GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Berita Hari Ini NTT Daerah Eksbis Golkar Gubernur NTT Hukrim Kesehatan Nusantara Pemerintah Propinsi NTT Pendidikan Politik
Beranda / Politik / Umbu Rudi Melawan Sindikat TPPO dari Mauliru

Umbu Rudi Melawan Sindikat TPPO dari Mauliru

Anggota Komiksi XIII DPR RI dari Fraksi Golkar dapil NTT 2, Dr. Umbu Rudi Kabunang ketika menggelar pertemuan bersama masyarakat di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Mauliru,Kabupaten Sumba Timur, Jumat siang (30/5/2025). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

WAINGAPU,SELATANINDONESIA.COM – Matahari nyaris tegak lurus saat deretan mobil melintasi jalan berdebu menuju halaman Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Mauliru, Jumat siang (30/5/2025). Langit Mauliru membara, namun aula gereja itu terasa hangat bukan oleh cuaca, melainkan oleh keteguhan hati orang-orang yang datang dengan satu tekad, memutus rantai perdagangan orang yang selama ini menyergap perempuan dan anak-anak dari tanah ini.

Dari antara tamu-tamu yang turun satu per satu, tampak sosok berperawakan tegap mengenakan baju putih lengan panjang. Wajahnya tenang, langkahnya mantap, tatapannya tak terusik kamera atau sorot publik. Dialah Dr. Umbu Rudi Kabunang, anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar. Di tanah kelahirannya itu, ia tak datang sekadar reses. Ia pulang membawa misi menyelamatkan manusia dari kejahatan modern paling licik yang kini menjelma dalam berbagai rupa perdagangan manusia.

Di dalam gereja, puluhan perempuan dari berbagai desa di Sumba Timur duduk berjajar. Mereka menyimak dengan khidmat. Beberapa memeluk anak, beberapa mencatat. Di hadapan mereka, diskusi mengalir dalam bahasa keseharian tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta ancaman perdagangan orang. Forum itu difasilitasi oleh Forum Perempuan Diaspora NTT-Jakarta, komunitas akar rumput yang dipimpin oleh Asty Laka Lena, istri Gubernur NTT dan Ketua Tim Penggerak PKK provinsi.

“Kami datang bukan untuk berkhotbah,” ujar Wiwiek Kabunang didampingi Heni Hayon, dua aktifis Forum Perempuan Diaspora. “Kami datang karena tidak mau lagi mendengar kabar perempuan NTT mati di negeri orang hanya demi sepotong mimpi.”

Umbu Rudi membuka sesi dengan nada tegas, “Jangan biarkan mimpi mereka mati di luar negeri karena ulah calo dan sindikat.”

Gubernur Melki Kukuhkan Satgas Pengawasan Internal “Ayo Bangun NTT”

Dari Kampung, Membangun Ketahanan Migrasi

Sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan NTT II, Umbu Rudi sadar, pidato dan himbauan tidak cukup. Ia merancang pendekatan sistemik bersama Gubernur NTT Melki Laka Lena. Mereka meluncurkan strategi jangka panjang, dimulai dengan membuka Balai Latihan Kerja (BLK) di setiap kabupaten. Fokusnya keterampilan kerja berbasis kebutuhan pasar internasional.

“Kita tidak bisa larang orang pergi bekerja ke luar negeri. Itu hak mereka,” ujar Umbu. “Tapi negara wajib hadir memastikan mereka punya bekal, selamat, dan bermartabat.”

Langkah-langkah yang ia dorong tak sebatas pelatihan. Ia menekankan pentingnya memastikan perlindungan menyeluruh bagi pekerja migran, dari gaji layak, asuransi kerja, hingga akses layanan kesehatan di negara tujuan. Salah satu inovasi yang ia dorong adalah pembentukan Desa Siaga Migrasi pengawasan berbasis komunitas, melibatkan gereja, tokoh adat, dan pemerintah desa.

“Dari desa kita awasi, dari rumah kita jaga,” tegasnya. Ia aktif mendorong revisi legislasi perlindungan PMI di DPR dan mengadvokasi penguatan fungsi pengawasan pemerintah daerah terhadap PJTKI.

Dari Hutan Bambu Komodo, Gubernur Melki Menyemai Ekonomi yang Pulih Bersama Alam

Modus Baru Sindikat Lama

Umbu Rudi menyadari tantangan hari ini jauh lebih kompleks. Modus operandi sindikat perdagangan orang telah bertransformasi. Kini, visa wisata menjadi kedok baru. “Warga kita dibuat percaya bahwa mereka akan jalan-jalan ke Hongkong atau Vietnam. Padahal itu jebakan,” katanya. Begitu tiba, paspor mereka disita, dan mereka dipaksa bekerja secara ilegal tanpa perlindungan hukum.

Ia menyarankan agar Imigrasi NTT memperkuat kerja intelejen untuk mendeteksi lonjakan permohonan paspor dengan tujuan berwisata secara tidak wajar. “Kalau tiba-tiba satu dusun ramai-ramai ke luar negeri dengan visa wisata, itu patut dicurigai,” ujarnya.

Data Kementerian Luar Negeri dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengonfirmasi kekhawatiran itu. Dalam lima tahun terakhir, NTT tercatat sebagai salah satu provinsi dengan jumlah korban TPPO tertinggi di Indonesia. Hampir saban bulan, kabar jenazah TKW asal NTT dipulangkan dari luar negeri, banyak di antaranya bekerja secara non-prosedural.

Menenun Harapan dari Desa

Bupati Paulus dan Adri Sabaora Menanam Keteladanan di Tanah Palajara

Di Mauliru, benih perlawanan terhadap sindikat perdagangan orang mulai tumbuh. Umbu Rudi menyadari bahwa akar persoalan bukan hanya ekonomi, tetapi juga akses informasi dan pendidikan.

Ia mendorong gereja, sekolah, komunitas adat, dan kaum diaspora untuk kembali ke desa, memberikan edukasi dengan pendekatan berbasis empati dan pengalaman.

“Forum Diaspora ini bukan hanya bawa seminar. Mereka bawa solusi yang hidup,” katanya. Salah satu peserta, Maria, ibu muda dari Kanatang, mengaku baru sadar bahwa paspor wisata tidak bisa digunakan untuk bekerja. “Dulu saya kira bisa. Ternyata itu yang buat banyak orang ditipu,” tuturnya.

Umbu Rudi menutup pertemuan dengan ajakan yang menyentuh akar budaya Sumba: kembali ke tanah, ke kebun, ke tenun. “Anak muda Sumba tak perlu ke luar negeri untuk mencari masa depan,” ujarnya. “Peternakan, pertanian, dan tenun kita punya nilai besar. Kita hanya perlu membangkitkannya kembali.”

Sore itu, saat bayang-bayang pohon mulai memanjang di halaman gereja, para perempuan pulang membawa harapan baru. Di tengah segala keterbatasan, gerakan akar rumput ini menandai babak baru perlawanan terhadap salah satu kejahatan paling sunyi namun kejam: perdagangan manusia. Dan dari Mauliru, suara itu mulai menggema.*/laurens leba tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement