Persebata Lembata tak hanya menang di lapangan, tapi juga di hati masyarakat NTT. Dari klub kampung ke panggung nasional, mereka buktikan mimpi bisa dikejar.
BANTUL,SELATANINDONESIA.COM – Stadion Sultan Agung, Bantul, tak sekadar menjadi arena sepak bola pada Senin (12/5/2025). Di sana, sorak-sorai bernada Lamaholot menggema dari tribun, mengiringi kemenangan Persebata Lembata atas Persewangi Banyuwangi dengan skor 2-0. Kemenangan yang disaksikan langsung Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan, dan Ketua PSSI NTT Chris Mboeik itu seperti meneguhkan kembali semangat sepak bola daerah yang tak pernah padam.
Kehadiran para tokoh publik yang larut dalam nyanyian Baleo Baleo hingga Aku Rapopo bukan pemandangan biasa. Mereka mengenakan jaket biru khas Persebata dan bergabung bersama ratusan pendukung yang datang dari berbagai kota. “Kemenangan ini bukan hanya untuk masyarakat Lembata, tetapi juga kebanggaan seluruh masyarakat NTT,” ujar Gubernur Melki usai pertandingan.
Kemenangan atas Persewangi membuat Persebata mengoleksi 4 poin dan membuka peluang besar menuju babak delapan besar Liga 4 Nasional. Namun bagi publik sepak bola NTT, Persebata bukan nama baru.
Dari Pelosok Lembata ke Liga Nasional
Persebata, singkatan dari Persatuan Sepak Bola Lembata, berdiri sejak 2003, tak lama setelah Kabupaten Lembata dimekarkan dari Flores Timur. Klub ini tumbuh dari semangat kolektif para pecinta bola di Lewoleba, kota kecil di pesisir selatan Flores Timur. Meski fasilitas minim dan lapangan kadang berlumpur saat hujan, semangat tak pernah surut.
Di tingkat lokal, Persebata dikenal sebagai tim tangguh di El Tari Memorial Cup-turnamen bergengsi antar kabupaten dan klub di NTT. Mereka pernah menjadi finalis pada ETMC 2019 di Malaka, kalah tipis dari Perserond Rote Ndao. Namun momen itu menjadi tonggak kebangkitan klub, yang mempertegas posisi Lembata dalam peta sepak bola provinsi.
Pasca pandemi, Persebata melakukan restrukturisasi. Manajemen klub menggandeng putra-putri daerah diaspora yang peduli dengan pembangunan Lembata lewat jalur olahraga. Investasi di pelatihan, rekrutmen pelatih berlisensi, dan pengiriman pemain muda ke akademi di Jawa mulai menunjukkan hasil.
Pada Liga 3 zona NTT 2025, Persebata tampil meyakinkan sebagai juara dua, lalu melaju ke babak nasional. Kini di Liga 4 Nasional, mereka kembali membawa asa, bukan hanya untuk Lembata tapi juga citra sepak bola NTT di kancah nasional.
Sepak Bola Sebagai Identitas Daerah
“Sepak bola bukan sekadar hiburan, ini soal harga diri,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan, yang mendukung penuh kiprah Persebata sebagai wakil dari wilayah kepulauan. Dalam tradisi masyarakat Lamaholot, kerja tim dan kebersamaan adalah nilai utama dan itulah yang terlihat dari permainan Persebata: disiplin, ngotot, dan kolektif.
Dengan momentum ini, Gubernur Melki memastikan dukungan pemerintah akan terus mengalir. “Kami tidak ingin Persebata hanya hadir sebagai partisipan. Target kami, promosi ke Liga 3 dan menjadi kekuatan tetap dari tim-tim luar Jawa,” tegasnya.
Sebuah mimpi yang tak lagi mustahil. Sebab kini, dari tanah vulkanik Lembata, gema Baleo Baleo sudah terdengar di Jawa. Dan Persebata membuktikan, dari kampung pun bisa menantang siapa saja di lapangan bola.*/laurens leba tukan/ama beding
Komentar