Jalan Berliku Bank NTT yang Dibentangkan Golkar

1174
Gedung Kantor Utama Bank NTT di Jln. W. J. Lalamentik, Kota Kupang. Foto: MetroBuana.com

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi NTT membentangkan perjalanan panjang Bank NTT dalam kiprahnya sebagai bank kebanggan masyarakat NTT. Ada catatan prestasi yang diukir, ada pula kejanggalan yang memantik rasa curiga terhadap pengelolaan bank NTT.

Dalam pandangan umum terhadap laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD NTT tahun 2019, yang disampaikan juru bicara Yohanes De Rosari, SE dalam sidang paripurna, Senin (22/6/2020) yang dihadiri Wakil Gubernur NTT Josef A. Nae Soi, Fraksi Partai Golkar menilai, setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir, Bank NTT memiliki reputasi dan track record yang sangat baik seperti tergambar pada banyaknya tanda penghargaan yang diterimanya setiap tahun.

“Pada akhir tahun 2017, market sham Bank NTT mengungguli bank-bank lain yang juga beroperasi di wilayah NTT seperti market share Asetnya sebesar 32,04 % dan Market Share DPK-nya (Dana Pihak Ketiga yang dihimpun) sebesar 36,73 % serta Market Share Kredit-nya sebesar 30,42 %,” sebut de Rosari.

Dikatakan, pertumbuhan laba Bank NTT selama 10 tahun mencapai 259 % lebih yaitu pada tahun 2008 laba mencapai Rp 94, 890 M menjadi sebesar Rp 246,236 M pada tahun 2017. Sedangkan deviden yang dibagikan kepada pemegang saham meningkat tajam dari Rp 47,440 M pada tahun 2008 menjadi Rp 215,456 M pada tahun 2017.

Namun, menurut Fraksi Golkar, gejolak mulai terjadi sejak Ibrahim lmang tiba-tiba diberhentikan pada tahun 2013 oleh Pemegang Saham, khususnya Gubernur NTT sebagai Pemegang Saham Pengendali. Kemudian riak itu mulai membesar ketika pada tanggal 29 November 2016, Daniel Tagudedo diberhentikan oleh RUPS dari Direktur Utama dengan alasan karena yang bersangkutan hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur NTT. Kemudian, RUPS mengangkat Eduwardus Bria Seran menjadi PLT. Dirut Bank NTT.

“Kemudian RUPS dalam waktu yang singkat melakukan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Bank NTT yang memungkinkan Pimpinan/Direktur dapat dipilih selama tiga kali masa jabatan (sebelumnya hanya 2 kali). Dari sini mulai timbul keresahan di internal Bank NTT,” ujar Jubri Fraksi Golkar Yohanes de Rosari.

Ditambahkan, kala itu, Ketua Sementara Serikat Pekerja Bank NTT tidak mengakui kepemimpinan PLT Dirut. Fit and Proper Test berlarut-larut sampai melewati jangka waktu satu tahun dan akhir masa jabatan pimpinan manajemen Bank NTT, sehingga Gubernur sebagai Pemegang Saham Pengendali, mengeluarkan SK perpanjangan tugas sementara untuk PLT Dirut dan Komisaris Utama Bank NTT.

“Masalah terus berlanjut karena PLT Dirut yang secara tunggal diajukan ke OJK tidak lulus Fit and Proper Test, sehingga diangkat PLT Dirut yang baru lagi, yaitu Absalom Sine sambil mempersiapkan proses pengajuan Calon Dirut yang baru lagi,” katanya.

De Rosari menambahkan, pada semester kedua tahun 2018 secercah harapan ke arah konsolidasi kepemimpinan Bank NTT mulai bersemi lagi. “Gebrakan pemegang saham mengorbitkan kepala devisi IT Bank NTT menjadi Dirut Bank NTT dengan target kinerja yang dipatok pencapaian laba harus lima ratus milyar rupiah; Bank N’IT menjadi bank devisa dan Bank NTT siap melantai di bursa efek atau pasar modal. Jajaran Komisaris pun diganti dengan figur-figur kompeten, yang dikomandani Saudara Juvenile Jodjana,” sebutnya.

Tidak hanya itu, baik Dirut maupun Koisaris Utama, sama-sama menandatangani pakta integritas, yang menunjukkan kesiapsediaan mereka untuk merealisasikan target-target para pemegang saham. “Struktur baru pada jajaran manajemen Bank NTT formasinya disusun atas petunjuk Pemegang saham pengendali. Namun apa yang terjadi kemudian, justru sebaliknya. Target laba sebesar setengah trilyun rupiah yang ditetapkan RUPS tidak bisa dicapai. Target APBD tahun 2019 pun sebesar Rp 79.200.000.000 hanya dapat direalisir sebesar Rp 67. 560,177,456 atau 85,30 °/o,. Untuk pertama kalinya Bank NTT, gagal mencapai target PAD yang dibebankan padanya,” ujar Yohanes.

Bukan hanya target laba yang tak bisa dicapai, Golkar juga membeberkan, dalam LHP BPK Perwakilan NTT juga mencatat hal yang mengejutkan yaitu lonjakan Non Performance Loan (NPL) atau Kredit Macet Bank NTT menjadi 4,3 %. “Akumulasi kredit macet mencapai Rp 206,5 M karena manajemen Bank NTT tidak menaati regulasi dan protap perbankan yang penuh perhitungan dan kehati-hatian serta lemahnya pengawasan manajemen pusat dalam melakukan analisis kredit. Pemberian kredit pada enam debitur KCU Surabaya sebasar Rp 130 M berujung pada masalah hukum. Melakukan pembelian Medium Term Notice (MTN) pada PT SNP Finance sebesar Rp 50 M, kendati tidak ada dalam Rencana Bisnis Bank NTT dan akhirnya berujung pada kenyataan gagal dibayar, karena PT. SNP sudah dibekukan pada tahun 2018 karena tidak mampu membayar kembali MTN kepada 14 bank,” beber jubir Fraksi Golkar.

Golkar juga menyoroti pemberian kredit secara bertahap sebesar Rp 100 M kepada seorang debitur bermasalah di bank lain, seharusnya tidak dicairkan kredit tahap terakhirnya sebesar Rp. 30 M karena agunannya sedang disengketakan secara hukum.

“Belum lagi ditambah masalah sewa kantor Cabang Utama Surabaya yang berpotensi merugikan Bank NTT Milyaran rupiah, bahkan dibiarkan berlarut-larut sejak kepemimpinan Dirut Daniel Tagudedo dan penghapusan kredit 660 debitur dengan total nilai Rp 13,5 M yang belum memenuhi syarat penghapusan,” kata de Rosari.

Fraksi Golkar menilai, ujung dari seluruh permasalahan tersebut di atas, adalah dicopotnya Dirut Bank NTT lshak Eduard Rihi dan diangkatnya PLT Dirut Alex Riwu Kaho, SH, MM. Dikatakan, Bank NTT akan mengalami masa transisi lagi sampai dengan dilantiknya Dirut yang baru.

Disebutkan, sejauh pengalaman Fraksi Partai Golkar, kondisi tersebut di atas baru terjadi dalam satu dasawarsa terakhir. “Kondisi seperti ini memang memprihatinkan dan mencemaskan kita semua karena dana yang dikelola oleh Bank NTT adalah dana masyarakat NTT, baik yang dihimpun dari dana pihak ketiga maupun modal yang disertakan sebagai saham oleh para Kepala Daerah adalah uang rakyat melalui APBD masing masing Daerah atas persetujuan DPRD,” ujarnya.

Juru bicara Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi NTT, Yohanes De Rosari, SE menyampaikan pandangan umum Fraksi Partai Golkar terhadap laporan pertanggungjawaban APBD Provinsi NTT Tahun Anggaran 2019 dalam sidang paripurna, Senin (22/6/2020). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

Jauhkan Bank NTT dari Bias Politik

Dikatakan de Roasri, dibalik keprihatinan itu, Fraksi Partai Golkar tetap optimis dan berkeyakinan bahwa Bank NTT akan pulih dan bangkit lagi sebagai The Regional Champion dengan catatan, agar Bank NTT dijauhkan dari bias politik. “Dibebaskan dari campur tangan pihak terkait dan pihak-pihak yang ingin mengail di air keruh dengan mengatasnamakan Kekuasaan; dibersihkan dari fraud dan praktek kerja yang penuh dengan konflik kepentingan; dipimpin oleh Dirut yang bersih dan kuat serta diawasi oleh Komut yang bersih, kompeten dan kuat. Kita semua mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan membesarkan Bank NTT agar bilamana masa jabatan kita berlalu kita dikenang sebagai patriot Nusa Tenggara Timur tetapi sebaliknya, bilamana Bank NTT ini terpuruk maka kita akan dikenang sebagai orang yang gagal meninggalkan legacy yang berharga bagi masyarakat yang memilih dan mempercayai kita semua di ruangan terhormat ini,” sebut Yohanes.

Wakil Gubernur NTT Josef A. Nae Soi kepada SelatanIndonesia.com usai paripura itu mengatakan, apa yang disoroti Partai Golkar itu harus disikapi secara serius. “Saya akan memberikan masukan kepada pemegang saham pengendali sesuai kapasitas saya sebagi Wagub, bahwa ada hal-hal yang disoroti dan dikritisi wajib hukumnya ditingkatkan kinerjanya. Bahkan, sampai pada proses hukum sekalipun harus dijalankan. Dan usulan serta masukan DPRD itu kita menilai sangat kritis, obyektif dan proporsional sesuai tugas dan kewenangan dewan,” ujar Nae Soi. ***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap