Luodoe akhirnya secara terbuka menyampaikan permohonan maaf atas cuplikan rekaman suara yang beredar luas di media sosial yang sempat meresahkan warga lantaran bernada rasis.
Kendati meminta maaf dan mengakui bahwa pernyataannya itu adalah percakapannya dengan sejumlah wartawan terkait kehadiran para demonstran di DPRD Kota Kupang, Kamis (27/5/2021) silam, 12 anggota DPRD dan satu Pimpinan DPRD Kota Kupang bersihkeras tetap mengadukan Yes Loudoe ke Badan Kehormatan DPRD Kota Kupang.
“Hal pertama, apa yang terpublikasi di di media dalam bentuk foto saya dan rekaman suara itu adalah percakapan saya dan teman-teman media dalam menjawab pertanyaan tentang pendemo yang datang tetapi tidak memiliki KTP dan identitas serta tidak ada izin dari kepolisian. Dan, rekaman suara itu terkesan diedit oleh orang yang mempunyai indikasi menciptakan suasana menjadi kisruh,” sebut Yes Loudoe di Kantor DPD PDI Perjuangan Provinsi NTT, seperti dalam live FB Pos Kupang, Minggu (30/5/2021).
Politisi senior PDI Perjuangan Kota Kupang ini mengaku, secara pribadi tidak mempunyai niat untuk melecehkan agama Katolik. “Saya Yeskial Loudoe adalah bagian dari umat Katolik dan perlu saya sampaikan kepada teman-teman wartawan bahwa sebagian keluarga Loudoe adalah umat Katolik dan saya tidak ada niat untuk melecehkan. Untuk itu saya mengklarifikasinya bahwa apa yang saya katakan adalah khusus untuk identitas keenam orang pendemo yang datang berdemo di ruang DPRD untuk menyatakan sikapnya menuntut saya turun dari jabatan Ketua DPRD,” tegas Yes Loudoe.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh jajaran pimpinan umat Katolik. “Sebagai pimpinan, Ketua DPRD saya menyatakan secara pribadi dan sebagai ketua DPRD Kota Kupang dan keluarga, menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan umat Katolik mulai dari bapak Uskup, bapak Pastor dan para tokoh-tokoh etnik suku Flores dan segenap umat Katolik apabila yang telah dipublikasikan oleh seseorang di medsos adalah sebuah kekeliruan,” ujarnya.***Laurens Leba Tukan