Dari meja kayu pingpong, Bank NTT membangun mimpi olahraga. Turnamen Bank NTT Open 2025 tak sekadar kompetisi, tapi awal dari sinergi yang ingin mengakar.
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di sebuah ruang pertemuan di Hotel Swiss-Belinn Kupang, suara raket dan bola kecil plastik mungkin belum terdengar. Tapi di sana, Jumat sore (27/7/2025), atmosfer persiapan sudah mengental. Puluhan wasit dan perwakilan tim tampak serius mengikuti technical meeting Turnamen Tenis Meja Bank NTT Open 2025. Bukan sekadar rapat teknis, forum itu menjadi pertanda: tenis meja di Nusa Tenggara Timur sedang dibangunkan dari tidur panjangnya.
“Ke depan, turnamen ini akan jadi agenda tahunan. Ada piala bergilir,” kata Rahmat Hidayat Kamuhar, Ketua Panitia HUT ke-63 Bank NTT, sembari mengulas tema besar ulang tahun lembaga keuangan itu: Ayo Bersinergi Bangun NTT.
Bank NTT tampaknya tak ingin sekadar merayakan ulang tahun dengan gegap gempita. Setelah berbagai aksi sosial, mereka kini masuk ke gelanggang olahraga lebih spesifik, cabang tenis meja yang selama ini kalah pamor dibanding bola kaki atau voli. “Ini soal membangun budaya olahraga. Bank NTT ingin jadi bagian dari itu,” ujar Rahmat.
Tanpa memungut biaya pendaftaran, turnamen ini terbuka untuk atlet-atlet muda maupun tim beregu dari seluruh wilayah NTT. Untuk kategori usia di bawah 21 tahun (U21), laga dimulai lebih awal: 26–29 Juli 2025. Sementara kategori umum akan berlangsung 1–3 Agustus 2025. Pesertanya membludak: 78 atlet U21 dan 52 tim beregu sudah masuk daftar.
Bukan hanya jumlah peserta yang membuat panitia semringah. Dukungan datang pula dari tokoh-tokoh internal Bank NTT sendiri. A. Johny Arif, perwakilan manajemen bank sekaligus pemegang lisensi wasit nasional, memberi perhatian penuh. “Panitia sudah luar biasa. Sekarang giliran peserta dan ofisial patuh aturan,” kata Johny, yang pernah menjadi wasit dalam ajang PON.
Johny tak ingin turnamen ini hanya jadi euforia sesaat. Ia mendorong agar aturan permainan yang digunakan sesuai standar nasional. Lewat forum technical meeting, ia membagi pengetahuan teknis, melakukan validasi peserta, hingga pengundian grup. “Ini bukan cuma pertandingan. Ini ruang belajar, terutama untuk atlet muda kita,” ujarnya.
Menurut Johny, penting bagi atlet-atlet NTT memahami aturan sejak dini. “Apalagi 2028 kita jadi tuan rumah PON cabang tenis meja. Kita harus siapkan fondasinya sekarang,” tuturnya tegas.
Turnamen ini memang sederhana. Tak ada panggung megah atau hadiah spektakuler. Tapi di balik meja pingpong yang diletakkan di aula-aula kota, ada semangat yang bergelora: membentuk karakter, mendekatkan komunitas, dan membangun harapan bahwa dari pinggir timur Indonesia, lahir juga atlet berkelas nasional, bahkan dunia.*/AB/LLT
Komentar