Misionaris Polandia Stanislaw Ograbek, Pelopor Infrastruktur Manggarai Tutup Usia

447
P. Stanislaw Ograbek, SVD di salah satu pedalaman Manggarai. Foto:chenelyoutube,Yohanes Sinding

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Dia dikenal warga Manggarai Raya sebagai pastor yang mempelopori pembangunan infrastrutktur khususnya jalan dan jembatan di pelosok Manggarai. Salah satu karya nyata Pastor asal Polnadia ini adalah membuka jalur jalan Pela-Dintor yang saat ini menjadi jalan negara menuju tempat wisata Wae Rebo. Juga jalur jalan ke Satarmese dibuka, termasuk di dalamnya pemahatan tebing.

Kabar meningalnya P. Stanislaw Ograbek, SVD mengagetkan warga Manggarai di manapun berada. Paul Ragat, salah satu yang mengenal baik Pater Stanislaw kepada selatanindonesia.com Minggu, (16/2/2020) menyebutkan, beberapa bulan lalu, Pater Stanislaw datang kunjung ke Manggarai khususnya di Paroki Todo, tempat dulu Pater Stanislaw berkarya dan membuka isolasi jalan. “Rupanya kedatangan beliau itu merupakan kunjungan terakhir, selamat jalan Pater, bahagia bersama para Kudus di Surga,” begitu ucap Paul Ragat.

Dikatakan Paul,  P. Stanislaw Ograbek, SVD, meninggal pada hari Sabtu, 15 Februari 2020 Pukul 23.59 WIB. Setelah dari Ruteng, P. Stanislaw pindah ke SVD Provinsi Jawa dan ditugaskan di Palangka Raya. “Di sana beliau mendirikan rumah sakit besar untuk Keuskupan Palangka Raya, dan sekitar bulan November 2019, beliau pindah ke rumah jompo SVD di Batu, Malang, dan menjalankan masa senjanya hingga Tuhan memanggilnya pulang.

Dikutip dari BeritaSatu.com, P. Stanislaw Ograbek muda tidak pernah berpikir tentang Indonesia pada 1960an, meski dia sadar pilihannya masuk ordo Serikat Sabda Allah (SVD) akan menghantarnya ke ujung dunia sekalipun. Tetapi pada 1965, seorang utusan dari negeri di timur itu menentukan panggilannya sebagai pastor muda di gereja yang sedang berkembang.

“Seorang utusan dari Gereja Indonesia yang tidak kami kenal tiba-tiba datang ke Polandia untuk meminta bantuan tenaga pendidik di daerah pedalaman di Flores dan Kalimantan,” ujar Ograbek dalam acara peluncuran buku “Bertualang di Ladang Tuhan, 50 Tahun di Pulau Flores dan Kalimantan” di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, beberapa tahun silam.

Menjawab panggilan itu, Ograbek bersama 19 rekannya akhirnya dikirim ke Indonesia sebagai misionaris. “Sebenarnya ada 21 orang, tapi karena yang seorang tadi masih harus menyelesaikan kuliahnya di universitas. Karena ada peraturan seorang misionaris yang berusia dibawah 26 tahun tidak diperbolehkan menjadi misionaris,” kenang dia.

Awalnya, lanjut Ograbek, dirinya mengalami sedikit kesulitan untuk mendekati orang-orang Flores dan Kalimantan. Orang-orang Dayak misalnya, adalah orang yang pendiam tapi mereka sangat bersungguh-sunguh dan patuh pada adat kebudayaan. Sedangkan orang-orang Flores adalah orang yang sangat bersemangat, tidak mudah mengeluh, dan sedikit temperamen.

“Awalnya sulit, karena saya tidak tahu sifat inti mereka. Bahkan saat saya mengucapkan salam, mereka hanya diam dan tidak menjawab, sampai saya berpikir apakah mereka marah pada saya. Tapi lama kelamaan karena sudah tahu jadi semuanya tidak sulit lagi, bagi mereka tidak ada kewajian untuk basa-basi,” tutur dia.

Dalam kesempatan wawancara dengan wartawan, Ograbek pun mengungkapkan kesannya yang mendalam akan perbedaan-perbedaan yang ada di Flores dan Kalimantan. Menurut dia yang paling berkesan saat berada di Flores dan Kalimantan adalah bagaimana cara yang tepat untuk mendekati orang-orang di dua daerah tersebut yang jelas memiliki perbedaan perilaku.

“Kesan saya, untuk menghadapi dua kebudayaan ini, kami harus saling menghargai, menghormati, dan tidak berusaha mati-matian untuk menjadikan mereka sebagai pengganti saya melainkan agar mereka tetap mempertahankan identitas mereka,” jelasnya.

Tetapi berkarya selama 50 tahun di dua pulau dengan beragama suku serta budaya berbeda, tentu buka upaya mudah. Kesulitan terbesar yang dialami Ograbek dan teman-temannya adalah bahasa.

“Karena kami terdiri dari banyak orang maka kami pun belajar bahasa Indonesia bersama-sama. Kami juga mengikuti kebiasaan orang-orang di Flores dan Kalimantan agar bisa diterima dengan baik oleh warga di sana,” tuturnya.

Buku berjudul “Bertualang di Ladang Tuhan, 50 Tahun di Pulau Flores dan Kalimantan” itu merupakan buku kedua, hasil terjemahan dari buku pertamanya yang berbahasa Polandia. Karena ada dorongan dari masyarakat di Flores dan Kalimantan serta dari kedutaan besar Polandia yang tertarik dengan isi buku ini maka akhirnya buku terjemahan dalam bahasa Indonesia pun diterbitkan.

Menurut Ograbek, dirinya membuat buku ini berdasarkan catatan-catatan kecil yang dibuat dan dikumpulkan selama berada di Flores dan Kalimantan. Dia awalnya menulis dalam bahasa Polandia. Namun, karena banyak yang ingin tahu apa yang ditulisnya dalam bahasa Polandia akhirnya mereka mendesak kedutaan besar Polandia agar menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Indonesia.

“Sebenarnya saya takut jika orang lain yang menerjemahkan buku ini karena saya takut hasil terjemahannya tidak sesuai dengan apa yang saya ungkapkan dalam bahasa Polandia. Akhirnya saya sendiri yang menerjemahkan buku ini dengan biaya yang ditanggung oleh kedutaan besar Polandia,” ujarnya.

Pater Ograbek adalah salah satu misionaris Polandia yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1965 dan sejak itu mendedikasikan seluruh hidupnya selama hampir 50 tahun,tidak hanya untuk misi keagamaan, tapi juga untuk pembangunan masyarakat di segala bidang di tempatnya mengabdi.

Dia telah mengabdi di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) sekitar 30 tahun dan di Kalimantan Tengah sekitar 20 tahun. Beliau pun dianugerahi tanda penghargaan Cincin Emas oleh Gubernur NTT saat itu Hendrikus Fernandez atas jasa-jasanya yang luar biasa dalam pembangunan infrastruktur di provinsi NTT.

Buku ini menceritakan perjalanan misi Pater Ograbek selama hampir 50 tahun yang sarat dengan ragam nilai dan hikmah. Terdiri dari 40 bab pendek, tiap bab-nya bercerita penggalan pengalaman Pater Ograbek sejak pendaftaran misionaris di Polandia hingga berbagai pengalaman misinya di Flores dan Kalimantan.**laurens leba tukan

Center Align Buttons in Bootstrap