Pendamping TJPS Kabupaten Kupang Minta Jalur Khusus Pengadaan Pupuk Subsidi

151
Petani TJPS di Desa Kuanheum, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang yang berhasil membeli sapi dari hasil penjualan jagung. Foto: Koordinator Pendamping TJPS Kabupaten Kupang

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Untuk menjamin ketepatan waktu dalam pendistribusian pupuk bersubsidi bagi petani pegiat program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) di Kabupaten Kupang dibutuhkan jalur khusus.

Sistem pengadaan pupuk subsidi jika bisa dibuatkan satu jalur khusus bagi petani yang sedang menjalankan program TJPS sehingga tidak menganggu kuota pupuk reguler untuk komiditi lain dari petani,” sebut Koordinator Pendamping TJPS Kabupaten Kupang, Petrus Nicolas Manoe, S.Pt kepada SelatanIndonesia.com, Senin (29/3/2021).

Selain itu, Petrus Manoe juga mengatakan, Semua Saprodi (Sarana Produksi) minimal satu bulan sebelum dimanfaatkan sudah sampai ke tangan petani. “Alat-alat pendukung kerja dilapangan juga masih sangat minim, seperti pasca panen memerlukan timbangan untuk menimbang hasil jagung. Ini juga harus menjadi perhatian Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi NTT,” ujarnya.

Petrus Manoe menjelaskan, TJPS periode musim tanam pertama atau MT I pada bulan Oktober- Maret (Okmar) 2020/2021 di Kabupaten Kupang ada di 9 Kecamatan yaitu Kupang Timur, Sulamu, Fatuleu Barat, Takari, Amarasi Timur, Amabi Oefeto, Amfoang Barat Daya, Semau dan Semau Selatan. “Dari sembilan kecamatan ini didampingi oleh tenaga pendamping TJPS sebanyak 18 orang di wilayah Kabupaten Kupang,” katanya.

Ia menjelaskan, luas lahan yang menjadi garapan program TJPS di Kabupaten Kupang seluas 1.260 Ha di periode Okmar 2020/2021. “Hasil panen pada pariode Okmar diantara 1 – 3 ton per Ha,” ujarnya.

Petrus Manoe mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapinya ketika melakukan pendampingan terhadap petani TJPS diantaranya para pendamping tidak diwajibkan menginap di Desa/Kecamatan sehingga tidak bisa membaur dengan masayarakat. “Kami mengharapkan perlu adanya penetapan wilayah Kecamatan/Desa sasaran terlebih dahulu dan pendamping tinggal melaksanakan CPCL dan verifikasi lahan. Juga perlu ada aturan jelas tentang penilaian kinerja pendamping serta mengharapkan adanya penambahan uang operasional pendamping sesuai wilayah dan pertimbangan lainnya,” ujar Petrus.

Petrus Manoe juga mengatakan, tanaman jagung milik petani juga sering diserang hama jenis Spodoptera fungiperda atau ulat tentara yang menyerang di pucuk pangkal tumbuh tanaman jagung. Untuk mengatasi hama tersebutdilakukan dengan sistem mekanisasi dan kimiawai. “Mekanisasi dengan pengontrolan secara rutin mengambil hama dan mematikan secara langsung pada lahan yang baru awal terserang dan belum menyebar luas. Dan, sistim kimiawi dengan pengendalian menggunakan pestisida, baik dari Brigade UPTD Proteksi Tanaman Pangan Distan PKP Provinsi serta secara swadaya petani dengan informasi pembelian Pestisida dari pendamping maupun pengalaman petani sendiri,” katanya.

Ia dan para pendamping mengharapkan adanya kejelasan nasib tenaga pendamping TJPS setelah selesai program. “Kami juga mengharapkan harus ada evaluasi kegiatan setiap selesai musim tanam bersama pendamping, juga harus ada aturan yang ketat tentang pelaksanaan kegiatan baik bagi petani maupun bagi Pendamping,” ujarnya.

Petrus Manoe menambahkan, dari hasil panen jagung pada program TJPS pada musim tanam kedua (MT II) periode April-September (Asep) 2020, salah satu petani di Kelurahan Naibonat telah membeli dua ekor sapi untuk dipelihara.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap