Dari savana Sumba ke lintasan aspal Sentul, Umbu Gillberth Kabunang membawa warisan Timur dalam tarian ban dan asap.
SENTUL, SELATANINDONESIA.COM – Di bawah langit Sentul yang kelabu, raungan mesin memecah hening. Asap putih pekat membumbung dari ban yang melintir tajam di tikungan sempit. Satu mobil putih tampak menari di antara suara decit, penuh kendali dan keyakinan. Di balik kemudi, seorang pemuda dengan mata tajam dan ketenangan khas petarung, Umbu Gillberth Kabunang, 18 tahun, anak Kampung Kambauni, Tanahrara, Matawailapau, Sumba Timur yang sedang mengukir jejaknya di dunia yang tak biasa bagi anak Timur yaitu drifting profesional.
Hari itu, Minggu 1 Juni 2025, Umbu Gillberth mencetak sejarah. Ia menjuarai kelas Pro Kejurnas Passion Drift Challenge Round 1, kasta tertinggi dalam dunia drifting nasional.
Sebuah pencapaian monumental, bukan hanya bagi dirinya atau tim URT Accelera x Belklo yang diwakilinya, tetapi juga bagi tanah kelahirannya yang jauh di Timur, Sumba, Nusa Tenggara Timur.
“Ini untuk Papa saya yang ulang tahun hari ini,” katanya kepada SelatanIndonesia.com, usai mengangkat piala kemenangan. Suaranya tenang, nyaris tak terdengar euforia. Tapi di balik ucapan singkat itu, berlapis kisah tentang keluarga, akar budaya, dan tekad menembus batas stereotip.
Jejak dari Timur
Umbu adalah putra dari Dr. Umbu Rudi Kabunang, seorang politisi Golkar yang kini Anggota Komisi XIII DPR RI dan Wiwiek Nawa Sondagi. Nama “Umbu” sendiri adalah gelar kebangsawanan laki-laki Sumba, pertanda ia lahir dari garis tua, yang dalam masyarakat adat menanggung tanggung jawab moral dan sosial.
Sejak kecil, Umbu dikenal tak banyak bicara, tapi memiliki ketertarikan pada mesin. Di usianya yang ke-9, ia sudah akrab dengan garasi dan suara knalpot. Tak seperti anak-anak kebanyakan di Sumba yang tumbuh dengan kuda pacu dan tombak Pasola, Umbu lebih suka mendengarkan deru turbo dan mempelajari kecepatan lewat layar YouTube. Dunia melihatnya sebagai anomaly, tapi ia justru melihat dirinya sebagai jembatan.
“Saya tetap anak Sumba, dari kampung Kambauni, Tanahrara, hanya saja lintasannya bukan padang, tapi aspal,” katanya suatu sore, dalam sebuah wawancara singkat sebelum kompetisi.
Budaya Sumba yang keras, ritualistik, dan sarat nilai gotong royong diam-diam membentuk mental Umbu Gillberth. Ia tak pernah mengeluh dalam latihan. Ia juga tak gampang silau. Bagi Umbu, kecepatan bukan soal ego, tapi kehormatan, nilai yang sama dijunjung dalam upacara adat Marapu. Ia menyebut setiap run-nya sebagai bentuk “penghormatan pada jalan hidup.”
Dunia Drifting yang Maskulin dan Jakarta-Sentris
Drifting bukan olahraga balap biasa. Ia tak diukur dari kecepatan murni, melainkan dari sudut, gaya, dan konsistensi control, mirip tarian, tapi brutal. Dunia ini masih didominasi oleh nama-nama dari kota besar: Jakarta, Bandung, Surabaya. Tak banyak yang berasal dari kawasan timur Indonesia, apalagi menembus kelas Pro.
Di tengah pola itu, Umbu Gillberth muncul sebagai pengecualian yang mencolok. Didukung oleh tim URT Accelera x Belklo, ia masuk lewat jalur teknikal dan mental, akurasi tinggi, adaptasi cepat, dan kontrol stabil, ciri khas pembalap drift unggulan. Dalam setiap kompetisi, ia menunjukkan gaya drifting yang elegan namun agresif. Sebuah paradoks yang menawan juri.
“Umbu punya karakter unik. Dia bukan cuma jago teknis, tapi juga punya aura tenang yang langka di usia muda,” ujar salah satu juri nasional, Ahmad Nurdin.
Faktor lain yang memperkuat keunggulannya adalah ban Accelera 651 Sport Pro, produk dalam negeri yang menjadi andalan timnya. Ban ini mampu menjaga stabilitas mobil Umbu dalam tikungan-tikungan tajam Sentul Otopark yang dikenal “menjebak” banyak drifter.
Tapi yang paling mencolok adalah bagaimana Umbu memaknai kompetisi. Ia bukan tipe pembalap yang menunjukkan kemenangan dengan selebrasi keras. Di balik helmnya, ia tetap anak kampung yang menyimpan doa sebelum start dan mencium tangan ibunya usai menang.
Simbol dari Timur yang Baru
Bagi banyak anak muda NTT, Umbu Gillberth bukan sekadar juara. Ia adalah simbol bahwa menjadi besar tak harus berarti meninggalkan akar. Di Sumba, kabar kemenangannya viral di media lokal. Komunitas otomotif muda mulai ramai. Klub-klub kecil mulai muncul di Waingapu dan Tambolaka, dengan anak-anak muda yang ingin “jadi seperti Umbu.”
“Dia itu harapan baru, bahwa mimpi kami juga bisa punya lintasan,” kata Umbu Aryad, pegiat komunitas mobil di Sumba.
Pemerintah Provinsi NTT pun mulai melirik potensi olahraga otomotif sebagai wadah baru bagi generasi muda. Umbu bahkan bakal menjadi duta sport achievement NTT.
Meski begitu, Umbu Gillberth tetap merendah. Ia mengaku belum merasa layak disebut legenda atau ikon. Baginya, jalan masih panjang. Target berikutnya adalah menembus seri Asia dan membawa nama Indonesia dan Sumba ke level internasional.
“Ada banyak tikungan lagi di depan. Saya hanya mau menari sebaik mungkin di setiap tikungan itu,” katanya.
Dan seperti semua penari, ia tahu bahwa keindahan sesungguhnya bukan di garis akhir, tapi di setiap gerak yang jujur dari hati.
Umbu Gillberth Kabunang membuktikan bahwa dari Timur yang sunyi, bisa lahir suara nyaring yang didengar dunia. Dalam setiap decit ban dan asap putih yang ia ciptakan, ada pesan bahwa anak-anak Sumba pun bisa menari di panggung mana pun, asal punya kendali, keyakinan, dan arah.*/laurens leba tukan
Komentar