KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Meski baru empat bulan memimpin Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi NTT, namun Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone, SH punya optimisme untuk menata segala produk hukum di Provinsi NTT secara lebih berkualitas.
“Kami punya tanggungjawab moral untuk melaksanakan tugas pembangunan hukum di daerah ini. Nah, bagaimana tugas-tugas itu dapat terwujud ? Pertama, saya mulai dari bagaimana menata kembali regulasi di daerah ini; bagaimana Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati atau Peraturan Kepala daerah atau peraturan DPRD itu harus lebih baik dan lebih berkualitas,” ucap Marciana Jone dalam dialog interaktif di Radio Swara NTT, Selasa (16/06/2020) seperti dalam keterangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com dari Valeri Guru, Kasubag Pers dan Pengelolaan Pendapat Umum Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT.
Dialog interkatif ini dipandu penyiar Arthur dan Kasubag Pelmas dan Hubungan Kelembagaan Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT, France A. Tiran, S.Si; juga menghadirkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Kupang, Sjachril, S.Sos.
Disebutkan Marciana D. Jone, agar sebuah produk hukum berkualitas makapihaknya akan menata proses pembuatan yang benar mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pengharmonisasian. “Kita akan membuat assessment naskah akademik, dan itu adalah mandat undang-undang. Selain itu, kami juga punya perancang perundang-undangan dan perancang ini akan berperan dalam penyusunan produk hukum daerah,” jelasnya.
Selain produk hukum di daerah yang berkualitas, Marciana D. Jone juga akan memastikan perlindungan kekayaan intelektual. “Tugas kami yang kedua adalah bagaimana memastikan perlindungan kekayaan intelektual dapat berjalan. Kita lihat bahwa NTT sangat luar biasa kekayaan alamnya. Kita punya budaya yang sangat banyak. Kita punya tenun ikat tetapi sampai dengan saat ini perlindungan tenun ikat itu belum maksimal. Itu tugas kami. Jadi saya mendorong semua kabupaten harus didaftarkan semua indikasi geografi dan ekspedisi budaya tradisional,” pinta Marciana D. Jone.
Disinggung soal wilayah kerja keimigrasian, Marciana D. Jone mengatakan, Provinsi NTT ini sangat luas. “NTT ini kan sangat luas. Jadi kita punya Kantor Imigrasi yang pertama di Kota Kupang; ini kantor yang paling banyak pelayanannya. Kemudian ada Kantor Imigrasi Atambua. Kantor Imigrasi Labuan Bajo di Pulau Flores dan Kantor Imigrasi Maumere yang melayani 5 kabupaten,” jelas Marciana D. Jone.
Ramah terhadap Kaum Disabilitas
Di tempat yang sama, Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Kupang, Sjachril menjelaskan sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Imigrasi tentang pelaksanaan tugas, fungsi keimigrasian dalam masa tatanan normal baru. “Sebelum pandemi Covid-19 kami melaksanakan tugas dan fungsi keimigrasian ada empat fungsi pelayanan yakni pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan Negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat,” jelas Sjachril.
Menurut Sjachril, wilayah kerja keimigrasiannya meliputi 9 kabupaten dan Kota Kupang. “Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Kabupaten Alor, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten TTS dan Kabupaten Sabu Raijua. Jadi dengan luas wilayah ini, kami sudah melakukan koordinasi dengan Ibu Kakanwil tentunya dengan arahan dari Ibu Kakanwil di masa pasca pandemi ini kita harus menjaga kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker dan menggunakan hand sanitizer,” jelasnya.
Menurut Sjachril, sesuai dengan SE Direktur Jenderal Imigrasi dan juga SE Ibu Kakanwil Kemenkumham NTT maka pihaknya melakukan piket sesuai kebutuhan pelayanan. “Pertama kali kami melakukan piket, kami harus stand by di jam kerja pelayanan; ini tidak hanya untuk WNI tetapi juga untuk warga negara asing (WNA) yang ingin melakukan perpanjangan izin tinggal dan sebagainya,” tutur dia.
Terkait dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pihaknya menggunakan layanan melalui aplikasi pendaftaran secara online. “Kita bisa aplikasikan itu; nanti ada tahapan-tahapan di dalam aplikasinya. Nah, kalau pemohon terkendala dengan sinyal kemudian handphone juga belum ada standarisasi android; jika tidak ada sinyal yang baik kami ada counter-counter khusus untuk mendaftarkan pemohon di Kantor Imigrasi,” katanya sembari menambahkan, “Sudah jadi komitmen kami bahwa pelayanan kami harus yang berbasis HAM.”
“Saya jangan mendengar ada komplain bahwa petugas kami tidak ramah maka selesailah. Kepekaan terhadap kaum disabilitas. Bahkan perempuan dan anak serta kaum disabilitas kami utamakan untuk paspor di sana. Kami juga menyiapkan tempat khusus untuk ibu-ibu yang sedang menyusui,” tambah Sjachril.***Laures Leba Tukan