GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Berita Hari Ini NTT Nusantara Politik
Beranda / Politik / UUD 1945 Bukan Kitab Suci

UUD 1945 Bukan Kitab Suci

Sosiolog Undana Kupang, Lazarus Jehamat

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Semangat Referendum Konstiusi yang digelorakan sejumlah aktivis demokrasi di NTT yang ditandai dengan Deklarasi Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada UUD 1945 di Kupang, Senin 21 Juni 2021 mendapat tanggapan beragam. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak dengan beragam argumentasi pula.

Lazarus Jehamat, pengajar pada jurusan Sosilogi Fisip Undana Kupang menyatakan setuju jika dilakukan amandem terhadap UUD 1945. “Saya setuju, UUD 1945 itu bukan kitab suci. Karena itu UUD 1945 bisa diamandemen. Catatannya, sejauh rakyat menginginkannya,” sebut Lazarus kepada SelatanIndonesia.com, Selasa (22/6/2021).

Ia juga menyebut, soal klaim aspirasi rakyat, itu hak kelompok penyokong ide referendum terhadap amandemen pasal 7 UUD 1945 agar Presiden Joko Widodo diperbolehkan untuk dicalonkan kembali pada periode ketiga “Dalam alam demokrasi, kita tidak perlu terganggu kalau ada yang teriak macam-macam. Syaratnya hanya satu, berteriak dalam koridor,” tegasnya.

Meski demikian menurut Lazarus, dalam kerangka prgerakan tim Komite yang menyebut referendum menurutnya tidak pas. “Referendum mengandaikan adanya legalitas dsn legitimasi rakyat. Di mana legalitas dan legitimasi di konteks periodisasi jabatan presiden?,” sebutanya bertanya.

Ditanya tentang kepentingan siapa yang sedang diusung oleh para penggagas Komite Referendum, ia mengaku sulit menyebut. “Agak sulit kepentingan dari kelompok mana teman-teman melakukan ini. Sebab, isu ini amat liar berkembang di jagat media sosial dan diskusi di masyarakat,” ujarnya.

Saat Palu Berdentum di Waibakul: Pertukangan Jadi Jalan Sejahtera

Ia mengatakan, membenturkan keinginan Presiden Jokowi yang menolak dicalonkan lagi menjadi presiden tiga periode dengan kemauan segelintir orang, baginya menjadi bagian pembunuhan karakter Jokowi. “Masyarakat yang paling dungu sekali pun, akan segera mengerti bahasa Jokowi untuk menolak dicalonkan lagi dan wacana tiga periode,” kata Lazarus.

Dikatakan Lazarus, ia termasuk generasi 1998 dan tahu benar bagaimana mahasiswa berjibaku menurunkan Soeharto atas nama demokrasi. Disebutkan, dua periode cukup dan itu final keinginan masyarakat yang diwakili mahasiswa.

Teman-temen mesti tahu keinginan mahasiswa waktu itu mengapa jabatan presiden dibatasi dua periode. Menurut mahasiswa, yang penting itu bukan berapa tahun sesorang memimpin dalam kerangka dua periode itu, tetapi perbuatan nyata atau aspek materialitas kerja pemimpin. Maka, kalau mau jadi pemimpin, ukurlah diri, hitunglah program yang paling mungkin dilakukan selama 10 tahun. Tugas DPR dan Presiden ialah merumuskan visi besar Indonesia 100-200 tahun untuk dibumikan pelan-pelan selama 10 tahunan oleh setiap yang dipilih. Kesimpulannya, saya menolak wacana jabatan Preside tiga periode,” tegas Lazarus.

Ketua Penyelenggara Komite Referendum Terbatas, Pius Rengka, saat deklarasi di Lapangan Hollywood, Kelapa Lima Kota Kupang, Senin (21/6/2021). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

Diketahui, Komite Referendum yang digagas sejumlah tokoh masyarakat Nusa Tenggara Timur bakal bekerja menjaring aspirasi nasyarakat NTT melalui jajak pendapat yang bebas, terbuka dan jujur terkait masa jabatan Presiden Jokowi selama tiga periode.

“Hasil jajak pendapat akan dikumpulkan hingga akhir Juli 2021 dan diumumkan, setelah itu Agustus 2021 akan diserahkan ke lembaga negara paling lama 15 Agustus 2021,” kata ketua komite referendum Jokowi Tiga Periode, Pius Rengka, saat deklarasi.

Prof. Umbu Data: Rumah Mandiri, Laboratorium Masa Depan di Sumba Tengah

Menurut Pius, pihaknya membentuk komite ini dari tingkat provinsi hingga desa-desa, sehingga memudahkan untuk melakukan jajak pendapat refendum masa jabatan Jokowi. “Pembentukan komite dimulai dari tingkat provinsi hingga tingkat desa dan kampung-kampung,” ujarnya.

Untuk mewujudkan Jokowi tiga periode, kata dia, hanya bisa dilakukan melalui satu cara yakni referendum atau amandemen UUD 1945 Pasal 7 yang menyebutkan, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Keinginan agar Jokowi melanjutkan satu periode lagi tidak mungkin diwujudkan nyatakan, karena dilarang Pasal 7 UUD 1945, sehingga perlu dilakukan amandemen,” katanya.

Dia mengusulkan agar pasal 7 UUD 1945 diubah menjadi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali” dan menghilang hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pembentukan komite ini, ujar dia, didasari atas keinginan masyarakat NTT yang menghendaki agar Jokowi memimpin negara ini satu periode lagi karena dinilai bisa menjawab kebutuhan masyarakat. “Kita bisa lihat di Papua dengan satu harga. NTT dengan tujuh bendungan dan masih banyak lagi,” katanya.

Bupati Sumba Tengah Paulus Limu menjamin 98 persen masyarakat di wilayahnya akan mendukung komite ini agar Jokowi memimpin satu periode lagi. Ia mengklaim masyarakat sudah merasakan pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi. “Saya jamin 98 persen warga Sumba Tengah akan mendukung Jokowi tiga periode,” ucapnya. ***Laurens Leba Tukan

DPRD NTT Serahkan Evaluasi Pergub Tunjangan ke Gubernur Melki

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement