KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Rencana pengembangan listrik tenaga matahari yang bakal memasok kebutuhan listrik untuk pulau Jawa dan Sumatera di pulau Sumba direspons cepat oleh Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu. Mantan kepala Inspektorat Provinsi NTT ini telah menyiapkan lahan seluas 10.000 Ha untuk mewujudkan visi besar Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat yang menjadikan pulau Sumba sebagai pusat pengembangan listrik tenaga surya.
“Lahan sudah kita siapkan seluas 10.000 Ha di Kabupaten Sumba Tengah,” sebut Bupati Paulus yang dihubungi SelatanIndonesia.com dari Kupang, Sabtu (26/9/2020).
Disebutkan Bupati Paulus, lahan seluas 10.000 Ha itu tersebar di Kecamatan Mamboro yang meliputi Desa Watu Asa, Desa Wendewa Barat, Desa Susu Wemdewa, Desa Wendewa Timur, Desa Manuwolu, Desa Cendana Barat dan Desa Cendana. Juga di Kecamatan Umbu Ratunggay yaitu di Desa Tanah Mbanas Selatan, Desa Tanah Mbanas, Desa Tanah Mbanas Barat, Desa Lenang, Desa Lenang Selatan, dan Desa Ngadu Bulu.
“Kami berterima kasih kepada Bapak Gubernur NTT yang telah memilih Kabupaten Sumba Tengah sebagai lokasi pembangunan listrik tenaga surya ini,” ujar Bupati Paulus.
Sebelumnya, pada kunjungan kerja di Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Timur pada tanggal 7-9 September 2020 lalu, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan, komitmennya untuk menjadikan pulau Sumba sebagai pusat listrik dari energi matahari yang akan dipasok ke Jawa dan Sumatera.
“Saya minta semua masyarakat bersatu, tidak boleh ribut tentang lahan. Ini berkat untuk kita lakukan lompatan besar. Saya akan bahas hal ini lagi dengan para bupati dan tokoh masyarakat. Pokonya lahan harus disiapkan dengan betul sehinggal saat mulai dikerjakan, tidak ada lagi permasalahan,” sebut Gubernur Laiskodat ketika berbicara dalam pencanangan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang dipusatkan di desa Umbu Pabal, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Kabupaten Sumba Tengah, Senin (7/9/2020).
Dikatakan Gubernur Laiskodat, rencana membangun energi listrik tenaga matahari itu merupakan salah satu energi terbarukan yang bakal dipakai di masa depan di seluruh dunia. Energi matahari digunakan karena ramah lingkungan.
“Lima tahun lagi, produk-produk yang dihasilkan dari energi listrik berbahan baku fosil (minyak bumi) tidak akan diterima dan ditolak di mana-mana. Eropa dan Amerika Serikat sudah serius dengan hal ini,” ujarnya.
Untuk Indonesia, energi terbarukan yang paling cepat digunakan adalah panas matahari. “Dan di Indonesia, para ahli telah melakukan penelitian dan merekomendasikan bahwa panas yang paling baik untuk energi matahari adalah Pulau Sumba,” kata Gubernur Laiskodat.
Gubernur Laiskodat kepada wartawan usai menerima audiens Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto dan tim teknis dari Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) yang asosiasi para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi dan praktisi kelistrikan di Gedung Sasando, Kantor Gubernur NTT, Jumat (25/9/2020) menyebutkan, ini merupakan proyek monumental dan membanggakan bagi Indonesia umumnya maupun NTT.
“Ini punya dampak besar bagi aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya, semuanya akan bertumbuh dengan pesat,” jelas Gubernur Laiskodat yang pada kesempatan tersebut menerima hasil laporan dan kajian teknis tim tentang potensi tenaga surya dan pengembangannya dari PJCI.
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menegaskan Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi masa depan Indonesia dan dunia dalam pengembangan energi listrik tenaga matahari. Sumber energi baru terbarukan ini sangatlah murah, handal dan berkelanjutan.
“NTT jadi masa depan Indonesia dan bahkan dunia untuk energi listrik tenaga surya karena menurut penelitan para ahli, intensitas sinar matahari terbaik di Indonesia, ada di pulau Sumba dan Timor. Apa yang sering didengungkan oleh Gubernur NTT tentang hal ini bukan sebuah statement bombastis, tetapi sebuah fakta yang tentunya memerlukan kreativitas. Suatu potensi yang perlu dikelola secara baik supaya bisa diaktualisasikan,” kata Sugeng.
Politisi partai NasDem ini mengungkapkan, kebutuhan listrik Indonesia saat ini adalah sekitar 62 gigawatt atau 62 ribu mega watt. Sementara potensi energi matahari di dua pulau ini bisa mencapai 60 gigawatt.
“Betapa besar potensi energi matahari ini, bisa penuhi sebagian besar kebutuhan listrik nasional. Karena itu potensi ini harus bisa jadi action plan dengan perhatikan dimensi teknis, ekonomi dan sosial. Kita tidak mungkin berinvestasi menguntungkan secara ekonomi, sementara sosial tidak. Ini harus dirumuskan dengan baik,” kata mantan wartawan Kompas dan Metro TV tersebut.
Menurut Sugeng potensi energi matahari yang besar ini harus bisa dikembangkan secara optimal. Dunia internasional saat ini cenderung mengharuskan energi baru terbarukan karena murah, handal, suistanable dan bersih. Apalagi Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.
“Dalam Paris Agreement ini, Indonesia dengan prakarsa sendiri harus menurunkan 29 persen emisi Karbon tahun 2030. Dengan rincian misalnya harus kurangi energi fosil sekian. Termasuk misalnya Pertamina akan kurangi drastis bensin ron rendah, bensin pertalite, ron 91 ke bawah karena ron rendah ini polutif. Demikian pun dengan pembangkit listrik, PLN masih gunakan 60 persen pembangkit dari batubara yang murah namun polutif. Dunia dengan skema aturan yang tegas memaksa kita untuk gunakan energi baru terbarukan. Produk-produk yang diekspor ke Eropa ke depannya harus dihasilkan dari energi baru terbarukan,” jelas Sugeng.
Ditambah lagi, jelas Sugeng, cadangan minyak bumi Indonesia sesuai penelitian tinggal 3 miliar barel sementara setiap hari konsumsi minyak kita sekitar 800 ribu barel. Ini berarti kalau tidak ada shifting ke energi baru terbarukan, dalam 10 sampai 12 tahun sumber minyak ini akan habis.
“Energi fosil sudah the end of history atau berakhir. Sudah harus shifting ke energi baru terbarukan.Untuk pembangkit listrik dari energi baru terbarukan, sumbernya ada di NTT,” kata Sugeng.
Lebih lanjut Sugeng mengungkapkan Komisi VII DPR selain melaksanakan fungsi umum yakni legislasi, anggaran dan pengawasan juga ditambah fungsi problem solving. Potensi besar NTT ini harus bisa dikembangkan untuk tahap awal sebagai piloct projetnya sekitar 2.000 megawatt untuk pengembangan industri di NTT.
“Kita berobsesi NTT harus bisa jadi pusat pengembangan tenaga matahari dunia. Maka sumberdaya manusia harus disiapkan termasuk perlu dirikan akademi dan balai latihan kerja bertaraf internasional. Sehingga bisa jadi pusat belajar dunia, bahkan tenaga kerja kita bisa dikirim ke luar negeri untuk hal ini.Karena dunia sekarang mengarah ke sana. Arab Saudi dengan semakin turunnya harga minyak, mulai pikir manfaatkan energi matahari. Tidak boleh terjadi kutukan Sumber Daya Alam (SDA) di NTT,” jelas Sugeng.
Untuk mewujudkan ini, lanjut Sugeng, pada hari kelistrikan nasional tanggal 27 Oktober nanti, Komisi VII bersama Gubernur NTT dan pihak terkait lainnya akan menghadap Presiden agar bisa jabarkan potensi ini jadi keputusan politik nasional.
“Ini adalah pintu dan peluang untuk bangkit dalam ekonomi di masa covid19 maupun pascacovid. Hari ini dunia berebutan ingin berinvestasi di bidang energi baru terbarukan. Bank-bank besar sudah tidak lagi membiayai pembangkit berbasis batubara ,” pungkas Sugeng.
Ketua dan Pembina PJCI, Eddie Widono mendukung penuh upaya Gubernur Laiskodat untuk mengembangkan Pulau Sumba sebagai pusat energi matahari. Dalam kajian PJCI, Sumba dengan potensi energi matahari bisa jadi pengungkit ekonomi bila dioptimalkan.
“Potensi ini bisa diekspor ke Jawa. Industri di pulau Jawa butuh pasokan energi baru terbarukan sekitar 90 sampai 100 miliar kwh per tahun. Semenya yang mampu dipasok hanya sekita 8,5 miliar kwh pertahun energi terbarukan. Dampaknya, industri ini akan sulit mengekspor produknya ke negara yang inginkan produk dari energi baru terbarukan,” jelas mantan Dirut PLN 2001-2008 itu.
Lanjut Eddy, untuk tahap awal pihaknya akan fokus pada pengembangan 20 ribu megawatt yang akan dibangun dalam beberapa tahap. Tahap pertama sekitar 2.000 megawatt yang ditranmisikan lewat kabel laut dan udara ke Payton. Jaraknya sekitarnya sekitar 850 kilo meter. 180 Km diantaranya akan lewat kabel dalam laut dan sisanya saluran udara.
“Dalam taksasi kami secara kasar, butuh biaya sekitar 1,2 sampai 1,5 miliar dollar. Untuk lahan, 1 mega watt butuh 1,2 hektar. Tapi dari kegiatan ini potensi pertumbuhan Gross Domestic Bruto (GDP) untuk 2.000 megawat sekitar 1,2 milliar dollar. Pertambahan kesempatan kerja setiap 500 megawatt bisa capai sekitar 25 ribu pekerja.Tentu ini kegiatan yang langsung menggerakan perekonomian di Sumba dan Indonesia.Dampak ikutannya banyak sekali baik konsumsi, akomodasi dan lain sebagainya. Ini butuh investasi swasta,” jelas Eddi.***Laurens/AvenHms