WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Di ruang pertemuan sederhana di Kantor Bupati Sumba Tengah, aroma kopi dan ketegangan bercampur pekat di udara. Pada Jumat pagi (13/6/2025), Bupati Drs. Paulus S. K. Limu duduk di kursi pimpinan, dikelilingi para kepala dinas, asisten bidang perekonomian, staf ahli, dan jajaran Dinas Pertanian. Mereka bukan sedang membahas musim tanam atau harga komoditas. Yang dibedah pagi itu adalah kalori dan nasib anak-anak.
Angka yang dipresentasikan Kepala Dinas Pertanian membuat banyak kepala mengangguk puas. Ketersediaan kalori di Kabupaten Sumba Tengah kini mencapai 2.600 kilokalori per kapita per hari. Angka ini bukan hanya melewati batas aman, tapi melampaui standar nasional yang hanya 2.100 kalori.
Namun suasana riang itu mendadak berubah ketika Bupati Paulus angkat bicara. Dengan nada serius, ia menyebut bahwa di balik angka keberlimpahan itu, tersembunyi kenyataan pahit, masih banyak balita Sumba Tengah yang mengalami stunting dan gizi buruk.
“Kalori kita cukup, bahkan lebih. Tapi kenapa anak-anak kita masih kurus, pendek, dan kurang gizi?” tanya Paulus dalam nada getir.
Ia menyebut ini sebagai ironi gizi. Sebuah paradoks pembangunan pangan. Ketika statistik berbicara tentang keberhasilan, namun kenyataan di lapangan menunjukan kegagalan dalam distribusi dan pemanfaatan.
Di Atas Kertas, Semua Sehat
Dalam catatan Dinas Pertanian, peningkatan produksi pangan terjadi berkat berbagai program intensifikasi lahan, diversifikasi pertanian, dan pemanfaatan teknologi lokal. Petani kini mampu menghasilkan lebih banyak beras, jagung, umbi-umbian, dan sayur mayur. Bantuan pupuk, alat mesin pertanian, dan penyuluhan pun rutin digelontorkan.
Namun, seperti kata Bupati Paulus, produksi bukanlah akhir dari masalah. Ketahanan pangan tak melulu soal jumlah kalori yang tersedia, melainkan juga bagaimana kalori itu dikonsumsi, oleh siapa, dan dalam bentuk apa.
“Kadang, yang tersedia adalah makanan tinggi kalori tapi miskin zat gizi,” ujar seorang staf ahli yang hadir dalam rapat.
Data Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa meski pangan cukup, distribusi konsumsi belum merata. Banyak keluarga miskin masih kesulitan menyediakan makanan bergizi seimbang untuk anak-anak mereka. Sering kali, menu sehari-hari didominasi nasi atau jagung tanpa lauk hewani atau sayuran cukup.
Dari Rapat ke Dapur Warga
Tak ingin terjebak dalam euforia statistik, Bupati Paulus pun mengeluarkan instruksi yang tak biasa. Ia meminta agar tenaga kesehatan dan Tim Penggerak PKK di kecamatan terjun langsung ke rumah-rumah warga, membawa bahan pangan, memasak di dapur keluarga miskin, dan menyuapi anak-anak dengan makanan yang layak.
“Ini bukan lagi soal program, ini soal tanggung jawab,” katanya. “Kalau perlu, saya sendiri turun ke kampung.”
Langkah itu mengingatkan pada pendekatan “door to door nutrition” yang pernah diterapkan di sejumlah daerah rawan gizi di luar negeri. Menurut Bupati, ini cara untuk memastikan bahwa bantuan pangan benar-benar masuk ke perut anak-anak, bukan sekadar berakhir di laporan kegiatan.
Ia juga mengajak agar semua unsur pemerintah desa, kader posyandu, dan petugas lapangan bekerja lintas sektor. “Bupati tidak bisa kerja sendiri. Tapi saya tidak akan biarkan anak-anak kita tumbuh dengan tubuh kerdil karena salah urus,” ucapnya.
Di Waibakul, tim teknis mulai menyusun skema intervensi terpadu. Dinas Kesehatan merancang peta wilayah rawan gizi, sementara PKK dan penyuluh pertanian memetakan potensi bahan pangan lokal untuk diolah sebagai menu harian balita. Menu seperti bubur jagung telur, sayur kelor, dan ikan kering akan diandalkan sebagai “super food lokal.”
Harapan dari Dapur-Dapur Kecil
Ketika rapat berakhir, Bupati Paulus tidak langsung kembali ke ruangannya. Ia berbicara singkat dengan para camat dan kepala puskesmas yang hadir. “Mulai besok, kita masak. Jangan tunggu surat perintah,” katanya.
Di Kabupaten Sumba Tengah, mungkin memang belum semua hal ideal. Tapi satu hal pasti, para pemimpinnya tak sekadar duduk di balik angka. Mereka turun, memegang centong, dan memasak harapan dari dapur-dapur kecil di pedalaman.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan
Komentar