KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Putusan bebas murni (vrijspark) Majelis Hakim terhadap Terdakwa Jonas Saelan, Mantan Walikota Kupang yang didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya dituntut 12 tahun merupakan pukulan telak buat korps Kejaksaan Tinggi NTT.
Sehari sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Kupang dalam putusan selah, juga memutusakan bebas terdakwa Antonius Ali. Pasalnya, JPU dinilai tidak cermat dalam menyampaikan dakwaan terhadap pengacara mantan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch. Dulla serta dua terdakwa lainnya yang dituduh memberikan keterangan palsu yaitu Fransiskus Harum dan Zulkarnaen Djuje.
Pengacara nasional, Petrus Bala Pattyona menyebut, alasan hakim membebaskan Jonas karena unsur perbuatan melawan hukum tidak terbukti. “Dalam tindak pidana korupsi, Jaksa Penuntut Umum wajib membuktikan semua unsur tindak pidana korupsi seperti unsur melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. Pertimbangan hakim bahwa unsur melawan hukum tidak terbukti karena tanah dimaksud bukan merupakan aset Pemkot Kupang, karena tidak ada pengalihan dan pencatatan sebagai aset Pemda,” sebut Pattyona yang menghubungi SelatanIndonesia.com, Rabu (17/3/2021).
Menyimak pertimbangan hakim tersebut, Bala Pattyona mengatakan, ini merupakan pertanda baik bagi para Tersangka atau yang kini jadi Terdakwa dalam tindak pidana korupsi penjualan aset Pemda Manggarai Barat dalam kasus tanah Kranggan Labuhan Bajo. “Para Terdakwa dalam kasus tanah Labuhan Bajo karena didakwa menjual, mengalihkan, menguasai tanah yang merupakan aset Pemda Manggarai Barat,” katanya.
Ia menambahkan, persoalan kepemilikan tanah ini menjadi penting karena masalah tanah yang diklaim sebagai aset Pemda masih belum jelas karena tidak ada pengalihan, pelepasan apalagi tercatat sebagai aset Pemda Manggarai Barat. “Bahkan, saat ini masih terjadi sengketa gugat menggugat di Pengadilan Negeri Labuhan Bajo. Masalah kepemilikan tanah Ini menjadi penting untuk membuktikan unsur melawan hukum atau menguntungkan diri sendiri,” katanya.
Bala Pattyona juga mengatakan, dalam hukum pidana, untuk perkara tindak pidana korupsi kasus tanah Kranggan Labuhan Bajo seharusnya kasus ini tidak dapat dilanjutkan karena masih ada sengketa keperdataan dalam hal kepemilikan. “Hal ini diatur dalam pasal 1 Perma Nomor 1 tahun 1956 yang intinya menyatakan pemeriksaan perkara pidana harus ditangguhkan sambil menunggu putusan perkara perdata tentang kepemilikan. Dari informasi yang beredar, tanah yang diklaim sebagai aset Pemda Mabar saat ini masih disengketakan di Pengadilan Negeri Labuhan Bajo,” ujarnya.
Bala Pattyona mengatakan, Jaksa dalam sidang Tipikor, harus membuktikan kepemilikan tanah, apabila tidak dapat membuktikan, maka akan sulit membuktikan unsur melawan hukum, menguntungkan diri sendiri dan seterusnya. “Putusan Jonas Salean bisa jadi pertanda para Terdakwa dalam kasus Tanah Kranggan Labuhan Bajo akan bebas, dan bila ini terjadi maka akan jadi pukulan telak buat Kejaksaan Tinggi NTT yang bersemangat memenjarakan para Terdakwa tapi abai dalam hal-hal keperdataan berupa kepemilikan aset,” katanya.
Jajaran Kejaksaan Tinggi NTT mengaku akan menempuh upaya hukum lanjutan atas dua putusan tersebut. Usai mendengar putusan hakim, JPU, Herry Franklin langsung menyatakan akan melakukan upaya hukum kasasi terhadap putusan hakim terhadap Jonas Salean. “Dalam ruang ini juga, kami nyatakan ajukan kasasi,” sebut JPU, Herry Franklin.
Hal senada juga ditegaskan Kasi Penkum Kejati NTT, Abdul Hakim. “JPU akan melakukan upaya hukum, ” sebut Abdul di depan Gedung Pengadilan Negeri Tipikor Kupang.***Laurens Leba Tukan