Sebaran virus corona telah meluas ke seluruh provinsi, sejak terkonfirmasi pertama kali di Indonesia pada 2 Maret 2020. Data per 2 Mei 2020 pukul 21.00, tercatat ada 10.843 kasus Covid-19 di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 8.347 orang masih menjalani perawatan, 831 orang meninggal dunia, dan 1.665 orang telah dinyatakan sembuh. Tidak hanya menggerogoti aspek kesehatan, pandemi Covid-19 telah menggoncang ketahanan sosial ekonomi yang berdampak pada peningkatan penduduk miskin di Indonesia.
Dalam situasi genting memaksa melalui Perpuu Nomor 1 Tahun 2020, Pemerintah meluncurkan stimulus senilai Rp. 405 triliun. Dana itu digunakan untuk menangani Covid-19, menjaga daya beli masyarakat dan menahan laju ekonomi agar tidak jeblok. Dari jumlah itu, sebesar Rp. 110 triliun untuk jaring pengamanan sosial melalui program bantuan sosial Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Bantuan melalui Kemensos terdiri atas bantuan sosial regular (PKH dan BPNT), bantuan sosial khusus (Sembako untuk warga Jabodetabek), bantuan tunai Rp. 600 ribu untuk di luar Jabodetabek dan bantuan tanggap darurat (paket sembako dan santuan kematian). Sedangkan melalui Kementerian Desa adalah bantuan yang diambil dari dana desa (BLT Dana Desa). Selain bersumber dari APBN, setiap Pemerintah Daerah (Pemda) diarahkan untuk memberikan perlindungan sosial bagi warga masyarakat terdampak bencana nasional Covid-19 dari APBD.
Tercermati begitu besar jumlah anggaran yang diluncurkan untuk menangani pandemi Covid-19, untuk itu perlu dilakukan pengawasan guna memastikan kebijakan dan program penanganan Covid-19 dijalankan dengan benar dan akuntabel (on the right track). Sehingga anggaran tersebut dipergunakan sesuai peruntukannnya dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kombinasi fungsi pengawasan masyarakat, pengawasan internal dan pengawasan eksternal perlu dioptimalkan dalam mengawal pelayanan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Tulisan ini bermaksud mengurai apa yang seharusnya diawasi dalam pelayanan bansos Covid-19, sekaligus bagaimana pengawasan terhadap hal tersebut seharusnya dilakukan?
Ketepatan Pelayanan
Aspek yang perlu diawasi dalam pelayanan bansos Covid-19 ialah soal ketepatan pelayanan, memastikan pelayanan bansos Covid-19 memenuhi prinsip tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas dan tepat administrasi.
Sasaran pelayanan bansos Covid-19 ialah warga masyarakat terdampak Covid-19 atau disebut dengan kelompok penerima manfaat (KPM). Untuk dapat menjangkau kelompok ini, Pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada Kemensos. Dalam Surat Dirjen PFM Kemensos Nomor: 1432 tertanggal 17 April 2020, tentang Alokasi Pagu Penerima Bantuan Sosial (Bansos) Tunai, dalam surat ini diantaranya disebutkan, bahwa usulan calon penerima Bansos Tunai dari Non DTSK adalah keluarga yang terdampak pandemi Covid-19 yang dinilai layak menerima bantuan dengan dilengkapi data lengkap (BNBA, NIK dan Nomor Kontak).
Kemudian dalam Surat Edaran KPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTSK) dan data Non DTSK dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat, tertanggal 21April 2020, memperbolehkan penyaluran bansos baik berupa uang maupun barang, maupun bentuk lainnya, untuk masyarakat miskin yang berada di luar DTKS.
Berdasarkan DTSK pada Kemensos dan non DTSK, pelayanan bansos Covid-19 akan menyasar beberapa KPM, yakni kelompok miskin penerima bantuan dalam situasi normal (PBI, PKH, dsb), kelompok pekerja sektor formal yang berpotensi kehilangan pekerjaan, dan kelompok pekerja informal yang otomatis kehilangan pendapatan. Bagi dua kelompok yang terakhir akan diketahui jika sudah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tergolong sebagai warga miskin baru yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu diharapkan pendataan dilakukan secara cermat dan teliti melibatkan satuan pemerintah tingkat bawah RT/RW untuk memperbarui data penerima bansos serta diumumkan secara transparan kepada publik, agar penyaluran bansos tepat sasaran, tidak tumpang tindih dan berkeadilan. Sehingga dapat menjamin ketepatan jumlah, waktu, kualitas dan administrasi.
Optimalisasi Desk Pengaduan
Di tengah situasi pandemi Covid-19 dengan penerapan physical distancing, setiap warga masyarakat dapat berpartisipasi dalam memastikan pelayanan bansos Covid-19 memenuhi prinsip tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas dan tepat administrasi melalui pengaduan secara daring yang telah disediakan Pemerintah.
Setiap satuan pemerintah di daerah sampai desa mengoptimakan layanan pengaduan yang dihandel oleh petugas yang berkompeten untuk memfasilitasi komplain pelayanan bansos Covid-19 dengan cepat dan tuntas, untuk menjamin kepastian komplain masyarakat atas ketidaktepatan pelayanan bansos Covid-19 dapat tersalur secara efektif dan efisien (no wrong door policy).
Pengawasan terhadap pelayanan bansos Covid-19 perlu menggunakan instrumen hukum administrasi sebagai garda terdepan dan instrumen hukum pidana (korupsi) sebagai upaya akhir (ultimum remedium) secara proporsional. Dalam artian perlu pemilahan secara cermat mana perbuatan yang tergolong sebagai maladminstrasi dan mana perbuatan yang tergolong sebagai tindak pidana korupsi.
Tidak semua penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintah dalam pelayanan bansos Covid-19 (maladministrasi) merupakan tindak pidana korupsi, sehingga penyelesaiannya cukup dengan perbaikan (koreksi) terhadap kebijakan dan/atau tindakan yang tidak tepat. Namun apabila ditemukan aparatur pemerintah merekayasa kelompok penerima bansos Covid-19 fiktif, jelas hal tersebut merupakan tindak pidana korupsi, oleh karena merugikan keuangan negara, sehingga tepat digunakan instrumen hukum pidana. *)Penulis: Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT