KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Jika tetap mempertimbangkan etika dalam berpolitik, maka Golkar-lah yang paling berhak menduduki jabatan Wakil Bupati Ende.
Alasannya, Bupati Ende Marsel Petu yang meninggal setahun lalu adalah Ketua Partai Golkar Kabupaten Ende. Sementara bupati sekarang, Djafar Achmad, sebelumnya adalah Wabup Ende mendampingi almarhum. Djafar adalah kader PDI Perjuangan.
Ketika maju dalam pertarungan pilkada Ende tahun 2018, pasangan Marsel – Djafar diusung Golkar, PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS dan PKPI. Ketika itu, Golkar adalah partai pemenang di Kabupaten Ende.
Demikian pandangan yang disampaikan pengamat politik dari Fisipol Undana Kupang, Lazarus Jehamat kepada SelatanIndonesia.com, di Kupang, Selasa (15/3/2021). Disebutkan, jika partai-partai koalisi lainnya tidak melepaskan ego untuk membiarkan Partai Golkar sebagai lembaga yang mengajukan wakil Bupati Ende, maka dinamika itu akan sulit menuai jalan final.
“Ada dua efek yang didapat, kalau partai-partai lain bersikeras, maka bagi partai sendiri, orang akan mempertanyakan bahwa partai sebagai institusi yang mewakili rakyat yang mana, dan partai bisa mengagregasi kepentingan rakyat ada di mana. Dan yang paling jelas adalah akan berefek buruk pada proses pembangunan di Kabupaten Ende, ini yang soal,” sebut Lazarus.
Menurut dia, menjadi tuntutan kedepan adalah semua partai koalisi meskipun agak repot melepaskan ego politik, tetapi mesti ada pertemuan bersama semacam rapat untuk mendiskusikan. “Jika kondisinya seperti ini, etika politiknya seperti apa, ini yang paling ril. Memang problem terbesar di Ende adalah saling klaim antara partai yang menyatakan bahwa satu paling berhak, dan lain juga paling berhak. Mari kita lihat, kalau dari perspektif regulasi atau terutama dari aspek etika, maka kita yang lain harus tunduk pada etika politik yang dibangun bersama,” katanya.
Ia menghawatirkan, jangan sampai kemudian semua partai koalisi menaifkan regulasi dan etika politik itu lalu kemudian berimpilikasi pada menurunnya keperacyaan masyarakat kepada partai politik.
“Saran saya, harus ada loby penting antara pimpinan partai koalisi di Ende untuk mendiskusikan kembali, untuk sekedar memikirkan kembali, jika situasi seperti ini, etikanya bagaimana dan ini yang paling penting karena tanpa duduk bersama sambil membangun komonikasi maka sulit, akan didapatkan kesepakatan,” sebutnya menyarankan.
Pandangan yang sama disampaikan Pengamat Politik dari Undana Kupang, Rudi Rohi. Menurut dia, lumrahnya nama yang akan diajukan untuk mengisi kursi Wakil Bupati Ende adalah kader Golkar mengingat Marsel Petu (alm) adalah kader Golkar. “Namun, tentu saja harus melalui suara koalisi karena ketika dulu maju diusung oleh koalisi. Jikapun nanti muncul beberapa nama, maka itu pun harus melalui kesepakatan koalisi, bukan partai per partai,” sebut Rudi.
Sebelumnya, Sekretaris DPD I Partai Golkar Provinsi NTT, Dr. Inche Sayuna mengatakan, jika mengingat kembali sejarah koalisi yang mengusung paket Marcel – Djafar dalam Pilkada Ende, maka semua partai koalisi tahu bahwa Alm. Marcel Petu adalah Ketua DPD II Partai Golkar Ende. “Sehingga dari aspek etika politik, kursi wakil Bupati seyogyanya diserahkan kepada partai Golkar,” sebut Wakil Ketua DPRD NTT ini, Selasa (2/3/2021).***TK/Laurens Leba Tukan