LEMBATA,SELATANINDONESIA.COM-Pasca kebakaran yang melanda puluhan rumah adat milik dua warga Desa Bungamuda dan Napasabok di Kecamatan Ile Ape pada Minggu (30/8/2020) lalu, menciptakan duka mendalam bagi seluruh masyarakat adat di kabupaten Lembata.
Tragedi itu membuat suasana warga di dua desa tampak sunyi dan sepih. Tidak ada bunyi mesin kendaran, suara musik dan bahkan aktifitas penduduk yang biasnya terlihat ramai pun sudah tidak dirasakan lagi.
Dua desa tersebut sudah sama seperti kampung tanpa penghuni. Seperti kampung mati, lantaran rumah adat yang menjadi simpul kekuatan secara adat serta budaya bagi kelompok masyarakat adat ini lenyap dilahap api.
Selain kondisi bangunan yang hanya menyisahkan puing-puing, namun semua harta dan pusaka adat peninggalan leluhur yang tak ternilai harganya itu kini menjadi abu.
Thomas Tawa Wahon, Ketua Suku di Rumah Adat Wahon-Biko Langun (Waolangun-Biko Langun sebutan dalam bahasa daerah-red) menjelaskan, kebakaran terjadi dalam sekejap dan semua isi rumah adatnya, tanpa terkecuali hangus terbakar.
Sempat di ceritakan bahwa, pernah di tahun 1980 ada orang dari luar Lembata pernah menawarkan Wulu (semacam Moko-red) untuk dibeli dengan harga 1 Miliar. Akan tetapi, dirinya menolak. Pasalnya, barang purbakala itu harta adat dan sangat sakral.
“Go sempat ra tawar untuk hope miliar tou waktu npe tun 1980 (Saya sempat di tawar oleh orang dari luar Lembata untuk beli 1 Miliar pada tahun 1980-red),” sebut Thomas Wahon, Kamis (3/9/2020), di lokasi kebakaran Desa Bungamuda, Kecamatan Ile Ape, Lembata.
Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday sewaktu meninjau lokasi pasca kebakaran, Kamis (3/9/2020) mengatakan, pemerintah tetap memberi perhatian dalam masalah ini.
Dikatakan, rumah adat di Napaulun menjadi asset negara, maka menjadi kewajiban pemerintah untuk bersama-sama dengan komunitas adat setempat, mulai berproses, merevitalisasi asset tersebut.
Wakil Bupati menyebut, pemerintah desa bersama tokoh adat setempat harus bersepakat untuk mulai dari mana proses revitalisasi rumah-rumah adat ini. Meski tidak akan sama dengan aslinya, namun upaya merevitalisasi harus tetap dijalankan.
“Kita coba, mudah-mudahan bisa, walaupun tidak seperti sediakala. Asset purbakala seperti, kepala kerbau, Sora tadi yang terbakar, ada moko (wulu), piring peninggalan tahun 1600 hingga 1700 yang terbakar, keasliannya itu sudah tidak ada lagi,” ujar Wabup Thomas Ola Langoday.
Wabup Thomas Ola juga meminta agar tokoh adat dan pemerintah desa selalu berkoordinasi sehingga hasilnya bisa disampaikan ke pemerintah kabupaten.
Selain itu, Thomas Ola juga mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan ke tingkat provinsi dan pusat sehingga perhatian ke lokus musibah bisa semakin luas.
Didampingi sejumlah OPD, kepada wartawan, Thomas Ola menyampaikan, pemerintah kabupaten bersama seluruh masyarakat Lembata merasa prihatin atas peristiwa ini.
Thomas Ola juga mengatakan, kejadian ini membuat sebagian besar asset adat dan budaya hilang sehingga menjadi kewajiban pemerintah bersama komunitas adat untuk menata kembali meskipun tidak seutuhnya dikembalikan sesuai bentuk asli.
Wabub Thomas juga menjelaskan, upaya pemerintah daerah terhadap ancaman api yang terus menjalar di bagian utara Ile Lewotolok dan memberikan sejumlah himbauan agar peristiwa semacam ini tidak terulang lagi.
Kepala Desa Bungamuda, Bernardus Parlete Lagamaking, Kamis (3/9/2020) mengatakan, semua masyarakat dua desa merasa berkabung, selain pusat kekuatan adat lenyap, namun barang antik yang menjadi asset rumah adat tidak bisa di carikan ganti.
“Kami sedih, karena kami tau barang pusaka peninggalan leluhur kami yang kami sebut “Lango Mapangen”, ada sora, ada piring adat, moko, wulu tanduk kerbau dan barang antik lain yang kami tidak bisa gantikan. Mau beli dari mana. Itu yang membuat orang tua dan tokoh adat yang ada di sini merasa sedih. Kalau untuk bangunan kita bisa bangun kembali. Barang barang historis yang ada di dalam rumah adat itu yang kami tidak bisa ganti”, ujar Kades Parlete.
Tidak sampai disitu, dia juga menjelaskan kekuatan sesungguhnya masyarakat adat ada pada rumah adat, oleh itu sangat disayangkan kejadian na’as tersebut terjadi.
“Itulah kekuatan kami, karena di kampung lama itu, ada “Nuba” dan ada juga “Nara” sehingga ada beberapa pejabat termasuk Bapak Wakil Bupati dan Bapak Bupati pernah datang meminta restu di kampung lama ini,” tandasnya.
Pemerintah dua desa juga berharap, adanya perhatian dari pemerintah tingakat atas dalam kejadian ini, sehingga proses pemugaran rumah adat bisa dibangun kembali dalam waktu yang akan datang.
Sebanyak 26Â (bukan 28 sebagaimana diberitakan media-red)Â rumah adat dari total 35 rumah adat di kampung Lama Napaulun, Desa Bungamuda berikut seluruh pusaka warisan leluhur, ludes dimakan api. Sedangkan sebanyak 9 unit rumah adat, selamat dari bencana kebakaran tersebut.
Sebagai informasi, 35 rumah adat di Kampung Napaulun adalah milik masyarakat adat dari desa Bungamuda dan desa Napasabok, kecamatan Ile Ape.
35 rumah adat ini didiami 14 Suku dari dua desa tersebut karena secara historis warga dua desa tersebut pernah menetap di tempat yang kini disebut kampung lama itu.*)Teddi Lagamaking
Editor: Laurens Leba Tukan