KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di balik gemuruh optimisme pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur, ada sebuah langkah krusial yang tengah dirintis oleh Bank NTT: menjadi penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp1 triliun. Jalan menuju ke sana tak mulus, tapi penuh orkestrasi kebijakan, evaluasi risiko, hingga lobi politik tingkat pusat.
Di ruang dialog bertema optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi NTT, Kamis, 26 Juni 2025, Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank NTT, Yohanis Landu Praing, bicara lugas. “Kami sedang menjalani proses verifikasi dari Kementerian UMKM. Plafon yang kami ajukan senilai Rp1 triliun untuk pembiayaan UMKM se-NTT,” ungkapnya.
Angka itu tak main-main. Jika berhasil lolos verifikasi, Bank NTT akan menjadi salah satu aktor utama penopang program strategis Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena: One Village One Product (OVOP) dan pemberdayaan UMKM sektor riil seperti pertanian, kelautan, perikanan, peternakan, dan industri kreatif.
Bank NTT pun telah memulai dari yang kecil: membina 238 kelompok UMKM. Mulai dari kuliner, kriya, tenun, jasa, hingga dua kelompok berbasis pertanian dan perkebunan. Tapi misi ini butuh modal besar dan mekanisme pendampingan terstruktur.
Peran Gubernur Melki: Dari RUPS hingga Menteri UMKM
Gubernur Melki tak sekadar menunggu kabar dari bank kebanggaan daerahnya. Ia memimpin langsung komunikasi dengan Menteri Koperasi dan UMKM Maman Abdurrahman, agar Bank NTT bisa masuk daftar penyalur KUR nasional. Salah satu syarat yang disorot pemerintah pusat adalah tingkat kredit macet atau NPL.
“Memang sebelumnya NPL Bank NTT cukup tinggi. Tapi dalam RUPS terakhir kami berhasil turunkan. Tetap akan ditagih, tapi sudah di bawah syarat Kementerian,” kata Melki kepada wartawan, awal Mei lalu.
Dengan NPL yang mulai terkendali, peluang Bank NTT untuk lolos seleksi semakin besar. “Mudah-mudahan bulan Juni atau Juli sudah bisa diajukan dan disalurkan. Kita targetkan plafon awal Rp1 triliun,” kata Melki, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Ia menekankan, KUR bukan sekadar kredit berbunga rendah, tapi instrumen negara untuk mendorong ekonomi akar rumput. Karena itu, pola penyalurannya akan melibatkan lembaga keagamaan, kampus, pengusaha lokal, pemerintah kabupaten/kota, dan elemen masyarakat.
“Skemanya sedang kami rancang. Akan ada lembaga pendamping untuk memastikan kredit ini benar-benar produktif dan bisa dikembalikan. Target kita, NPL KUR nanti di bawah 1 persen,” katanya.
Antara Infrastruktur dan Digitalisasi PAD
Di luar agenda KUR, Bank NTT juga aktif membiayai pembangunan infrastruktur, termasuk lewat pinjaman daerah. Kolaborasi dengan pemerintah terus diperluas, salah satunya lewat digitalisasi sistem keuangan daerah menggunakan CMS (Cash Management System) yang terintegrasi.
“Harapan kami, semua ini berdampak langsung terhadap PAD. Pendapatan meningkat, dan ekonomi masyarakat bergerak,” kata Yohanis Landu Praing.
Jika semua skenario berjalan sesuai rencana, tahun 2025 akan menjadi babak baru Bank NTT sebagai agen pembangunan daerah. Dari ruang RUPS hingga ruang warung kecil UMKM di pelosok NTT, uang negara akan mengalir dalam bentuk produktivitas. Dengan satu syarat: manajemen risiko dan pendampingan harus seketat harapan yang dititipkan oleh Gubernur Melki.*/ab/llt
Komentar