GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Berita Hari Ini NTT Daerah Eksbis Nusantara Pariwisata Politik Sumba Tengah
Beranda / Berita Hari Ini NTT / Sumba Tengah / Bupati Paulus dan Melon dari Screen House Matawoga

Bupati Paulus dan Melon dari Screen House Matawoga

Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu ketika panen melon di Desa Matawoga, Kecamatan Katiku Tana, Kabupaten Sumba Tengah, Selasa (10/6/2025). Foto:ProkopimSTeng

Dari kebun kecil di Desa Matawoga, Bupati Paulus S.K. Limu menanam harapan besar tentang pertanian ramah lingkungan di Sumba Tengah.

WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM — Pagi masih muda ketika Drs. Paulus S. K. Limu melangkah mantap ke dalam screen house sederhana di Desa Matawoga, Kecamatan Katiku Tana. Di sekelilingnya, tanaman melon menjuntai dari sulur-sulur hijau yang ditopang tali rafia dan kayu bambu. Tangannya meraih satu buah berbentuk bulat lonjong, kulitnya mulus kekuningan. Dengan gerakan pelan, ia memetiknya. Kamera para staf dan awak media mengabadikan momen itu.

Bukan panen biasa. Bukan pula seremoni ala birokrasi. Melon organik yang dipetik Paulus pada Selasa (10/6/2025) itu adalah simbol dari arah baru yang ia bawa bagi Sumba Tengah: pertanian berkelanjutan, berbasis teknologi tepat guna, dan tanpa residu kimia.

“Inilah masa depan Sumba Tengah. Melon ini lahir dari kerja petani, bukan dari racun,” kata Bupati Paulus di hadapan warga, penyuluh, dan anggota Kelompok Tani Wali Ati yang mendampinginya. Kalimatnya disambut tepuk tangan dan tawa bangga.

Melon dari Tanah Sumba

Bupati Paulus dan Adri Sabaora Menanam Keteladanan di Tanah Palajara

Budidaya melon organik ini dimulai akhir Maret lalu. Benih direndam dua malam, disemaikan selama dua minggu, lalu ditanam pada 27 Maret. Jumlahnya tak banyak: 550 pohon. Tapi hasilnya tuntas: satu pohon, satu buah. Sebanyak 550 melon dipanen dengan berat rata-rata 1–2 kilogram per buah. Panen dilakukan tepat pada hari ke-74 masa tanam—tanda pengelolaan yang disiplin dan terukur.

Seluruh proses dikerjakan di bawah bimbingan dua Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) lokal. Mereka mengawal dari awal hingga panen, tanpa pupuk buatan, tanpa pestisida.

“Petani kita sebenarnya mampu, asalkan diberi alat dan pendampingan,” ujar Bupati Paulus.

Ia mengaku terpukau bukan hanya oleh hasil panen, tapi oleh keteguhan kelompok tani Wali Ati. Di tengah keterbatasan air, akses, dan cuaca yang kian sulit diprediksi, mereka membuktikan bahwa pertanian organik bukan sekadar wacana kota.

Melon, Anggur, dan Harapan

Sridewi Bersemi di Tanah Kering Sumba Tengah

Bagi Bupati Paulus, panen melon ini bukan akhir, melainkan awal dari ekosistem pertanian baru di Sumba Tengah. Ia menyebut rencana selanjutnya: budidaya anggur dalam screen house. Menurutnya, anggur punya nilai jual tinggi dan daya tarik wisata. “Kita siapkan bukan hanya untuk makan, tapi untuk jadi pengalaman wisata—pariwisata petik buah,” katanya.

Ia juga mendorong agar desa-desa lain meniru pola screen house ini, yang bisa menjamin produktivitas meski musim tak menentu. Saat ini, pengolahan lahan musim tanam kedua masih berjalan. Dari target 10.000 hektare di Kecamatan Katiku Tana Selatan dan Mamboro, baru 7.000 hektare yang digarap. Pemerintah kabupaten akan menyediakan benih padi varietas Sridewi untuk mendukung percepatan tanam.

Namun Bupati Paulus tak ingin hanya padi yang dikejar. Ia mengingatkan pentingnya menanam hortikultura sebagai pasokan lokal untuk program makan bergizi gratis yang kini digalakkan pemerintah pusat. “Kalau kita tanam sayur, buah, dan protein nabati, kita bukan hanya memberi makan anak-anak. Kita membangun masa depan yang sehat,” ujarnya.

Tanah, Petani, dan Kepemimpinan

Panen itu ditutup dengan makan bersama. Di pinggir screen house, warga mencicipi melon segar. Rasanya manis, teksturnya renyah. Beberapa petani mengaku baru kali ini menanam melon, dan langsung berhasil. “Bapak Bupati yang kasih semangat,” kata salah seorang petani.

Api yang Tak Padam di Waibakul: Pemuda Sumba Tengah dan Janji Persatuan

Bupati Paulus sendiri tak menampik bahwa ia tengah mendorong perubahan cara berpikir petani. Ia ingin pertanian tak lagi sekadar kerja keras yang melelahkan, tapi menjadi usaha modern yang menguntungkan dan berkelanjutan. “Kita harus bikin petani percaya bahwa mereka bisa jadi pahlawan ekonomi,” tuturnya.

Dari kebun kecil di Matawoga, Paulus menanam bukan hanya melon. Ia menanam harapan.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement