KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Sidang perdana kasus dugaan korupsi pengalihan hak atas tanah Negara di Kota Kupang, akan digelar hari ini, 3 November 2020, dengan agenda tunggal pembacaan Surat Dakwakaan oileh JPU Kejaksaan Tinggi NTT dan/atau Kejaksaan Negeri Kota Kupang kepada Terdakwa, Jonas Salean, Walikota Kupang periode 2012-2017.
Sikap tergesah-gesah dari Jaksa terhadap Jonas Salean dinilai sebagai akrobatik yang tercipta tidak untuk kepentingan penegakan hukum melainkan untuk kepentingan politik. “Bung harus ingat ini Kupang dan ini NTT Bung Jaksa..,” sebut Koordinator Tim Penegak Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus.
Dalam keterangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com, Selasa (3/11/2020) Petrus menilai, yang sangat menarik dalam perkara ini adalah prosesnya yang super cepat dari jedah waktu Penyidikan ke P21 dan Pelimpahan ke Persidangan. “Seolah-olah JPU sedang kejar setoran yang ditunggu atau dihantui ancaman Praperadilan, ini jelas sikap tidak sportif, tidak laki, dan harus buru-buru sekedar menghadang Praperadilan,” sebut Petrus.
Padahal menurut Petrus, tidak ada urgensi untuk memproses begitu cepat dan tidak ada urgensi untuk menahan para terdakwa menghadapi persidangan.
Pada sisi lain, terdakwa juga tidak mau kalah tapi tetap bersikap sportif, karena meskipun terdakwa Jonas Salean dalam keadaan sakit, namun dipastikan Jonas Salean akan hadir dan membuktikan komitmennya menghormati proses peradilan yang dihadapinya. “Ini sebagai pemenuhan terhadap panggilan sidang Pengadilan dan juga sebagai pememuhan terhadap syarat Pemberian Penangguhan Penahanan oleh JPU,” katanya.
Disebutkan Petrus, pada umumnya terdakwa yang sakit tidak akan menghadiri sidang, cukup dengan surat pemberitahuan dengan melampirkan Surat Dokter, namun hal berbeda dan menjadi menarik justru terjadi dalam kasus Jonas Salean yang walaupun dalam kondisi sakit malah datang ke persidangan, memenuhi kewajibannya sebagai sorang terdakwa.
Akrobatik JPU
Petrus menilai, sikap memenuhi kewajiban itu sebagai bukti bahwa, baik Terdakwa maupun Penasehat Hukumnya punya komitmen menghormati persidangan Pengadilan Tipikor, meskipun pada saat Majelis Hakim memverifikasi identitas Terdakwa dan menanyakan soal kesehatan Terdakwa apakah sehat untuk bisa menghadapi persidangan perkaranya, lalu Terdakwa menjawab bahwa Terdakwa tidak sehat alias masih sakit, sehingga tidak kuat menghadapi sidang perkaranya.
“Dalam keadaan demikian persidangan Terdakwa Jonas Salean tidak boleh dilanjutkan dan harus ditunda, karena Terdakwa Jonas Salean masih menderita sakit dengan kondisi selang masih menempel di kepala sebagai alat bantu penyembuhan atau dalam proses penyembuhan,” ujar Petrus.
Dikataknnya, pada persidangan perdana ini sebagai akrobatik Jaksa Penuntut Umum yang akan ditonton publik, apakah berjalan sempurna atau akan tercederai, terkait dengan tuntutan konsitensi atas komitmen JPU untuk bersikap linear dengan kondisi ketika JPU menangguhkan penahanan atas alasan Jonas Salean sakit dan JPU juga harus konsisten untuk meminta Penundaan sidang atas alasan Terdakwa sakit, hingga Terdakwa sembuh dari sakit.
“Jonas Salean dipastikan akan secara jujur menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim apakah Saudara Terdakwa dalam keadaan sehat dan siap diperiksa, maka Terdakwa akan menjawab saya (terdawka) dalam keadaan sakit dan tidak kuat menghadapi persidangan perkara ini. Bahkan Penangguhkan Penahanan terhadap diri Terdakwa karena alasan sakit. Ini bukan rekayasa atau sandiwara atau akrobat, tetapi ini adalah uji kejujuran dan fakta-fakta hukum, yang nantinya akan melahirkan kebenaran dan merontokan akrobatik JPU,” sebut Petrus.
Kebenaran vs Akrobatik
Ketika Terdakwa menyatakan dirinya sakit atau tidak sehat, Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk menentukan apakah sidang dilanjutkan atau ditunda.
Disebutkan Petrus, dalam praktek peradilan biasanya Majelis Hakim mengeluarkan penetapan menunda persidangan sampai Terdakwa pulih dari sakitnya, baru persidangan dibuka kembali atau perkara dilanjutkan tanpa hadirnya Terdakwa, namun urgensinya apa.
“JPU Kejaksaan Tinggi NTT, dalam menyikapi kondisi tidak sehat Terdakwa Jonas Slaean dalam persidangan, harus linear dengan sikap JPU ketika keluarkan Penangguhan Penahanan terhadap Terdakwa karena kondisi Terdakwa yang secara faktual masih menderita sakit. Artinya JPU sudah terikat dengan sikapnya ketika menangguhkan Penahanan Terdakwa karena sakit yang dibuktikan dengan selang yang masih menempel di kepala Terdakwa,” jelas Petrus.
Disebutkan, sikap netral Majelis Hakim akan memporakporandakan akrobat JPU dan pihak lain yang menginginkan Jonas Salean dkk diproses hukum secepat-cepatnya apapun alasannya, tidak perduli prosedurenya sudah sesuai atau belum, dan tidak perduli bukti materilnya sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan atau belum, yang penting dijadikan Tersangka dulu, dijadikan Terdakwa dan ditahan dulu, apalagi sampai sudah disidangkan.
“Inilah wajah hukum kita, akrobatik yang tercipta tidak untuk kepentingan penegakan hukum melainkan untuk kepentingan politik. Bung harus ingat ini Kupang dan ini NTT Bung Jaksa..” tegas Petrus.***Laurens Leba Tukan