KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Gubernur Nusa Tenggara Timur Emanuel Melkiades Laka Lena seolah menabuh genderang perang terhadap praktik pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sarat kompromi politik. Target utamanya kini adalah Bank NTT, bank pembangunan daerah dengan aset triliunan rupiah namun kontribusi dividen yang dinilai “seadanya”.
“RUPS dijadwalkan tanggal 14 Mei. Kami buka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun, baik dari NTT maupun luar, untuk ikut seleksi direksi dan komisaris,” ujar Gubernur Melki di Kantor Gubernur, Senin (5/5/2025).
Langkah ini tidak sekadar administratif. Bagi Gubernur Melki, pembukaan lowongan ini adalah sinyal keras bahwa era tim sukses dan kompromi jabatan dalam tubuh Bank NTT akan ditanggalkan. “Kita mau bersih-bersih. Kita perlu profesional, bukan titipan,” kata politisi Golkar itu, dengan nada tegas.
Ia bahkan memperpanjang masa pendaftaran seleksi hingga 7 Mei 2025 untuk memberi ruang lebih besar bagi pelamar dari berbagai latar belakang. Keputusan ini ia umumkan hanya sepekan setelah mengkritik keras lima BUMD milik Pemprov NTT dalam RDP bersama Komisi II DPR RI di Senayan. Di hadapan para legislator, Melki menyebut dividen dari Bank NTT tidak sebanding dengan besarnya aset yang dikelola.
“Saya lihat dividen kecil karena terlalu banyak akomodasi. Tim sukses, titipan-titipan, semua ada di sana,” katanya blak-blakan.
Kini, Gubernur Melki menyatukan barisan bersama para bupati dan wali kota se-NTT untuk mendorong Bank NTT bertransformasi menjadi lembaga yang dikelola secara profesional. Alih-alih jadi alat politik, Bank NTT diharapkan mampu bersaing dengan BPD lain yang telah lebih dulu modern dan kompetitif, seperti Bank Jatim dan Bank Jabar-Banten.
“Sudah saatnya kita serahkan ke tangan profesional. Pemerintah tinggal terima dividen,” ucap Melki. Ia menyebut akan memantau ketat jalannya RUPS dan proses seleksi agar tak menjadi panggung baru bagi kompromi elite lokal.
RUPS kali ini boleh jadi akan menjadi titik balik bagi Bank NTT. Jika komitmen bersih-bersih ini benar-benar dijalankan, maka publik bisa berharap banyak pada kebangkitan bank daerah yang selama ini dianggap ‘mandek’ dan ‘dikuasai kelompok’.
Tapi jika hanya jadi panggung retorika, maka langkah reformasi ini akan berakhir di tempat yang sama: sebuah laporan kegiatan dengan hasil kosong. Dan Gubernur Melki, seperti para pendahulunya, hanya akan dikenang sebagai “pembuka peluang baru bagi orang lama”.*/ab/llt
Komentar