KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Deretan panjang vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang terhadap sejumlah terdakwa yang dituntut bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), mendapat atensi dari Komisi Yudisial.
Pimpinan Komisi Yudisial Wilayah NTT, Hendrikus Ara, SH.MH kepada SelatanIndonesia.com, Kamis (18/3/2021) meminta semua pihak untuk menghormati putusan hakim. “Apapun hasilnya, semua pihak harus menghormati,” sebut Handrikus.
Bekas aktivis PMKRI ini mengatakan, lantaran semua pihak sudah memilih pengadilan sebagai tempat untuk menyelesaikan setiap sengketa atau dugaan tindak pidana, maka apapun keputusan Majelis Hakim harus dihormati.
“Kalau ada pihak yang tidak puas atas putusan tersebut, maka silahkan tempuh upaya hukum sesuai KUHAP,” ujarnya.
Sejak Selasa (16/3/2021), tercatat sudah lima terdakwa yang sebelumnya divonis bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) namun diputuskan bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang. Kelima terdakwa itu diantaranya, Antonius Ali, Fransiskus Harum, Zulkarnaen Djuje, Jonas Salean dan Thomas More
Advokad senior Antonius Ali diputuskan bebas oleh Majlis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang lantaran JPU tidak cermat dalam menyampaikan dakwaan. Pengacara mantan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dulla itu akhirnya divonis bebas. Selain itu, dua terdakwa lainnya yang dituduh memberikan keterangan palsu yaitu Fransiskus Harum dan Zulkarnaen Djuje juga dinyatakan bebas.
Ketua Majelis Hakim, Fransiska Paula Dari Nino, yang didampingi hakim anggota Nggilu Liwar Awang dan Gustaf Marpaun, menyebutkan, dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat. Ketidakcermatan JPU itu lantaran tidak menguraikan keterlibatan Antonius Ali yang disebut menghalang-halangi proses penyidikan tim penyidik Kejati NTT, dalam mengungkapkan dugaan tidak pidana pengalihan aset negara yang menjerat mantan bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dulla. Majelis Hakim juga menerima eksepsi penasehat hukum terdakwa Fransiskus Harum dan Zulkarnaen Djuje. Keduanya juga dibebaskan dari jeratan hukum.
Antonius Ali yang kini menjabat Wakil Ketua Peradi NTT merupakan kuasa hukum mantan bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dulla yang terjerat kasus dugaan korupsi tanah negara di Kerangan, Kecamatan Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Ketika persidangan pra peradilan beberapa waktu silam, Antonius Ali menghadirkan dua saksi yakni, Fransiskus Harum dan Zulkarnaen Djuje. Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT kemudian menetapkan Fransiskus Harum dan Zulkarnaen Djuje sebagai tersangka dengan tuduhan memberi keterangan palsu dalam persidangan. Jaksa bahkan menelusuri aktor dibalik keterangan palsu dari dua saksi dimaksud. Tidak tanggung-tanggung, Jaksa menetapkan pengacara kawakan, Antonius Ali menjadi tersangka.
Juru bicara tim kuasa hukum Antonius Ali, Dr. Yanto Ekon, SH.MH mengatakan, putusan majelis hakim itu sudah tepat. “Putusan itu, berdasarkan dua pertimbangan, yaitu dakwaan JPU tidak berdasarkan perintah majelis hakim dan berita acara yang dibuat oleh panitera pengadilan sesuai pasal 174 KUHAP. Dan, ketidakcermatan surat dakwaan JPU dalam penerapan pasal 22 Jo pasal 35 UU Tipikor,” sebut Yanto.
Dijelaskan Yanto, pasal 35 hanya dapat diterapkan kepada saksi yang memberikan keterangan tidak benar disidang pengadilan pemeriksaan pokok perkara terhadap terdakwa, bukan di sidang praperadilan. “Dakwaan JPU jika dikaitkan dengan pasal 26 UU Tipikor maka segala penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan, harus didasarkan KUHAP. Khusus tindak pidana keterangan tidak benar di persidangan, harus tunduk pada pasal 174 KUHAP yaitu dakwaan harus atas perintah majelis hakim dan berita acara oleh panitera pengadilan,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan, sesuai putusan sela majelis hakim, maka hari ini juga Antonius Ali harus dikeluarkan dari tahanan. “Sesuai KUHAP, JPU memiliki hak melakukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi (PT) dalam waktu tujuh hari setelah putusan. Yah, kami tunggu saja. Tapi kami yakin, pertimbangan hukum dari majelis hakim itu sudah tepat dan benar,” katanya
Keesokan harinya, Mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean dinyatakan bebas murni oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Kupang, Rabu (17/3/2021). Padahal sebelumnya, Ketua DPD II Partai Golkar Kota Kupang itu oleh Jaksa Penuntut Umum, dituntut 12 tahun penjara.
Sidang putusan yang menyatakan Jonas Salen bebas tersebut berlangsung pada sidang putusan di Pengadilan Negeri Tipikor yang dipimpin oleh Ari Prabowo dan Hakim Anggota Ngguli Liwar Mbani Awang dan Ibnu Kolik.
Dalam amar putusan yang dibacakan hakim ketua, Ari Prabowo, dijelaskan bahwa tanah dengan sertifikat hak pakai nomor 5 tahun 1981 bukan milik pemerintah Kota Kupang. “Ketika Kota Kupang menjadi daerah otonom, tanah tersebut tidak pernah diserahkan kepada pemerintah Kota Kupang,” ujar Ari Prabowo.
Hakim Ketua mengatakan, hak pakai tanah tersebut sudah dihapus karena sudah dilepaskan secara sukarela. “Tanah tidak ikut diserahkan kepada Pemkot Kupang, maka tanah akhirnya mejadi tanah negara,” ungkap Ari Prabowo.
Itu pasalnya, majelis hakim berpendapat, tidak terbukti adanya peralihan hak tanah karena tanah tersebut bukan aset pemkot Kupang karena hak pakai tanah tersebut menjadi tanah negara. “Unsur melawan hukum tidak terpenuhi, oleh majelis hakim memutuskan terdakwa dibebaskan dari dakwaan Jaksa, sebut Ari Prabowo. Ia juga memerintahkan jaksa untuk membebaskan Jonas Salean dari tahanan.
Selain mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean, mantan Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Kupang, Thomas More juga divonis bebas oleh majelis hakim dalam sidang yang digelar di hari yang sama bersama Jonas Salean di Pengadilan Tipikor Kupang, Rabu (17/3/2021).
Kendati sebelumnya, Thomas More dituntut 8 tahun penjara dalam perkara yang sama dengan mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean yang dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pengalihan aset tanah milik Pemkot Kupang, akhirnya bebas.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis hakim juga memerintahkan semua barang bukti dikembalikan kepada masing-masing saksi yang telah disita.
Terhadap putusan itu, JPU Kejati NTT, Hery Franklin menyatakan kasasi atas putusan Pengadilan Tipikor Kupang. Jalannya sidang secara virtual itu dipimpin hakim ketua, Ari Prabowo didampingi dua hakim anggota, Ibnu Kholik dan Nggilu Liwar Awang. Hadir juga JPU, Hendrik Tipp, Hery Franklin dan Emerensi Djehamat. Sedangkan terdakwa didampingi tim kuasa hukum, Yos Pati Bean, Farida Wulandari, Mardan Yosua Nainatun dan Fransiskus Jefri Samuel.
Atas perilaku JPU itu, Advokad Peradi Egidius Sadipun, SH menilai fakta itu merupakan tamparan keras terhadap wajah Kejaksaan Tinggi NTT. “Putusan bebas itu memperlihatkan betapa Kajati NTT Yulianto, gegabah, ambisius dan hanya ingin mencitrakan diri sebagai Jaksa yang hebat ternyata semuanya nihil tidak terbukti,” sebutnya.
Itu pasalnya, menurut Sadipun, Kajati NTT Yulianto harus bertanggung jawab, baik dalam jabatannya maupun selaku pribadi untuk memulihkan harkat, martabat dan kerugian Advokat Ali Antonius, Saksi Frans Harun dan Zulkarnain Djudje serta Terdakwa Jonas Salean.
Selain daripada itu, putusan bebas Terdakwa Jonas Salean akan menjadi pelajaran penting bagi Jaksa-Jaksa muda di NTT untuk tidak mengikuti pola penyidikan model Yulianto, karena Yulianto diduga hanya mengejar citra diri dan memanipulasi diri sebagai Jaksa hebat demi mengejar jabatan dan mabuk pujian lalu abaikan profesionalisme dan adat ketimuran dalam bertindak.
“Kami minta Pak Jaksa Agung sebaiknya memberikan sanksi administratif berupa pindahkan Kajati NTT Yulianto ke Jakarta untuk belajar lebih banyak lagi atau tetap di NTT tetapi tanpa jabatan apapun,” pungkasnya. ***Laurens Leba Tukan