KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kendati mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan terutama DPRD Provinsi NTT, tekad Pemerintah Provinsi NTT untuk mengajukan pinjaman sebesar Rp 1,5 Triliun dari PT SMI tetap dilakukan. Bahkan, Pemporv NTT mengaku yakin, dengan kemampuan fiskal daerah saat ini dan beberapa tahun mendatang, pinjaman yang bakal digunakan untuk membangun infrastruktur jalan dan biaya investasi di sejumlah OPD itu bakal dikembalikan tanpa mengganggu struktur APBD.
“Biaya pengembalian, pasti akan aman karena kondisi fiskal kita masih sangat kuat, karena dana untuk kita alokasikan bagi pembangunan jalan di tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi karena sudah diselesikan di tahun 2022. Sehingga di tahun 2023 keatas kita tidak lagi mengalokasikan di Dinas PUPR untuk membangun jalan. Dan, itu bisa digunakan untuk pengembalian,” sebut Kepala Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT, Zakarias Moruk kepada SelatanIndonesia.com, Jumat (28/5/2021).
Disebutkan Zakarias, dari hitungannya, pengembalin yang harus dilakukan oleh Pemprov NTT setelah mendapatkan pinjaman tersebut beriksar Rp 167 miliar per tahun untuk pokok ditambah bunga. “Pinjaman ini pengembaliannya menggunakan tahun kontrak sehingga tidak menggunakan hitungan lurus. Dan, kekhawatiran sejumlah pihak itu tidak akan terjadi,” jelasnya.
Menurut Zakarias, pinjaman yang diajukan tersebut dibagi dalam dua kategori peruntukkan yaitu dana sebesar Rp 1.003.000.000.000 (Satu Triliun Tiga Miliar) untuk infrastruktur dan Rp 457 miliar untuk investasi pada sektor Pertanian, Perikanan dan Keluatan, Peternakan, dan Kehutanan.
“Dari Satu Triliun Tiga Miliar kalau kita hanya gunakan Rp 900 Miliar maka pengembalinnya sesuai dengan jumlah uang yang kita gunakan karena menggunakan sistim tahun kontrak,” sebutnya.
Ia menambahkan, yang mendasar adalah pinjaman tersebut ada bunga dan bunga itu akan dihitung kembali. “Pasti ada pengeluaran pembiayaan khusus untuk bunga, maka itu kita akan bahas bersama-sama dengan DPRD NTT pada saat persidangan. Karena ini kita hitung dengan skema itu karena kalau seandainya kita tidak melakukan pinjaman daerah maka, 1 tahun anggaran kita hanya mampu membangun jalan provinsi sekitar 30 sampai 45 Km jika hanya mengandalkan APBD,” sebutnya.
Namun, dengan menggunakan pinjaman maka pada tahun pertama 2020 sudah menyelesaikan pembangunan jalan provinsi sepanjang 300 Km dari 960 Km jalan yang rusak. “Berarti sekarang sudah ajukan lagi pinjaman untuk 500 Km jalan yang kita selesaikan di tahun 2021 dan 2022 melalui skema pinjaman. Seandainya kita tidak melakukan skema pinjaman maka jalan itu sampai kapan pun tidak akan selesai,” ujar Zakarias.
Ia juga memastikan, dengan kemampuan fiskal daerah yang tergolog sehat, dipastikan jangka waktu pengembalian tidak akan sampai 8 tahun. “Kita pasti akan ada peningkatan PAD di tahun-tahun mendatang, sehingga kita tetap pada sikap bahwa apa yang sedang diproses ini akan terus jalan dan dengan dana satu tirliun tiga miliar ini bisa membiayai 76 ruas jalan provinsi di NTT. Kita butuh dukungan semua pihak karena ini untuk membuka akses dan pertumbuhan kenomi lebih cepat maju,” katanya.
Dijelaskan Zakaris, pada tahun 2020 karena ada Pandemi Covid-29, ada kebijakan pemerintah pusat yaitu mengeluarkan regulasi dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional di daerah melalui program dan kegiatan, dimana program itu bunganya 0% dan kegiatannya ada bunganya.
“Pada saat kita menyusun APBD 2021, kita masih menggunakan PMK 105 yaitu Pemulihan Ekonomi Nasional di daerah, itu dengan bunga 0%, lalu APBD ditetapkan. Dan, tanggal 26 Maret Keputusan Menteri Keuangan keluar dan ada suku bunga, dimana pinjaman dengan 3 tahun yaitu bunga 3,5%, pinjaman selama 5 tahun bunganya 5,3% dan pinjaman selama 8 tahun 6,19%. Kondisi ini bukan cuma dialami oleh provinsi NTT tetapi dengan beberapa provinsi lain yang melakukan pinjaman yang sama. Dan dengan alasan ini, beberapa daerah juga mengajukan pinjaman dengan pola PEN,” sebutnya.
