KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggar Timur memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi NTT yang telah mengambil langkah tegas mengambil alih hotel Plago di Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat.
“Kendati pahit untuk dunia investasi, pemutusan kerja sama BGS oleh Gubernunr NTT dan berlanjut dengan pengmbilalihan hotel Plago di Pantai Pede Manggarai Barat harus ditimba hikmahnya oleh semua pihak. Apa yang dilakukan oleh Pemprov NTT sebenarnya semata-mata untuk menjaga agar pemanfaatan aset daerah membawa kontribusi yang adil dan berarti sebagaimana diamanatkan oleh Permendagri no 19 tahun 2016,” ujar Ketua Komisi III DPRD NTT Drs. Hugo Rehi Kalembu, M.Si kepada SelatanIndonesia.com, Selasa (21/4/2020). Politisi senior partai Golkar itu dimintai komentaranya setelah Pemerintah Provinsi NTT mengambil alih hotel Plago di Pantai Pede Manggarai Barat, Sabtu (18/4/2020).
Menurut Hugo, kalau saja mitra BGS memahami secara benar ketentuan dalam Permendgri No 19/2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, maka seyogyanya dia harus mau melakukan negosiasi ulang sehubungan dengan isi Kerjasama BGS sehingga menghasilkan manfaat yang adil baik untuk Pemprov maupun untuk mitra BGS.
Dikatakan Hugo, alasan negosiasi ulang amatlah mendasar, selain dasar hukum perjanjian kerjasama BGS yang disesuaikan dengan Permendagri 19/2016, juga kontribusi tahunannya terlalu kecil, jauh terpaut dengan hasil perhitungan atau apraisal dari BPK RI Perwakilan NTT. “Dan kenyataan bahwa PT SIM menunggak pembayaran kontribusi tahunan selama tiga tahun berturut turut,” katanya.
Politisi senior asal Pulau Sumba ini mengatakan, pasal 236 (2) Permendagri No 19/2016 menegaskan bahwa jika mitra BGS tidak melunasi kontribusi tahunannya selama tiga tahun berturut-turut atau terlambat melunasi kontribusi tahunannya selama tiga tahun berturut-turut, maka Gubernur dapat memutuskan Perjanjian BGS secara sepihak. “Jadi langkah Gubernur NTT untuk memutuskan perjanjian kerjasama BGS dan mengambilalih pengelolaan hotel Plago di Pantai Pede adalah tepat,” kata Hugo.
Hugo Kalembu mengingatkan Pemrov NTT bahwa, hal ini harus dijadikan pelajaran agar lebih berhati-hati dan profesional dalam melakukan kerjasama pemanfaatan aset sehingga tidak merugikan daerah baik saat ini maupun pada masa yang akan datang.
“Sebagai Ketua Komisi III saya belum tahu persis bagaimana model kerjasama Pemprov dengan PT Flobamor dengan anak perusahannya. Namun perlu diketahui bahwa secara hukum, PT Flobamor adalah BUMD milik Pemprov NTT tetapi anak perusahaan yang didirikan oleh PT Flobamor statusnya adalah perusahaan swasta,” sebutnya.
Pemprov, kata Hugo, dalam mengelola hotel Plago hendaknya tidak mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan Gubernur sebelumnya. “Setelah hotel Plago diambil alih oleh Pemprov maka statusnya adalah milik daerah. Oleh karena itu, jika dikerjasamakan pemanfaatannya seyogyanya mengikuti ketentuan KSP seperti diatur dalam pasal 207 Pemendagri No 19/2016 yang memberi peluang bagi siapa saja yang berminat bermitra dengan Pemorov dalam mengelola hotel Plago dengan tawaran yang lebih menguntungkan berupa kontribusi tetap tahunan dan bagian keuntungan setiap tahun,” katanya.
Menurut Hugo, PT Flobamor dan anak perushaannya tidak secara otomatis menjadi mitra pengelola dari setiap aset pemda yang diambil alih karena wanprestasi dari mitra sebelumnya karena tidak selaras dengan semangat antimonopoli seperti diatur dalam ketentuan perundangan. “Di pihak lain kita juga harus tetap menghormati jika ada upaya hukum yang dilakukan oleh mitra BGS dalam hal ini PT SIM dalam mencari keadilan,” ujar Hugo.
Komisaris PT Flobamor Hadi Djawas yang dihubungi terpisah mengatakan, pihaknya masih menunggu surat dari Pemprov NTT untuk PT Flobamor bisa masuk dan bekerja supaya hotel tersebut bisa langsung dioperasikan. “Kebetulan saya waktu pengambilan alihan hotel Sasando ada dalam tim juga jadi kami sangat siap kalau diberi kepercayaan oleh Pemprov NTT unutk kelola hotel Plago di Pantai Pede Manggarai Barat,” ujar Hadi.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi mengambil alih manajemen Hotel Plago di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Sabtu (18/4/2020). Selama ini, Hotel Plago dikelolah oleh PT Sarana Investama Manggabar (SIM).
Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah (BPAD) Provinsi NTT Dr. Zeth Sony Libing yang memimpin langsung proses pengambil-alihan aset itu yang dihubungi SelatanIndonesia.com Minggu (19/4/2020) mengatakan, selama ini Pemprov NTT sudah melakukan negosiasi dengan PT SIM untuk melakukan beberapa point adendum namun diabakian oleh PT SIM.
“Ada beberapa hal yang harus diadendum diantaranya kontribusinya yang terlalu rendah yaitu selama ini hanya berkontribusi Rp 250 juta/tahun. Dan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK menyatakan bahwa itu terlalu rendah dan merugikan Pemprov, dengan fasilitas bagus dan tempat yang sangat strategis di atas lahan 3,1 Ha itu ternyata dikontrakan dengan orang yang hanya mempunyai kontribusi Rp 250 juta/tahun,” sebut Sony Libing.
Dikatakannya, dari hasil appraisal yang dilakukan menyatakan bahwa kontribusinya bukan Rp 250 juta/tahun tetapi harus Rp 830 juta/tahun. Sony Libing juga mengatakan, PT SIM yang mengelola Hotal Plago ini tidak membayar kontribusinya selama tiga tahun berturut-turut mulai 2017, 2018 dan 2019. “Dan itu dipandang sebagai wanprestasi, janjinya tiap tahun beri kontribusi, tatapi ini tiga tahun tidak beri kontribusi,” katanya.***Laurens Leba Tukan