KUPANG,SELATAN-INDONESIA.COM – Wakil Bupati Flores Timur Agus Payong Boli mengatakan, untuk penyelesaian konflik atau perang antar suku atau antar kampung di Lamaholot harus melalui pintu budaya Lamaholot.
“Kakan keru, arin baki, artinya kita semua ini bersudara sedarah “kakan arin” dan saudara karena kita adalah “Lamaholot” yang di meteraikan dalam koda “kakan papa, arin lola”. Hukum positif pengadilan bukan satu-satunya pilihan baik di Lamaholot karena selalu menyisahkan “bayang-bayang musuh” atau bahasa lamaholotnya “kenetun” yang bisa jadi potensi konflik baru,” ujar Wakil Bupati Flores Timur Agus Payong Boli dalam keterangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com di Kupang, Sabtu (7/3/2020).
Wabup Agus Boli mengatakan, metode penyelesaian jugan berbeda antara konflik yang secara histori sosiologis sifatnya kasuitis yang pernah terjadi atau sedang terjadi konflik atau perang tandingnya dan konflik atau perang tanding yang berpotensi akan terjadi di masa mendatang.
“Khusus untuk kasus konflik perang tanding yang pernah atau sedang terjadi penanganannya melalui “tim perdamaian”yang terdiri dari tokoh-tokoh adat netral yang punya kharisma tinggi. Kemudian dilanjutkan dengan langkah “musyawarah masalah” untuk mendengar kedua belah pihak punya keterangan dan diambil jalan tengah secara bijak berdasarkan kesepakatan para pihak yang dimeteraikan dengan hukum positif berupa berita acara dan dimeteraikan secara adat dengan darah hewan untuk kesepakatan damai turun temurun Nayu baya,” katanya.
Lanjut Wabup Flotim, sedangkan untuk konflik atau perang tanding yang berpotensi terjadi atau bahkan tidak terjadi pun perlu ada langkah forum “musyawarah besar Lamaholot” untuk bermusyawarah secara adat tentang penanganan masalah tanah atau lainnya antar suku atau kampung harus melalui jalan “musyarawarah damai” pupu koda gahin kirin supaya ke depan ada masalah tidak boleh lagi penyelesaian dengan cara perang tanding yang memakan korban. “Ini dinamakan “nayu baya belen” atau pernjanjian damai besar untuk satu kawasan misalkan Adonara, Solor, daratan Larantuka dan lainnya,” sebut Wabup Agus.
Dikataknnya, kenapa perdamian didahulukan baru bicara substansi masalah. “Ini supaya jika pembicaraan tingkat pertama mentokpun tidak lagi terjadi perang tanding karena sudah ada nayu baya kaka keru arin baki, ” katanya.
Disebutkan Wabub, pemerintah hadir sebagai fasilitator dan dinamisator tapi yang menyelesaikan dengan hukum adat lamaholot “nayu baya kakan keru, arin baki adalah ketua-ketua suku, pemimpin kampung dan tokoh-tokoh adat yang punya kharisma tinggi dengan prinsip adat mereka berjanji untuk keturunannya dan kebaikan kampung halamanya.
“Ini butuh waktu tapi harus dimulai dan saya yakin bisa karena orang Lamaholot itu bersaudara kakan keru arin baki, walau kadang konflik terjadi karena emosi tidak terkendali dan ingin pembuktian kebenaran melalui perang tanding di medan tapi selalu saja ada jalan damai melalui refleksi yang Panjang,” katanya.
Ia menyebutkan, ada ungkapan Lamaholot “Titen kaka arin muan hae kewuken noo tuak, loba noo wua. Nuan tou pai hode limat tala lango gere puken tite kakan keru arin baki. Ledan gala, dekit dopi, tenu ake taan bau lolon, tabe gelu neak, pekat wayak. Yang artinya, kita ini kaka beradik yang kadang mabuk dengan tuak dan siri pinang lalu berkelahi tetapi ada waktunya berefleksi akan pentingnya perdamaian. Lepas tombak dan lembing, mari kita duduk minum tuak dan makan siri pinang bersama tanpa harus sumpah serapah saling baku bunuh,” sebutnya. *)Vian Kewohon
Editor: Laurens Leba Tukan