Australia Bantu Pengungsi Ile Lewotolok

129
Bantuan warga NTT Diaspora di Melbourne yang disalurkan melalui JPIC SVD Ende untuk warga pengungsi erupsi Ile Lewotolok.

MELBOURNE,SELATANINDONESIA.COM Sejumlah warga di negara tetangga Australia turut prihatin terhadap warga korban erupsi gunung Ile Lewtolok di dua kecamatan yaitu Ile Ape dan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Saat ini warga pengungsi ditampung di sejumlah rumah penduduk dan posko pengungsi di Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata. Gunung yang meletus pada Minggu, 29 November 2020, itu mengakibatkan ribuan warga Ile Ape dan Ile Ape Timur diungsikan ke Lewoleba.

Bencana itu tak hanya menguras solidaritas warga Indonesia di dalam negeri, namun juga warga Indonesia yang bermukim di manca negara seperti Australia. Sebagai bentuk dukungan kepada korban, warga asal Nusa Tenggara Timur yang bermukim di Australia ikut memberikan bantuan bagi masyarakat terdampak erupsi Ile Lewotolok.

“Selain warga asal NTT, ada pula satu dua orang lokal Australia ikut memberikan sumbangan ala kadarnya untuk ikut meringankan beban korban bersama pemerintah dan warga masyarakat di seluruh penjuru Tanah Air. Sumbangan beberapa warga negara Australia itu diserahkan melalui warga NTT diaspora di Melbourne,” ujar Dr. Justin L Wejak, etnograf dan dosen di The University of Melbourne, Victoria dalam keterangannya melalui pesan singkat (SMS) WhatsApp dari Melbourne, Rabu (16/12/2020).

Menurut Justin, dosen asal kampung Lewokukung, Baolangu, yang menetap di kota Melbourne sejak awal tahun 1990, bencana alam apapun selalu membuat orang tergerak hatinya untuk membantu dengan cara apapun. Australia adalah negeri rawan kebakaran hutan. Nyaris setiap tahun saat musim kemarau terjadi kebakaran hutan. Kerugian tidak sedikit, flora dan fauna habis terlahap si jago merah.

“Masyarakat Australia biasanya cukup peka dengan kebutuhan warga terdampak bencana. Mereka pasti cepat melakukan apapun untuk membantu sesama korban,” kata Melinda Miller, warga Australia yang ikut memberikan sumbangannya untuk warga Ile Ape saat berlangsung aksi penggalangan dana.

Menurut Melinda, ia sudah beberapa kali ke Lembata. Ia mengakui, Lembata adalah sebuah pulau eksotis, alamnya sangat indah, dan masyarakatnya sangat menjunjung tinggi solidaritas sosial. Karena itu ia cukup muram saat mendengar tentang  erupsi Ile Lewotolok dan dampak buruknya bagi warga.

Melinda, guru Musik di sebuah sekolah swasta di kota Melbourne, yang fasih berbahasa Indonesia, juga mengakui kondisi jalan antarwilayah masih perlu dibenahi pemerintah setempat. “Lembata itu alamnya memang sangat indah, genit. Sayang, kondisi jalanannya jelek. Naik oto di Lembata buat jantung dig dag dug tak henti,” ujar Melinda mengenang liburannya di Lembata beberapa tahun lalu.

Silvinus Lado Ruron, guru Bahasa Indonesia dan Pendidikan Agama di salah satu Sekolah Katolik di Melbourne, menyatakan, bencana erupsi Ile Lewotolok telah mengajak banyak orang bersimpati dan membantu dengan caranya masing-masing. “Bantuan di saat bencana merupakan bentuk solidaritas, bahkan sebuah keharusan etis,” ujar Sil, warga asal Lamatou, Flores Timur, yang tinggal di Melbourne sejak akhir 1990-an.

Warga asal NTT lainnya di Melbourne, Yoseph (Anselmus) Pegu, mengamini pentingnya solidaritas sosial menyikapi bencana yang menimpa sesama, termasuk korban erupsi Ile Lewotolok. Aspek itu, kata pria asal Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, yang mendorongnya menginisiasi dompet bencana untuk Lembata melalui grup WhatsApp NTT Diaspora Melbourne yang dikelola Justin Wejak, akademisi berambut gondrong ala penyanyi reggae Bob Marley.

Rufin Kedang, pensiunan guru asal Waibalun dan sesepuh komunitas NTT Diaspora di Melbourne, sepakat dengan gagasan dompet bencana untuk Lembata pasca-erupsi Ile Lewotolok. “Sumbangan biar sedikit, tapi jika dikumpulkan tentu menjadi banyak dan bernilai,” ujar Rufin, yang sudah puluhan tahun tinggal di kota Melbourne sejak medio-1970an.

Justin mengakui, uang yang terkumpul warga NTT Diaspora di Melbourne disalurkan melalui Caritas Titen Lembata (CTL) yang diketuai Herman Loli Wutun dan Justice, Peace and Integration for Creation (JPIC) SVD Ende, Flores. Kedua lembaga nirlaba ini, kata Justin, sudah banyak dikenal selalu membantu warga yang hidup susah akibat bencana alam maupun warga terdampak virus korona (Covid-19).

“Para donatur senang bahwa bantuan uang ala kadarnya itu sudah dibelanjakan untuk keperluan pangan para pengungsi Ile Ape. Bantuan apapun itu merupakan tanda kasih dan kepedulian tak terhingga,” kata Justin yang juga admin grup WhatsApp Ata Lembata sekaligus editor buku Membangun Tanpa Sekat, yang baru saja diterbitkan memperingati HUT ke-21 Otonomi Lembata pada 12 Oktober 2020 lalu.

Menurut Justin, laporan donasi ala kadarnya warga NTT di Australia itu bukan untuk pamer kebaikan atau demi pencitraan diri, apalagi untuk tujuan politik, melainkan semata untuk menyampaikan warga terdampak erupsi Ile Lewotolok bahwa sesungguhnya mereka tak pernah sendirian.

Saat ini, kata Justin, warga asal NTT yang berjumlah puluhan itu menyebar di seluruh Australia, khususnya di ibu kota negara-negara bagian dan territory seperti di Melbourne, Sydney, Brisbane, Adelaide, Perth, Canberra dan Darwin. Ada yang berprofesi sebagai guru, dosen, pengusaha, pekerja sosial, pekerja pabrik; dan ada pula rohaniwan/rohaniwati serta mahasiswa/mahasiswi.**AD

Editor: Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap