Covid-19 dan Ancaman Bagi Industri Periklanan

347

Dunia kini tengah mengalami wabah Covid-19 atau virus Corona. Semenjak ditetapkan menjadi pandemi oleh World Health Organization (WHO) kini jumlah pasien positif virus Corona terus mengalami peningkatan dan tersebar di berbagai belahan dunia. Menurut data yang dikumpulkan oleh John Hopkins CSSE (Putry, 2020) hingga Minggu (5/4/2020), total jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 1.204.261 kasus, dengan 64.804 kematian dan 247.354 pasien dinyatakan sembuh.

Pane (2020) menyatakan bahwa virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV 2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut Covid-19. Virus ini menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti paru-paru (pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), Severe Acute Respiratory (SARS) dan yang paling fatal dapat mengakibatkan kematian.

Virus Corona memberikan dampak besar kepada seluruh sektor mulai dari ekonomi, politik, pariwisata, kegiatan keagamaan dan lain-lainnya. Selain itu virus Corona juga berdampak bagi industri periklanan.Periklanan merupakan informasi seputar produk maupun jasa yang bersifat komersial yang ditawarkan kepada konsumen. Secara luas iklan memiliki tujuan komersial yakni marketing atau pemasaran (Sinclair, 2016:3523)

James McDonald (dalam Graham, 2020) mengatakan bahwa salah satu gangguan besar dari virus Corona, dapat menyebabkan pembatasan jangka panjang pada pergerakan dan pertemuan besar. Hal ini akan berdampak pada pengeluaran di bidang-bidang seperti bioskop, pasar, periklanan di luar rumah dan bahkan radio, karena biasanya orang mengkonsumsi radio selama perjalanan.

Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia. Menurut Diananto (2020) dampak virus Corona menjalar ke berbagai sektor industri termasuk hiburan layar lebar. Selain karena penerapan physical distancing yang dianjurkan oleh pemerintah, tetapi juga karena banyak film-film yang sebenarnya akan tayang di tahun 2020 dan mendatangkan banyak pengiklan memilih menunda penayangannya seperti Fast & Furious 9, Mulan, A Quiet Place Part II, dan sebagainya (Indriane, 2020). Hal ini dilakukan untuk mencegah kerugian dan penyebaran virus Corona. Sehingga membuat bioskop-bioskop yang ada di Indonesia terpaksa harus ditutup.

Para ahli mengatakan bahwa jika penyebaran virus Corona terus berlanjut, maka dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran iklan di bidang-bidang seperti permainan mobile atau layanan streaming (Graham, 2020). Karena konsumen, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Sementara di sisi lain terjadi pengurangan iklan di luar rumah, karena terjadi pembatalan olimpiade, atau turnamen sepak bola dan sebagainya. Sehingga menjadi faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran iklan.

Dalam kasus ini pemasar perlu mengatur strategi yakni dengan memberikan potongan harga untuk mendapatkan perhatian konsumen. Selain itu dampak virus Corona juga berpengaruh kepada perusahaan-perusahaan hiburan.

Tabel

Data Perusahan-Perusahaan Hiburan Setelah Adanya Virus Corona

                                                                                                                      Sumber: Bridge, 2020.

Dari tabel tersebut dijelaskan bahwa hanya Netflix yang mengalami kenaikan yakni sebesar 3% atau $4,7 miliar (Bridge, 2020). Hal ini disebabkan karena layanan ini memiliki banyak pelanggan akibat dari masyarakat yang dikarantina. Selain itu kepanikan akibat virus corona juga berimbas kepada perusahaan jaringan kabel seperti perusahaan Walt Disney Pictures atau Disney, Fox, Discovery, Sony dan sebagainya. Dalam catatan New York Times (Bridge, 2020) penurunan di antara jaringan kabel sebagian disebabkan oleh kemerosotan iklan. Hal ini disebabkan karena sebagian perusahaan kabel bergantung pada pendapatan iklan.

Masyarakat di tengah karantina tentunya membutuhkan hiburan. Sebagai layanan yang memungkinkan pengguna menonton tayangan kesukaan di mana pun, kapan pun, dan, lewat media apapun (smartphone, smart TV, tablet, PC dan laptop) tetapi menawarkan film digital di dunia nyata (Bohang, 2016). Netflix menjadi salah satu pilihan untuk mengisi kebosanan dan juga waktu luang.

Selain itu dengan diburunya Netflix sebagai pengisi waktu luang, membuat para pengiklan mendapat titik terang untuk dapat mengiklankan produk mereka dengan menggunakan Netflix. Karena konten dapat dikonsumsi oleh para pengguna akun tersebut. Dengan begitu diharapkan akan terjadi hubungan yang saling menguntungkan baik dari pihak pengiklan maupun Netflix.

Setiap harinya pengguna layanan internet di tengah pandemi virus Corona terus meningkat. Kebijakan Work From Home, sebagai salah satu langkah mencegah dan menghentikan penyebaran virus Corona. Layanan seperti Netflix kian diburu untuk mengisi kejenuhan. Pemerintah ditengah krisis, perlu mengambil langkah yang tegas. Pemungutan dan pembayaran pajak oleh perusahaan sejenis Netflix menjadi pilihan yang tepat untuk menambah pemasukan bagi kas negara. Selain itu perusahaan pun secara sadar tahu bahwa momentum seperti ini mendatangkan keuntungan.

Sebagai perusahaan penyedia layanan ‘kepuasan’ bagi penonton, tentunya menjadi sebuah tanggung jawab moril untuk membagi hasil lewat pajak. Indonesia pun menyumbang banyak pengguna layanan Netflix. Selain itu pemerintah Indonesia perlu mengeluarkan kebijakan yang tegas dan mengikat lewat pembentukan undang-undang tentang pajak terhadap perusahaan sejenis Netflix. Tentu jika kedua belah pihak bekerja sama, hasilnya pun akan saling menguntungkan. Inilah yang menjadi harapan semua pihak. Netflix senang, pemerintah Indonesia pun bahagia.

*Mira Natalia Pellu, mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Center Align Buttons in Bootstrap