Dijelaskan Zakaris, kalau Pemprov NTT mengajukan pinjaman reguler berdasakan Permendagri 586, maka itu dibatasi dengan masa jabatan Kepala Daerah. “Tetapi kalau pinjaman melalui PEN maka itu tidak ada hubungannya dengan masa jabatan kepala daerah, karena ini untuk pemulihan ekonomi. Kalau pinjaman dengan reguler ada batasannya, kalau untuk PEN tidak ada batasannya karena karena ini pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Karena itu kita mengajukan Rp 1,5 triliun tapi dari 1,5 triliun itu 1.003.000.000.000 (satu tirliun tiga miliar) untuk jalan dan 467 miliarnya untuk program-program investasi. Dan satu triliun tiga miliar itu sudah ada sekemanya, kerangka acuan kegiatan dan berapa ruas jalan yang akan dibiayai,” sebutnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Hugo Rehi Kalembu menilai, Pemerintah Provinsi NTT teledor dan kurang cermat, serta kurang profesionalan dalam bekerja sehingga implikasinya pada beban bunga pinjaman menjadi bengkak hingga Rp 700 milyar selama 8 tahun beruntun.
“Daerah harus merogoh kantong lebih dalam dengan menggelontorkan bunga sekitar Rp 700 milyar selama 8 tahun, diluar biaya pengelolaan dan biaya provisi sebagai konsekwensi dari Pinjaman Daerah dalam rangka PEN sebesar Rp 1.500.000.000.000,” sebut Hugo Rehi Kalembu kepada SelatanIndonesia.com, Rabu (5/5/2021).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi ini menyebutkan, apa yang dilaporkan oleh Kepala Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT Zakarias Moruk pada rapat Komisi III DPRD NTT hari ini, sungguh mengejutkan. Betapa tidak, Pinjaman Daerah dalam rangka PEN sebesar Rp 1.500.000.000.000,- yang disepakati dalam pembahasan dengan Komisi III DPRD NTT adalah pinjaman dengan bunga nol persen. Dan, hanya dikenakan biaya pengelolaan per tahun sebesar 0,185% dan biaya provisi sebesar 1% dari jumlah pinjaman sesuai dengan pasal 2 (2) PMK Nomor 105 tahun 2020.
“Tadi dalam laporan Kaban Keuangan, berubah menjadi pinjaman dengan suku bunga tinggi sebesar 6,19% dengan tenor pengembalian selama 8 tahun sesuai PMK 179 tahun 2020 yang diundangkan 12 November 2020,” sebut Hugo Kalembu.
Menurut Hugo Kalembu, sebenarnya PMK 179 tahun 2020 juga masih memberi kesempatan kepada Daerah untuk mendapatkan bunga nol persen seandainya Pemda berhasil memasukan permohonan pinjamàn sampai dengan akhir November 2020 sesuai dengan pasal 10 ayat (1a), karena pinjaman tersebut masih masuk kategori pinjaman tahun anggaran 2020 dengan bunga nol persen.
“Tetapi karena Pemda NTT sampai dengan akhir November 2020 belum juga memasukan Permohonan Pinjaman maka pinjaman daerahnya dimasukan kategori Pinjaman PEN tahun anggaran 2021, yang oleh Mentri Keuangan telah dikenakan bunga dengan memggunakan 3 kategori yaitu masa pengembalian 3 tahun, bunga 5,30%; masa pengembalian 5 tahun, bunga 5, 66% dan masa pengembalian 8 tahun, bunga 6,19 %, dan alternatif kategori bunga inilah yang dipilih Pemda NTT,” sebutnya.
Sehingga, Hugo menilai, hanya karena kekurang-cermatan, kekurang- profesionalan kerja, dan kurang komunukasinya Pemda NTT dengan Kementrian Keuangan melalui PT SMI, NTT harus kehilangan 700 milyar lebih. “Ini adalah harga dari sebuah keteledoran yang sangat mahal. Padahal pembahasan di komisi III DPRD Provinsi NTT sudah dilakukan sejak September 2020, sehingga Pemda sebenarnya cukup memiliki waktu untuk membuat dan menyampaikan proposal pinjaman PEN ke Kementrian Keuangan sesuai apa yang dipersyaratkan oleh pasal 10 ayat (1a) PMK 179 tahun 2020,” ujar Hugo Kalembu.
Dalam kondisi seperti ini, Hugo Kalembu mengatakan, adalah bijaksana manakala Pemda NTT kembali melakukan pengkajian ulang dan melakukan pembahasan intensif dengan mitra Komisi III DPRD NTT untuk mendapatkan masukan sehingga tidak memberatkan APBD selama8 tahun mendatang. “Juga tidak membatasi ruang gerak kepala daerah masa jabatan berikutnya dalam mengelola APBD,” sebutnya.
Dikatakan Hugo, dalam kaitan dengan beban bunga yang memberatkan inilah, maka perlu dikaji. “Misalnya untuk memgurangi program/kegiatan yang sebenarnya masih membutuhkan kajian lagi atau Pemda kembali kepada plafon pinjaman Rp 900 Milyar seperti yang telah disetujui DPRD, tetapi hanya dikabulkan separohnya oleh Kemendagri pada TA 2020. Atau juga tetap pada rencana pinjaman Rp 1,5 Triliun tetapi dilengkapi dengan analisis sumber dana pengembalian yang sungguh-sungguh potensial yang dapat diaktualkan dari tahun ke tahun untuk menutup pokok pinjaman beserta bunganya selama 8 tahun anggaran,” ujar Hugo.***Laurens Leba Tukan