KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di pelataran Masjid Darusallam, Sikumana, Kota Kupang, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, tampak duduk bersila di atas klantai masjid, dengan sorot mata teduh. Di hadapannya, kamera gawai bersiap merekam. Di sekelilingnya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Melki Laka Lena dan Anggota DPR RI Ahmad Yohan menyimak tenang saat ia menyampaikan sepenggal kalimat yang tak ringan.
“Dari hati yang paling dalam, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Ini semua di luar kuasa kami, dan sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”
Ucapan itu adalah tanggapan atas batalnya kunjungan kerja Menteri Wihaji ke Kabupaten Lembata dan Flores Timur. Dua kabupaten yang telah menunggu kedatangannya untuk meninjau langsung pelaksanaan program kependudukan dan percepatan penanganan stunting. Sayangnya, alam berbicara lain. Gunung Ile Lewotolok di Lembata meletus, memuntahkan abu vulkanik ke langit dan memaksa dunia penerbangan berhenti sementara.
Rombongan menteri sempat berangkat dari Rote Ndao menuju Kupang, dan sudah berada di dalam pesawat menuju Lewoleba. Namun setelah duduk di kursi kabin dan bersiap lepas landas, perintah datang: batal terbang. Bandara Wunopito lumpuh. Mereka mengalihkan tujuan ke Bandara Gewayantana, Larantuka, tetapi pesawat yang sudah berputar tiga kali di udara tak mampu mendarat dan terpaksa kembali ke Kupang.
Alih-alih menyerah, Wihaji memilih bersimpuh dan menyapa masyarakat Lembata secara daring, langsung dari pelataran masjid. Sambil bersila, ia berbicara ke layar, menyampaikan permohonan dan niat tulus yang tertunda.
“Next time saya akan berkunjung kembali. Saya masih punya utang. Semoga nanti saya bisa hadir dengan program-program kerja yang menyentuh langsung masyarakat,” ucapnya.
Zoom dari Masjid, Pesan Tak Terputus
Dalam komunikasi daring yang terhubung dengan Puskesmas Lewoleba, masyarakat dan tenaga kesehatan di Lembata menyimak pidato hangat itu dengan perasaan campur aduk. Jarak memang memisahkan, tapi perhatian tetap terasa. Direktur Bina Pelayanan KB Wilayah dan Sasaran Khusus, dr. Fajar, menyatakan bahwa kunjungan ini, meski tak jadi, tetap membawa pesan kuat: negara hadir, walau lewat jaringan.
“Pelayanan publik tidak mengenal batas. Kehadiran tidak selalu harus fisik. Yang terpenting adalah niat dan kerja nyata yang terus menyala,” ujar Fajar.
Gubernur Melki: Kami Sudah Berusaha, Tapi Alam Tak Bisa Ditawar
Gubernur Melki Laka Lena yang mendampingi Menteri Wihaji mengaku sempat berupaya mencari segala kemungkinan agar agenda ke Lembata dan Flotim tetap terlaksana. Tapi ia harus mengakui kenyataan. “Kami juga sudah usaha tapi tetap tidak bisa. Kami berterima kasih atas perhatian Pak Menteri yang telah hadir langsung di NTT, khususnya di Rote, dan tetap sempat memberi waktu di Kupang.”
Menurut Gubernur Melki, kolaborasi lintas sektor adalah kunci penanggulangan stunting di NTT. Agenda Menteri Wihaji selama dua hari terakhir dinilai sangat strategis untuk memperkuat tekad bersama.
“Setelah agenda ini, kami akan memperkuat semua catatan dari kunjungan Pak Menteri, agar pesan-pesan pembangunan keluarga itu tidak berhenti hanya karena kendala cuaca,” ujar Gubernur Melki.
Alam Menunda, Bukan Menghentikan
Peristiwa batalnya kunjungan bukan hanya soal gagal terbang. Ia menjadi gambaran bahwa di wilayah-wilayah rentan seperti NTT, pelayanan sosial dan kesehatan adalah medan juang yang tak selalu mulus. Kadang harus dihadapi dengan sabar, kadang dengan inovasi, dan kadang, cukup dengan ketulusan duduk bersila di masjid.
Menteri Wihaji pun menutup Zoom dan bangkit perlahan dari duduknya, mengangguk ke arah warga yang hadir. Tak ada hingar bingar. Hanya sorot kamera dan tatap hormat yang menyaksikan: bahwa pelayanan publik bisa lahir dari kerendahan hati, bahkan ketika kaki tak sempat menginjak tanah tujuan.*/Charles Gunawan/Laurens Leba Tukan
Komentar