Danone Kembali ke NTT dengan Misi Baru, Setelah Dua Dekade Menggemakan “Sumber Air Su Dekat”
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di tengah hawa panas Kota Kupang yang menyengat di Selasa (10/6/2025) pagi, dua perempuan muda duduk bersisian di ruang kerja Gubernur Nusa Tenggara Timur. Ratih Anggraeni, Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia, membuka percakapan dengan sebuah kalimat yang seketika membawa ruangan itu mundur dua dekade ke masa lalu.
“Masih ingat iklan kami yang dulu? Yang terkenal dengan kalimat: ‘Sekarang, sumber air su dekat’,” kata Ratih, disambut senyum mengenang dari Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena.
Kalimat iklan itu pernah menjadi semacam mantra penyemangat di pedalaman NTT. Di wilayah yang bertahun-tahun akrab dengan kekeringan, janji bahwa air kini bisa “su dekat”—sudah dekat, dalam bahasa sehari-hari masyarakat NTT bukan sekadar kampanye komersial. Ia menjelma harapan. Sebagian bahkan menyebutnya mukjizat kecil dari perusahaan air kemasan ternama.
Kini, setelah hampir sepuluh tahun vakum, Danone kembali menyusuri jejak lamanya di NTT. Tapi kali ini, bukan semata membawa pipa air atau menara tandon, melainkan program pencegahan stunting yang sudah menjangkau 20 desa di Kabupaten Kupang dan diperluas ke Sumba Barat Daya.
“Air tetap bagian penting, tetapi kami kini bergerak ke edukasi gizi, pelatihan ibu-ibu, pembentukan Tim Monitoring Stunting di desa, dan dukungan air minum aman untuk rumah tangga serta sekolah,” ujar Ratih dalam audiensi pagi itu.
Gubernur Melki menyambut baik kembalinya Danone. “Kami butuh kolaborasi. Silakan didata desa-desa yang sudah mendapat intervensi, agar kita bisa atur wilayah mana yang belum tersentuh. Jangan sampai tumpang tindih, atau justru ada yang luput,” ucapnya.
Stunting memang menjadi momok di NTT. Data Dinas Kesehatan menyebut prevalensinya sempat menembus 35 persen dalam satu dekade terakhir. Di banyak desa, kekurangan gizi berkaitan erat dengan buruknya sanitasi dan akses air bersih. Inilah mengapa Melki menegaskan bahwa urusan stunting tak bisa dilepaskan dari pembangunan infrastruktur dasar.
“Ada banyak tempat yang airnya masih jalan kaki satu-dua kilometer. Kalau air saja masih jauh, jangan harap ibu bisa siapkan makanan sehat tiga kali sehari,” ujarnya.
Air, Gizi, dan Jejak Lama
Kepala Dinas PUPR NTT, Benyamin Nahak, menyampaikan rencana penguatan kolaborasi. Salah satunya di wilayah Oenaek, Kecamatan Kupang Tengah. “Di sana ada embung, tapi belum dimanfaatkan maksimal. Kami ingin Danone masuk dengan teknologi pengolahan air. Skema kolaboratif dengan masyarakat bisa jadi contoh keberlanjutan,” kata Benyamin.
Bagi banyak warga, jejak Danone bukan sekadar program CSR. Di banyak dusun, bekas tandon air mereka masih berdiri, meski kini kosong dan berlumut. Cerita tentang truk tangki datang seminggu sekali masih terngiang. “Dulu air datang seperti mujizat,” kata seorang kepala desa di Kupang Tengah yang ikut menyambut audiensi tersebut.
Kini, perusahaan itu datang kembali dengan misi baru: membangun generasi sehat lewat gizi dan air bersih. “Kami tidak datang untuk menyelamatkan, tapi untuk berjalan bersama,” ujar Lucia Nawaningtyas dari Tim Public Affairs Danone.
Sebelum audiensi ditutup, Gubernur Melki menerima plakat dari Danone. Sebuah simbol kecil dari rencana besar. Ia menggenggamnya sejenak, lalu berujar, “Kalau bisa, nanti kita bikin lagi iklan itu. Tapi bukan sekadar air su dekat. Kita pastikan, sumber air dan anak sehat su tinggal di sini.”*/Agustin/Laurens Leba Tukan
Komentar