GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Berita Hari Ini NTT Politik
Beranda / Politik / Lilin Yang Terang Itu Telah Padam di Bumi Biinmaffo, Mengenang Kepergian Abang Raymundus Sau Fernandez

Lilin Yang Terang Itu Telah Padam di Bumi Biinmaffo, Mengenang Kepergian Abang Raymundus Sau Fernandez

Alm. Ray Fernandez semasa menjadi Bupati TTU bersama anak-anak TTU. Foto: Dok. Elas

Oleh Elas Jawamara, Alumni GMNI Cabang Kupang dan Wartawan di Kupang

Raymundus Sau Fernandez, nama yang tidak asing dalam rimbah raya politik di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sosok yang mengasah dirinya dari Organisasi Ekstra Universiter bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang ini telah merasakan pahit dan manisnya kekuasaan politik. Tumbuh di PDI Perjuangan dan melanjutkan ziarah politiknya di Partai NasDem.

Ia adalah salah satu anak bangsa yang memulai karirnya dari paling bawah. Terlahir sebagai anak petani miskin di Noemuti, Timor Tengah Utara (TTU) membuatnya menjadi “Korea” untuk melenting ke puncak mata rantai kekuasaan politik pada aras lokal. Ia memulai karir politiknya sebagai Wakil Ketua DPRD TTU, Wakil Bupati hingga Bupati TTU dua periode.

Di korps barisan Alumni GMNI se NTT dan Nasional kami sering memanggilnya dengan sapaan Abang Ray. Saya diperkenalkan ke Abang Ray oleh Abang Fidel Nong Nogor, guru dan mentor saya di dunia jurnalistik. Perkenalan itu terjadi pada sebuah kegiatan di Aula Rujab Gubernur belasan tahun yang silam semasa almarhum Abang Frans Leburaya menjabat sebagai Gubernur NTT pada periode yang pertama. Abang Ray dengan senyumnya yang khas menyalami dan menyapa saya dengan panggilan Ade. Panggilan khas abang Ray untuk kami para juniornya di GMNI.

Beberapa tahun kemudian saya ditunjuk menjadi Sekretaris Kordinator GMNI NTT menggantikan Abang Beno Brewon yang berhalangan karena tugas luar daerah. Saya ditunjuk tanpa melalui proses yang baku. Sebagai kader saya siap untuk ditugaskan kemana saja, kata saya heroik waktu itu melalu telepon.

Bupati Paulus dan Adri Sabaora Menanam Keteladanan di Tanah Palajara

Di sore hari tanggal 09 Januari Tahun 2014 Handphone saya berdering. Abang Nato Sarmento memanggil. Beliau mengatakan, ada orang yang menelpon saya untuk menjadi Sekretaris Korda GMNI NTT. Abang Nato adalah ketua Korda GMNI NTT. Saat ini beliau adalah Ketua Bawaslu NTT. Diujung telepon ia berujar, Ini Perintah, Hari ini juga Kamu harus ke Kefa. Mau dengan cara apa, yang penting malam ini tiba di Sekretariat GMNI Kefamenanu. Untuk Kedua kali saya menjawab, sebagai kader, saya bertanya untuk urusan apa.

Saya pun menelpon Adinda Lorens Mila Dadi yang juga alumni GMNI Cabang Kupang. Kami pun bergegas dari Kupang menggunakan sepeda motor Suzuki Titans. Tak lupa Lorens menyelipkan sebilah parang Sumba dalam tas pakaian. Saya pun bertanya ke Lorens untuk apa itu. Dia jawab jangan sampai ada pohon yang jatuh karena musim hujan. Kita bisa pakai potong kayu untuk bisa lewat.

Kami pun menuju Kefa menembus sore yang mulai beranjak malam. Kami basah kuyup karena hujan sepenjang jalan hingga ke kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Saya pun memutuskan untuk berteduh sambil menunggu hujan redah. Hingga larut malam hujan juga belum redah. Saya mengajak Lorens untuk mencari losmen yang murah dan bermalam di Soe. Saya tidak sempat mengabarkan ke abang Nato karena Handphone sudah mati dan lupa membawa alat cas. Di sekretariat GMNI Kefamenanu, Abang Nato menunggu kami dengan cemas hingga dinihari.

Pukul 05.00 pagi saya dengan Lorens melanjutkan perjalanan ke Kefamenanu. Di pagi yang cerah itu saya disambut oleh abang Nato dan jajaran DPC GMNI bersama beberapa alumni. Saya dan Lorens kemudian mendapat briefing dari abang Nato terkait apa yang saya harus lakukan di Kefamenanu. Saya diminta untuk menjadi penghubung antara Abang Ray dengan teman teman media di Kupang. Juga tentang penghadangan Abang Ray sebagai Bupati TTU oleh Dandim setempat. Belasan ribu masyarakat TTU yang tidak terima dengan perlakukan itu melakukan demontrasi di beberapa titik di Kefamenanu. Beberapa media nasional dan lokal memberitakan kejadian itu dan menjadi viral di NTT.

Penugasan itu kemudian menjadi titik awal saya dekat dengan Abang Ray. Saya pun menjadi sering ke Kefamenanu untuk berbagai urusan termasuk rencana aksi untuk Pilkada TTU yang berkaitan dengan media. Saya lebih sering membawa rombongan wartawan dari Kupang ke Kefamenanu untuk meliput berbagai kegiatan Pemda dan agenda-agenda politik Abang Ray.

Sridewi Bersemi di Tanah Kering Sumba Tengah

Alm. Ray Fernandez semasa hidupnya bersama masyarakat petani di Kabupaten TTU. Dok: Elas

Kefamenanu seolah menjadi kampung halaman saya. Kefamenanu menjadi tempat saya untuk menabur harapan. Tanah yang menjadikan saya bertumbuh dalam jejaring kerja politik praktis. Pasca terpilih sebagai Bupati TTU melawan kotak kosong, saya mendapat penugasan lanjutan dari senior yang sering memberi perintah itu untuk “melempar” sosok Abang Ray ke bursa pilgub NTT melalui berbagai skenario pemberitaan yang mengambil agenda setitng populisme Abang Ray. Tak hanya itu kami berani membentuk organ taktis bernama Ampera (Relawan Aliansi Masyarakat Pendukung Raymundus Sau Fernandez For NTT). Ketuanya abang Beno Brewon yang saat ini merupakan salah satu Fungsionaris DPD PDI Perjuangan NTT. Setelah dibentuk di tingkat provinsi dilanjutkan pembentukan di tiap kabupaten melalui jaringan Alumni GMNI. Saya meminta Senior Leo Ritan (wartawan harian Flores Post saat itu) untuk menjadi ketua Tim Media. Agenda ke Kefamenanu pun menjadi lebih sering dari biasa.

Disela sela mengurus Ampera NTT, Abang Nato meminta saya untuk segera mengurus adat dan pernikahan saya dengan isteri yang juga merupakan Alumni GMNI Kupang. Abang Nato menjadi jubir untuk saya ketika acara masuk minta di Halilulik. Dari Kupang saya ditemani oleh Abang Beno Brewon menuju Kefamenanu di kediaman Abang Nato. Disana sudah hadir Bung Budi Bani selaku ketua GMNI Kefamenanu dan jajaran DPC. Berbagai strategi dan skenario acara masuk minta digagas. Menggunakan kendaraan bermotor kami pun bergegas ke Halilulik. Tiba di Besnain (Insana) kami berteduh karena hujan. Sambil berteduh, tiba-tiba Abang Ray mengirim pesan whatsapp, ade saya ada di Kupang. Ade ada dimana. Saya menjawab, saya lagi dalam perjalanan ke Halilulik untuk acara masuk minta. Posisi ada di Besnain sekarang. Ia meminta saya untuk menunggu biar abang Ray yang jadi jubir. Saya pun melapor ke Abang Nato, Abang Ray suruh kita tunggu dia untuk dia jadi jubir. Abang Nato menjawab dengan raut muka yang datar, pak Sek silakan atur yang baik yang mana. Saya pun menghubungi abang Ray bahwa keluarga perempuan di Halilulik sudah menunggu dari pagi. Biar kami lanjut saja abang. Abang Ray pun setuju dan meminta kami ke Rujab setelah urusan di Halilulik beres.

Setelah menyelesaikan acara masuk minta kami pun bergegas kembali ke Kefamenanu bertemu abang di Rujab. Abang Nato pun melaporkan semua proses yang sudah dilaksanakan dan yang akan dilaksanankan. Abang Ray menyatakan kesediannya untuk menjadi jubir pada acara belis dan menanggung seluruh mahar, pernikahan hingga pesta nikah di Kupang. Pada kesempatan berikutnya Abang Ray bersama kaka Kristiana Muki dua kali datang ke rumah adat saya di Sumba Timur guna menyampaikan ke keluarga terkait rencana belis dan pernikahan saya dan istri di Kupang. Agenda itu pun sukses terlaksana di Nenuk, Atambua dan acara pernikahan di Gereja Santo Yoseph Naikoten kemudian pesta pernikahan di kediaman Abang Ray di Liliba, Kota Kupang. Semua diurus oleh Abang Ray. Tak hanya saya yang diperlakukan seperti itu. Sudah banyak orang yang ia urus hingga tuntas.

Dinamika internal di DPD PDI Perjuangan NTT membuat Abang Ray pindah haluan. Ia tidak direkomendasikan oleh Partai untuk melantai di Pilgub NTT pada tahun 2018. Ia pun memilih  keluar dan pindah ke Partai NasDem. Saya pun mengikuti jejak bersama gerbong besarnya ke partai NasDem. Ia kemudian menjadi ketua DPW Nasdem NTT dan saya masuk jajaran badan pengurus. Ia menjadikan TTU menjadi basis NasDem yang dulunya dikuasai oleh PDI Perjuangan.

Abang Ray memulai karir politiknya dari tingkat yang paling bawah. Pada usia 27 tahun, umur yang belia itu ia telah terpilih menjadi Anggota DPRD TTU. Juga menjadi ketua DPC PDI Perjuangan semasa menjadi Mahasiswa Fakuktas Peternakan Undana Kupang. Karirnya terus menanjak menjadi Wakil Bupati dan Bupati TTU dua periode. Tentu ia tidak mendapat semua itu dengan mudah. Ia telah menetaskan keringat dan darah untuk sukses di politik. Ia tak hanya menjadi magnet politik di tak hanya di TTU namun di seluruh pelosok NTT.

Api yang Tak Padam di Waibakul: Pemuda Sumba Tengah dan Janji Persatuan

Ia telah banyak kali mengalami pengalaman buruk, di antaranya pernah dipukul oleh camat, dilempar oleh teman-teman pengurus camat, dan pernah juga dikeroyok.

“Saya lalu merefleksi, mungkin itu adalah bagian dari perjalanan hidup saya. Untuk menjadi besar seperti sekarang, saya rasa ujiannya cukup banyak. Saya juga sangat bersyukur karena Tuhan melindungi dan memberkati saya sehingga saya dapat melewati semua cobaan itu,”

Meski telah menjadi orang yang sukses, abang Ray tetap seorang Ray yang tak akan pernah berubah. Ia berbaur dengan masyarakat di pasar, berbincang dan makan siri pinang bersama. Ia adalah pejabat yang tidak mau dikekangi oleh batasan batasan protokoler.

“Saya biasa masuk pasar,  beli sirih pinang dan makan bersama dengan masyarakat sambil bercerita dan bersalaman dengan mereka. Dengan ini  saya mau menunjukan bahwa, Ray yang dulu tidak akan pernah berubah. Ray yang dulu tetap sama, tidak akan pernah berubah, sampai mati sekalipun,” katanya dalam sebuah kesempatan diskusi.

Disebuah pagi yang mendung di Kota Kupang pada Rabu, 26 Maret 2025. Tiba-tiba saya mendapat banyak Whatsapp dan panggilan Telepon dari senior dan teman teman wartawan mengabarkan terkait abang Ray. Saya juga dikirimi link berita dan laporan Basarnas. Nelangsa menggelayut perlahan dalam hati saya seraya mendoakan agar abang Ray diketemukan dalam keadaan selamat.

Saya masuk dalam kamar dan menutup pintu sambil berdoa agar semuanya baik baik saja. Saya meyakini bahwa Abang Ray pasti selamat. Tiba-tiba kaka Ria Ratrigis memberi kabar bahwa Abang sudah ditemukan dalam kondisi sudah meninggal. Saya menangis sejadi jadinya dalam kamar.

Abang Ray bagi saya adalah lilin menyala terang di Bumi Biinmaffo. Ia adalah sosok tokoh politik yang kesohor di NTT. Berkarakter namun tetap humanis bagi siapa saja. Langit Timor seakan menangis dengan hujan yang semakin deras di Kota Kupang seakan ikut bersedih dengan berpulangnya sosok yang telah menjadi orang baik bagi siapa saja.

Lilin yang menyala terang itu kini telah padam. Ia sudah pergi dari dunia yang fana ini. Laut Oebubun telah mengakhiri ziarannya hidupnya. Selamat Jalan Abang Ray, Selamat Jalan orang tua saya di Pulau Timor. Sampaikan salam kami para kader marhaenis GMNI NTT kepada Abang Frans Leburaya, Mister Logis Abang Niko, Abang Frengki Saunoah dan seluruh alumni GMNI yang telah berpulang. Kami sini akan selalu mengenang abang-abang. Kami akan tetap menyuburkan tanah tempat dimana kita bertumbuh. Kami karam disini karena kekalnya cintamu, Napas Kami Retak Namun Tidak Pernah Mati Untuk Terus berjuang, Merdeka !!!

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement